039. Aku Lupa

1094 Words
"Ayo pergi ke mal!" Laras menarik tangan Randi, mengajak kakak sepupunya itu menuju gedung besar mal yang tak jauh dari tempat mereka. Randi hanya mengikuti begitu saja, membiarkan gadis itu menuntun jalannya dengan pasrah. Sementara di belakang mereka berdua, ada Rena yang tidak tahu harus melakukan apa. Dia ingin pulang ke rumahnya, namun mengingat Laras akan memberikannya satu dos keripik, dia mengurungkan niatnya dan mengikuti dua kakak adik bersepupu itu dengan santai. Hawa keberadaannya begitu tipis, mengikuti tanpa suara seolah dia adalah bayangan yang tak perlu dihiraukan keberadaannya. Laras membawa kakak sepupunya berkeliling di mal, mengunjungi setiap toko dan mencoba segalanya yang menarik di matanya. Selama waktu itu, dia hampir lupa bahwa dia kemari sedang menguji perasaannya sendiri. Ketika dia bertemu dengan berbagai macam benda-benda mati yang indah seperti gaun, dia langsung terlena dan sibuk memilih. "Ini cantik, apakah menurutmu ini cocok untukku?" Gadis itu mengambil salah satu gaun yang menarik minatnya. Gaun berwarna putih polos namun memiliki gaya yang unik dengan hiasan yang minim tetapi terlihat begitu elegan. Laras mencocokkannya di depan tubuhnya, menatap ke arah Randi dengan antusias. Randi menatap ke wajah penuh senyum adik sepupunya dan mengangguk, "Ya, sangat cocok, apakah kamu ingin?" Tanpa berpikir, Laras langsung mengangguk. Dia tersenyum lebar, sangat menyukai jawaban dari Randi. "Aku tidak bawa uang, bayarkan untukku," dia memberikan Randi tatapan lucu untuk menarik perhatian kakak sepupunya agar rela mengeluarkan kartunya untuk dirinya. Awal datang sekolah, Laras tidak memiliki rencana untuk pergi ke mal. Lagi pula dia hampir datang terlambat tadi pagi, jadi dia memang tidak memiliki waktu untuk ingat membawa satu pun kartu ATM pada dirinya. Lagi pula jika dia ingin membeli makanan yang membutuhkan uang recehan, itu selalu tugas Rena untuk membayar. Randi melihat label harga secara sekilas, melihat tatapan berbinar Laras yang tampaknya sangat menyukai gaun ini, Randi tidak tega menolaknya. Jadi dia mengangguk setuju. Berbeda dengan Laras yang memiliki tumpukan uang dengan nilai yang dia sendiri tak bisa hitung, Randi selalu dilatih mandiri oleh orang tuanya. Sejak dini, dia diberi uang jajan terbatas agar melatih dirinya mengolah uang dengan baik. Untungnya selama sekolah, Randi sering mengikuti kegiatan olimpiade sains ataupun kegiatan cerdas cermat yang menambah uang sakunya. Sejak dia menjadi mahasiswa, Randi mulai mencari cara untuk mendapatkan uang. Dia mulai berbisnis kecil dengan teman-temannya, namun masih awal sehingga modal telah hilang dan pendapatan belum terlihat. Tetapi Randi memiliki beberapa tabungan yang masih dapat melindungi dirinya. "Yes, kakakku Randi memang yang terbaik, tertampan, dan tersayang!" Laras tidak ragu untuk memuji seseorang ketika orang tersebut menyenangkan hatinya. Dia bersorak sangat senang, menghela napas bahwa dia memiliki kakak sepupu yang sangat baik yang dapat memenuhi segala keinginannya. Randi tersenyum lembut, berkat semangat Laras, dia mulai melupakan keragu-raguannya di awal dan segera mengeluarkan kartunya untuk menyenangkan hati gadis itu. Tak hanya gaun, Laras akan berhenti di setiap toko dan tak lupa membawa tas belanjaan ketika keluar dari toko tersebut. Tak hanya kedua tangan Randi telah penuh dengan memegang tas belanja, bahkan Rena yang kini bertugas sebagai bayangan yang tak dihiraukan pun harus mengemban tugas tambahan sebagai pengawas dan penjaga, memegang tas belanja Laras yang banyak. Gadis itu masih memiliki tangan kosong, dia tampak sangat ringan dan bebas. Melihat kakak sepupunya dan teman dekatnya memegang tas belanja untuknya sedang kerepotan, Laras tertawa terbahak-bahak, tidak merasa terbebani sama sekali "Ayo kita main dulu," kata Laras menunjuk ke area game center. Randi mengangguk secara otomatis, tampaknya tidak tahu cara menggelengkan kepala dihadapan senyuman mempesona adik sepupunya. Sedangkan Rena telah memutar matanya, merasa menyesal telah ikut bersama kedua bersepupu itu. Namun dia terus mengulangi di pikirannya tentang satu dos keripik sehingga dia mulai tenang dan mengikuti dari belakang tanpa suara. Laras bermain setiap mainan dengan senang, ingin mengajak Randi bersamanya. Namun melihat kakak sepupunya membawa banyak barang miliknya, Laras menggelengkan kepala tak berdaya, "Kamu tak perlu ikut bermain, cukup aku saja. Kamu lihatin saja aku bahagia, nanti kamu akan bahagia juga," kata Laras dengan yakin, sangat mempercayai konsep ucapannya sendiri. Randi tertawa rendah mendengarnya, jika saja kedua tangannya tidak membawa tas belanja saat ini, dia pasti akan mengangkat tangannya dan mengusap kepala gadis itu, yang sangat licik dengan senyum lebar. Begitu saja, akhirnya hanya Laras yang bermain dan kedua lainnya memperhatikan gadis itu bersenang-senang dari satu permainan ke permainan lainnya. Ketika koin di tangannya habis, dia akan memberikan tatapan penuh arti kepada kakak sepupunya dan mendapatkan tumpukan koin baru untuk mulai bermain lagi. Hingga akhirnya gadis itu merasa bosan sendiri dan berhenti bermain dengan membawa beberapa gantung tiket permainan yang telah didapatkannya. Laras pergi menukar tiket yang didapatkannya, karena dia sangat payah dalam bermain, dia tidak mendapat begitu banyak dan hanya bisa menukarnya dengan sebuah pena yang tampak sangat buruk tak sesuai dengan estetikanya. "Buat kamu, ambilah, tidak perlu berterimakasih." Laras meletakkan pena tersebut di saku baju Randi, tidak begitu terkesan dengan pena gambar Spiderman itu. Tak terasa waktu telah berlalu dan saat ini telah malam, Randi mulai menuntun kedua gadis itu untuk makan sebelum pulang. Hal itu membuat Laras sedikit cemberut, dia masih ingin bersenang-senang beberapa jam lagi. Meski Randi selalu menuruti keinginan Laras sedari tadi, dia sangat tegas dalam mengatur hidup Laras, sehingga tidak lagi termakan oleh tatapan penuh harap gadis itu. Bahkan Rena yang hanya jadi bayangan tidak menyadari waktu berlalu begitu saja. Dia memeriksa ponselnya dan melihat layar ponselnya penuh dengan panggilan tak terjawab dari orang tuanya serta pesan penuh ancaman. Setelah menjawab pesan dari orang tuanya, dia menghela napas. Makan bersama kedua orang itu dan pulang begitu saja. Setelah mengantar Rena pulang, Randi mengantar adik sepupunya yang terkapar di kursi. Mungkin karena baru saja bermain dengan sangat bahagia, Laras merasa lelah dan akhirnya tertidur dalam mobil. Setelah mobil berhenti di pekarangan rumah besar, Randi menoleh dan menunjukkan senyum tak berdaya melihat gadis itu menutup mata dan menampilkan ekspresi polos dan naif ketika tidur. Berbeda di saat bangun, Laras terlihat semangat dan begitu hidup, ketika tidur, gadis itu tampak tenang seperti malaikat yang indah dan mempesona. Tidak ada yang bisa menebak bahwa gadis ini suka mencari masalah hanya dengan melihat wajah tidurnya yang begitu tenang. Tangan Randi terulur, menyingkirkan helai rambut yang menghalangi wajah gadis itu, menunjukkan wajah tidurnya sepenuhnya. Tidak tahu apa yang dipikirkannya, pemuda itu diam-diam tertawa rendah. Kemudian dia turun dari mobil dan membawa gadis itu masuk ke dalam rumah. Laras membuka matanya, melihat sekeliling dan bangkit tanpa curiga. Dia mencoba mengingat hal yang terakhir kali dia lakukan sebelum tertidur dan segera menghela napas. Dia teleportasi lagi setelah tidur. Tak perlu dikatakan, ini pasti ulah kakak sepupunya. Ketika dia bangun dari tempat tidur, Laras berhenti sejenak dan matanya melebar. "Aku lupa membuktikan perasaanku!"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD