037. Cemburu (2)

1080 Words
Ketika Randi kembali, Laras telah diajak pergi bersama dengan Rena. Mereka berdua menjelajahi area sekitar kampus yang dipenuhi lampu malam yang berkelap-kelip. Taman halaman depan kampus yang selalu dijadikan tempat belajar di siang hari terasa menjadi tempat romantis di malam hari. Laras menyipitkan matanya dan melihat beberapa pasangan berkeliling di sana. Ketika ponselnya berdering, Laras mengangkatnya, dan melihat bahwa Randi lah yang menghubunginya. Gadis itu tampak tertekan. Dia melirik Rena dengan kesal yang menjadi alasan utama dia banyak berpikir dan segera menjawab panggilan dari kakak sepupunya itu. "Kamu dimana?" tanya Randi langsung ketika panggilan baru saja terhubung. Sedari kecil, Laras sering menghilang tiba-tiba tanpa pemberitahuan. Gadis itu terbiasa membuat orang sekitarnya khawatir, sehingga Randi sering kali harus mencarinya dengan cemas. Kebiasaan buruk itu pun tidak pernah menghilang bahkan setelah remaja. "Di luar, jalan-jalan sama Rena. Kamu lama sih di belakang panggung, padahal sudah selesai juga. Entah apa yang menyenangkan di sana yang membuatmu betah berlama-lama." Suara gadis itu terdengar tampak sedang mengeluh, nadanya cemberut dengan kaki yang menendang-nendang batu di tanah. Randi menghela napas mendengarnya, dia melunakkan suaranya ketika menjawab ucapan Laras, tampak seperti sedang menenangkan. "Ada beberapa hal yang perlu aku urus tadi. Dimana kamu sekarang, aku akan segera menghampirimu." Laras terdiam sesaat, langkah kakinya pun telah berhenti. Rena yang jalan di depan merasakan temannya itu tidak mengikuti langkahnya. Dia berbalik dan benar-benar melihat Laras berdiri diam dengan tangan mengangkat ponsel di samping telinganya. Wajah gadis itu tampak kaku dan tegang, Rena menebak bahwa Laras pasti memiliki banyak cerita absurd di otaknya saat ini. Dia tidak mendesak Laras untuk terus berjalan mengikutinya. Menemukan tempat untuk bersandar dengan santai, menunggu Laras berbicara dengan kakak sepupunya. Rena sangat yakin bahwa kata-katanya barusan sangat membebani pikiran Laras. Namun Rena tidak memiliki maksud lain ketika mengatakan hal itu, dia hanya gemas dengan tindakan Laras yang berbeda dengan ucapannya. Melihat temannya itu mengatakan seolah tidak memiliki perasaan untuk Randi tetapi terus menentang kakak sepupunya dekat dengan gadis lain, siapa yang ingin dia bohongi bahwa dia tidak memiliki perasaan? Bahkan orang bodoh pun tidak akan mempercayainya. "Aku mau pulang," suara Laras terdengar kemudian. Rena melihat waktu dari ponselnya, mereka baru sekitar satu setengah jam di sini, dan juga tampaknya masih ada acara menarik yang menunggu, tetapi Laras sepertinya tidak lagi tertarik dengan acara. Mereka berdua diantar pulang oleh Randi. Selama perjalanan, Rena memperhatikan kedua kakak adik bersepupu itu dari kursi belakang, mengamati mereka dalam diam sembari menikmati keripik di tangannya. "Ada apa?" tanya Randi kepada adik sepupunya. Tidak biasanya Laras hanya diam ketika dalam mobil. Gadis itu selalu banyak bicara dan memiliki berbagai topik untuk dikatakan. Tetapi sekarang menjadi begitu pendiam dengan pandangan ke samping. Laras menegang, segera menjawab tanpa menoleh ke arah lawan bicara, "Tidak." Randi mengernyit, dari kaca spion dia melirik Rena yang ada di kursi belakang dengan ringan. Hal itu membuat Rena meluruskan punggungnya, tiba-tiba menjadi kaku seolah ditetapkan sebagai tersangka perbuatan kriminal. Rena mengeluarkan senyum sopan, segera mengalihkan pandangannya ke samping, menghindari tatapan Randi yang tampaknya menyelidiki. Bagaimana mungkin Rena merasa bahwa Randi tahu dialah alasan utama adik sepupunya itu bertingkah aneh malam ini? Tetapi dalam hati Rena menenangkan dirinya sendiri, berkata bahwa semua ini juga baik untuk Randi. Jika Laras menyadari perasaannya, bukankah Randi yang paling diuntungkan? Setelah mobil berhenti di depan rumahnya, Rena mengatakan terima kasih sebelum turun dan masuk ke dalam rumahnya. Di dalam mobil, segera tersisa Randi dan Laras. Randi tidak memiliki kebiasaan memutar musik di dalam mobil, sehingga tanpa adanya obrolan, suasana di dalam mobil begitu sunyi dan sepi. "Kamu kenapa?" Randi bertanya lagi tentang adiknya. Laras belum juga memalingkan wajahnya ke arah Randi, namun jawabannya kali ini tampak tidak sabar dan kesal. "Aku bilang tidak ada," katanya ketus. Setelah itu, gadis tersebut bersandar nyaman ke belakang dan menutup matanya agar Randi tidak lagi berbicara padanya. "Perasaanmu saat ini disebut cemburu." Suara Rena terngiang-ngiang di kepalanya, memenuhi pikiran Laras. Ingin sekali Laras mengabaikannya, namun itu benar-benar mengganggunya. Bagaimana mungkin?! Randi adalah kakak sepupunya, anak dari saudari ibunya. Bagaimana mungkin dia cemburu karena kakak sepupunya bersama gadis lain? Laras merasa bahwa ucapan Rena pasti beracun. Ya, bukankah kata-kata temannya itu selalu menyebalkan? Selalu saja membuatnya kesal dan banyak berpikir dengan kata-kata yang diucapkannya. "Ck," Laras tiba-tiba berdecak kesal. Hal itu menarik perhatian Randi lagi. Namun pemuda itu tidak lagi bertanya, setelah melirik adiknya sekilas, dia terus menyetir dengan aman mengantar adiknya pulang ke rumah. Saat mobil berhenti di pekarangan rumahnya, Laras membuka pintu dan terdiam sesaat. Tatapannya dengan kaku tertuju ke arah Randi, menatap kakak sepupunya dengan canggung. Dia melihat wajah kakaknya yang datar dan membosankan, berpikir bahwa bagaimana mungkin dia menyukai orang ini? Tetapi dalam sekejap, dia langsung mengalihkan pandangannya seolah takut untuk bertemu dengan pandangan Randi. "Aku masuk ke rumah kalau begitu," katanya. Randi bergumam, "Um, makan sebelum tidur. Ada makanan di kulkas, kamu tinggal panaskan saja." "Aku tahu," jawab Laras, segera turun dari mobil dan melangkah masuk ke dalam rumahnya dengan langkah cepat. Pandangan Randi terus mengikuti gadis itu hingga sosok gadis itu masuk ke dalam rumah tidak terlihat lagi. Kening pemuda itu mengkerut, memikirkan keheningan adik sepupunya, dia bertanya-tanya hal apa lagi yang membebani pikiran Laras. Setelah beberapa saat, Randi memutar mobil dan berkendara kembali ke kampus. Laras mengintip dari jendela depan rumahnya dengan menarik sedikit tirai jendela. Setelah melihat mobil kakaknya pergi dari depan rumahnya, Laras menghela napas lega namun merasa terus gelisah. "Ini semua salah Rena!" serunya kesal, membalik badannya dan berjalan sembari menendang kaki meja untuk meluapkan amarahnya. Namun bukannya lega, dia menjadi semakin marah. "Ah! Sakit tau!" Gadis itu terduduk di sofa, dengan penuh keluhan memegang kakinya yang teraniaya. Keesokan harinya, Laras mengabaikan Rena di kelas. Ketika temannya itu mengajaknya mengobrol, Laras mendengus kesal tidak menanggapinya. Rena merasa temannya itu lucu dan berhenti mengobrol dengan Laras. Lagi pula dia sudah terbiasa dengan suasana hati Laras yang lebih berubah-ubah daripada cuaca di musim pancaroba. Namun tak lama kemudian dia mendengar seruan kesal temannya itu. Rena bertanya, dan Laras tidak menjawab. Di layar ponselnya, Laras sekali lagi membuka forum Universitas B, postingan tentang acara semalam sangat ramai. Salah satu postingan itu menarik perhatian Laras. Yaitu postingan yang membahas Randi dengan seorang gadis, dalam postingan tersebut juga disampirkan gambar di mana Randi bermain gitar dan tak jauh darinya seorang gadis tersenyum memegang mikrofon. Keduanya tampak sangat serasi dalam gambar, menuai banyak pujian di komentar. Namun Laras menganggap gambar ini membuat matanya sakit, ingin sekali dia menghubungi admin forum untuk menghapusnya. "Perasaanmu saat ini disebut cemburu." Kata-kata Rena semalam kembali terngiang di kepalanya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD