038. Membuktikan

1068 Words
"Kamu kenapa lagi sih?" Rena ditarik oleh Laras ketika waktu pulang sekolah. Dia yang belum sepenuhnya memasang resleting tas sekolahnya, harus melakukannya dengan buru-buru ketika diajak berlari. Ketika waktu pulang sekolah, koridor selalu sangat ramai dengan para murid yang berlarian. Namun karena mereka pulang di sore hari setelah pelajaran tambahan untuk kelas dua belas, koridor tidak begitu ramai lagi, hanya diisi oleh murid-murid kelas dua belas yang tampak lusuh seolah energi kehidupannya baru saja tersedot habis. Namun berbeda dengan orang lain yang tampak tak bernyawa, Laras entah bagaimana tampaknya baru saja menerima pencerahan dan langsung menariknya lari keluar kelas begitu guru mengakhiri pelajaran. Entah rencana aneh apa lagi yang dipikirkan gadis itu. "Aku ingin membuktikan!" kata Laras dengan tegas, seolah dia baru saja mengatakan sesuatu yang penting dan sangat bersejarah dalam hidupnya. Rena menatap Laras dengan pandangan kosong, menarik tangannya dari Laras agar bisa jalan dengan tenang. Sebelum tiga detik berlalu, Laras telah menarik tangan Rena kembali dan membawanya berlari. "Bukannya kamu atletik? Kenapa lemah sekali sih," gerutu Laras. "Siapa bilang aku atletik? Ngawur kamu," balas Rena. Laras hanya berdecak mengungkapkan ketidakpercayaannya. Rena selalu mengikuti kegiatan olahraga apa pun di sekolah. Daripada Laras yang memilih bersantai dan menikmati waktu di bawah perlindungan atap, Rena lebih sering melakukan kegiatan di luar ruangan, dan dapat melakukan berbagai macam olahraga dengan baik. Bahkan ketika diadakannya acara olahraga setiap semester, Rena pasti akan mengambil beberapa lomba olahraga untuk dirinya sendiri. Tentu saja Laras berbeda, jika tidak diwajibkan, dia bahkan enggan mengambil satu jenis olahraga pun. Setelah sampai di halte bus, Laras langsung mengeluarkan ponselnya. Rena mengamati Laras mencari nomor kontak Randi dan memanggilnya. Setiap hari Laras akan menelepon Randi untuk meminta dijemput, jadi hal itu tidak aneh sama sekali. "Halo, Randi? Jemput aku, aku di pusat kota sekarang. Di depan butik yang terakhir kali aku datangi dengan Rena. Hah? Apa katamu? Aku tidak dengar, pokoknya jemput saja. Dah!" Setelah itu Laras memutuskan panggilan secara sepihak. "Kamu di pusat kota?" tanya Rena dengan kosong. Dia melihat sekitar di mana mereka masih berada di halte depan sekolah. Jadi pusat kota mana yang dikatakan Laras? Laras mengangguk, masih sibuk dengan ponselnya. "Ayo ke pusat kota," katanya sembari menunduk menatap ke arah layar ponselnya. "Hah?" Rena mengerjap, menatap ke arah Laras dengan bingung. "Kenapa kita ke sana?" tanyanya tidak mengerti. Namun nyatanya pikiran Laras selalu berbeda jalur dengan orang lain sehingga setelah bingung sesaat, Rena segera memakluminya. Dia melirik layar ponsel gadis itu, melihat Laras sedang memesan taksi online menuju pusat kota. Sepertinya gadis itu melakukan apa yang dia katakan. "Oke, sip. Ayo pergi," kata Laras ketika melihat mobil dengan plat yang sama dengan taksi yang baru dipesannya berhenti di depan mereka. Rena hanya mengikuti Laras begitu saja, lagi pula di pusat kota banyak hal baik untuk dibeli. Dengan mengikuti Laras, Rena telah memikirkan hal apa yang akan dibelinya nanti. Tetapi sekarang sudah sangat sore, sebenarnya tidak baik untuk pergi begini saja. Dalam beberapa saat, Rena masuk ke perenungan, dilema antara mengikuti Laras atau pulang langsung. Jika dia mengikuti Laras, setelah pulang nanti, ibunya pasti akan mengomel lagi karena dia tidak pulang setelah sekolah selesai, tetapi jika dia langsung pulang, Rena merasa sangat disayangkan melewati waktu yang pas untuk shopping ini. Tak cukup satu menit merenung, Rena segera meneguhkan hatinya memilih ikut dengan Laras. Nanti saat dia melewati toko perhiasan, dia akan membeli kalung untuk ibunya, dengan begitu dia tidak akan diomelin dengan keras. Kedua gadis itu naik taksi dan segera menuju ke pusat kota. Laras terus menatap ke arah ponselnya, Rena dapat melihat kecemasan di wajah temannya itu. "Ada apa sih sebenarnya?" tanya Rena, sedikit penasaran dengan apa yang dipikirkan Laras saat ini. Lagi pula gadis itu selalu menciptakan pemikiran yang aneh, tidak bisa ditebak sama sekali. Laras diam sejenak, dia mengangkat kepalanya menatap ke arah Rena seolah ragu apakah akan mengatakannya atau tidak. Tetapi dalam beberapa tahun persahabatan mereka, Laras selalu terbuka pada Rena, jadi dia juga tidak merahasiakannya. "Aku ingin membuktikan perasaanku," katanya dengan pelan, takut sopir di depan mendengarnya. Pak sopir yang sama sekali tidak peduli urusan kedua anak muda itu terus menyetir dengan aman tanpa mengetahui dirinya kini diwaspadai. Rena melebarkan matanya sedikit ketika mendengar tentang itu. Dia menatap ke wajah polos Laras, dan bertanya dengan ragu-ragu, "Kamu ingin membuktikan perasaanmu kepada Randi benar atau tidak?" Laras mengangguk membenarkannya. "Apa yang ingin kamu lakukan?" tanya Rena lagi, merasa sangat tertarik. Dia bahkan memiliki keinginan bertepuk tangan saat ini. Laras menunjukkan layar ponselnya kepada Rena. "Kencan," jawabnya. Di layar ponsel, terdapat sebuah halaman blog tentang hal-hal menarik yang dilakukan ketika kencan. Rena menganggukkan kepalanya, kemudian dia menyadari bahwa kehadirannya mungkin agak salah. "Kamu ingin kencan dengan Kak Randi, lalu bagaimana denganku? Untuk apa aku ikut?" Ketika mendengar Rena mengatakan dirinya akan kencan dengan kakak sepupunya, Laras merasa sedikit aneh, telinga gatal sehingga dia mengusapnya berulang kali. "Kamu harus ikut," katanya dengan penuh ketegasan. "Sebutkan alasan mengapa aku harus ikut," kata Rena menyipitkan matanya curiga. Laras mengerutkan keningnya, "Aku akan memberikanmu satu dos besar keripik," katanya. "Oke!" Rena setuju begitu saja. Melihat begitu gampangnya temannya diculik dengan menggunakan satu dos keripik, Laras menatap Rena aneh. Dia merasa bahwa jika ada paman-paman aneh yang mengetahui kesukaan Rena pada keripik, maka itu akan sangat berbahaya. Setelah turun dari taksi, Laras tersenyum lebar ketika melihat mobil Randi telah tiba sebelum mereka. Dia langsung berlari ke arah kakak sepupunya, berhenti di beberapa langkah jauhnya lalu melanjutkan dengan melangkah perlahan tanpa suara. Niatnya adalah untuk mengagetkan Randi, namun saat dia berlari tadi, kehadirannya telah ditemukan oleh kakak sepupunya itu. Sebelum Laras sampai, pemuda itu telah menoleh ke arahnya. Laras langsung berjalan seperti biasa, terkikik geli ketika dirinya ketahuan ingin melakukan hal nakal. Melihat senyum adiknya yang lebar, Randi tanpa sadar tersenyum juga. "Apakah kamu ingin bermain dengan Rena dulu di sini?" tanya Randi dengan tenang mengangkat tangannya ke atas kepala Laras. Untuk hal langka, Laras membiarkan tangan kakak sepupunya mengelus rambutnya. Dia menatap ke wajah Randi yang selalu tampak datar dan menggelengkan kepala, "Tidak, aku ingin bermain denganmu," katanya. "Um?" Randi mengangkat alisnya untuk mempertanyakan ucapan Laras. Laras tersenyum lebar, cahaya matahari emas di sore hari jatuh menyelimuti tubuhnya membuat gadis itu menjadi sosok yang paling bersinar. "Aku ingin bermain denganmu, kamu harus setuju. Ini sangat penting, jadi bekerja samalah dengan baik." Meski Randi tidak paham apa yang diinginkan Laras, tetapi dia tidak pernah menolak memanjakan gadis itu selama masih dalam batas kemampuannya, "Baik," katanya setuju dengan mudah.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD