040. Sangat Bias

1123 Words
Laras datang ke sekolah dengan lesu, Rena hanya menatap santai sembari memakan keripik di tangannya. Hari ini Laras datang dengan rambut terikat kuncir kuda, ikat rambut berwarna merah muda tampak seperti bunga mawar di kepalanya. Poni tipis sampai alis membuat wajahnya menjadi lebih bersih dan cerah. Hanya saja ekspresinya yang membatalkan semua kecerahan dan sinar dari tubuhnya. "Kenapa kamu tidak mengingatkanku kemarin?" tanya Laras, menuduh Rena begitu saja. Dia berpikir lagi dan tentu saja ini salah Rena. Tidak mungkin ini salahnya. Kemarin dia berniat untuk kencan dengan Randi dan membawa Rena semata-mata agar dia memiliki seseorang yang mengingatkannya tentang tugasnya. Tetapi Rena sama sekali tidak berguna. "Ingatkan apa?" tanya Rena dengan santai. Beberapa murid saat ini tiba sekaligus, datang dan menambah kehebohan dalam kelas. Suasana ricuh tercipta begitu saja, entah apa yang dibahas, membuat beberapa orang bersorak dengan bahagia. Kelas baru saja dibersihkan oleh beberapa orang yang piket hari ini. Namun murid yang datang dengan entengnya masuk tanpa beban hati, membuat jejak sepatu tercetak di lantai. Hal itu membuat perang dunia pecah, seolah seribu kuda menyerbu dan saling berperang, kelas menjadi medan perang yang berbahaya. Rena selalu menyukai menonton konflik orang lain. Dia langsung mengabaikan Laras yang mengoceh di sampingnya dan dengan penuh minat menyaksikan beberapa temannya adu mulut. Melihat suasana semakin memanas, dia akhirnya bangkit berjalan mendekati teman-teman kelasnya itu. "Aku kan bilang kemarin ingin kencan, tetapi kamu ada namun tidak mengingatkanku sama sekali. Rencana yang sudah aku atur dengan sebaik mungkin tidak terjadi, aku lupa membuktikan perasaanku dan rasanya seperti kemarin hanya sia-sia saja. Kamu seharusnya— hei, kamu mau kemana?" Laras menghentikan ocehannya, memanggil Rena yang meninggalkannya begitu saja. Rena hanya mengangkat tangannya, "Tunggu sebentar," katanya. Langkahnya santai menuju ke kumpulan teman-temannya. Dia berhenti dan segera meletakkan lengannya ke bahu siswi kenalannya. "Sudahlah, kalian sudah besar, jangan bertengkar hanya karena masalah sepele." "Masalah sepele apa? Kami sudah capek-capek menyapu dan mengepel dari tadi dan mereka mengotorinya begitu saja, bagaimana kami tidak marah?" Yang bicara adalah Kidar, dia siswi yang sedikit keras dan tampak tangguh. Dikabarkan baru saja putus dengan pacarnya sehingga emosinya menjadi mudah meledak. Rena mengangguk, tersenyum sangat ramah dan mengalihkan tatapannya ke Halim dan teman-temannya sang biang masalah. "Nah, kalian ambil sapu dan pel untuk membersihkannya kembali. Aku dengar hari ini OSIS akan datang melakukan razia, jika kelas kita kotor ketika mereka datang, maka poin kita akan berkurang." "OSIS akan razia?" Seorang murid segera bertanya, satu kelas langsung masuk ke dalam keheningan. Rena mengangguk lagi, "Aku dengar sih gitu." Sontak setiap murid menyebar ke bangku mereka masing-masing untuk menyembunyikan apa yang harus disembunyikan dan melenyapkan bukti yang harus dilenyapkan. "Hei, bersihkan dulu," Rena mencegah Halim yang akan kabur. Halim enggan, dia ingin ke bangkunya sekarang tetapi para siswi ini terus saja mencegatnya. "Bersihkan," suara Laras terdengar tegas, tatapannya yang tampak merendahkan dan angkuh memerintah dengan lancar dan ringan, seolah itu adalah hal alami yang bisa dia katakan. "Baik Tuan Putri," ucap Halim segera, langsung mengajak teman-temannya mengambil sapu dan pel untuk membersihkan kekacauan mereka. Laras merupakan dermawan kelas. Mereka sering diajak merasakan berbagai kesenangan hiburan dan liburan oleh Laras yang kekayaannya berada di puncak kelas. Halim tidak mampu menyinggung orang besar itu. Melihat Halim benar-benar menurut, Laras mendengus keras. Dia mengerutkan kening dan melirik ke arah temannya yang merepotkan. "Serius OSIS bakal razia?" tanyanya dengan pandangan curiga. Rena mengangguk, "Ya, ini informasi dari orang dalam," katanya sembari tertawa. Dia memiliki banyak sumber informasi dari berbagai tempat, itu pun karena Rena suka berinteraksi dengan orang lain. Berbeda dengan Laras yang tampak menyendiri dengan hanya satu teman, Rena memiliki teman dari berbagai kelas dan organisasi. "Oh, lalu aku akan menyembunyikan alat riasku." Laras berkata, mengambil alat rias dari tasnya dan benar-benar menyembunyikannya. Dia menatap keliling mencari tempat persembunyian dan segera membuang semuanya di laci guru. "Tempat teraman ialah tempat yang paling berbahaya, siapa yang akan mengira ada hal terlarang di meja guru?" kata Laras dengan senyum cerah, tertawa keras dengan senang. Rena mengangguk tanpa minat, mengamati teman-temannya tiba-tiba bermain licik menyembunyikan semua barang penyeludupan mereka ke berbagai tempat. Misalnya di belakang buku dalam rak buku, di ventilasi jendela, dan bahkan ada yang membuangnya langsung dari jendela. Ketika OSIS datang, tidak ada satu pun barang yang tersita. Sebagai murid, beberapa anggota OSIS menyadari adanya interaksi terlarang yang terjadi dalam kelas ini, namun mereka tidak mencari tahunya dan memakluminya. Lagi pula sebagai sesama murid di sekolah, mereka rata-rata adalah teman dan tidak begitu ketat ketika razia yang terkadang memutuskan tali persahabatan. Setelah anggota OSIS pergi, beberapa murid menghela napas lega dan mulai mengembalikan barang penyeludupan dari tempat persembunyian. "Untung saja ini bukan zamannya Kak Randi lagi," kata seorang murid yang bernama Rita. Seorang murid lainnya mengangguk dan menjawab, "Ya, jika ini masih jaman ketika Kak Randi menjabat, semua barang kita pasti kenak sita." "Rena terbaik, untung ada kamu!" Rena terkekeh, mengangkat jempolnya sebagai tanggapan. Memang benar yang mereka katakan, ketika Randi menjabat sebagai ketua OSIS, setiap razia akan mendapatkan banyak barang yang disita dari murid-murid. Tidak akan ada bocoran kapan razia itu dilaksanakan. Jangankan murid biasa, anggota OSIS pun harus sangat disiplin dan tutup mulut mereka dengan ketat. Jadi setiap murid pasalnya sangat segan kepada Randi, entah itu karena takut atau menghormatinya. Berbeda ketika Randi menjabat, saat ini OSIS telah kendur. Setiap razia telah ada peringatan sebelumnya, para anggota OSIS pun selalu ragu setiap ingin mengurangi poin murid. Karena keterikatan persahabatan antar murid, mereka takut menyinggung murid lain yang menyebabkan hal itu terjadi. Rena menghela napas, "Sebenarnya masih lebih baik jaman Kak Randi menjabat, sekarang semua murid menjadi seenaknya." Laras mendengarkan ucapan para murid yang sedang mengobrol santai. Dia selalu ingat bagaimana Randi mengambil semua alat riasannya untuk disita, saat itu dia sangat kesal pada Randi dan bahkan berniat mengabaikan kakak sepupunya itu. Namun tak perlu waktu lama, setelah pulang sekolah, Randi mengembalikan semua barang sitaan kepada Laras, membuatnya kembali senang dan bahagia. Mungkin hanya Laras yang mendapatkan perlakuan istimewa dari Randi si ketua OSIS yang ketat dan disiplin. Laras selalu merasa itu adalah hal yang wajar dan tidak pernah memikirkannya. Namun setelah mendengar obrolan dari hati ke hati teman-teman sekelasnya, Laras menyadari bahwa Randi agak bias kepadanya. "Aku ingin menguji perasaanku lagi," kata Laras dengan tenang. Rena mengangkat alisnya, menoleh untuk menatap temannya itu. "Pulang sekolah ini?" tanyanya, merasa sedikit lelah. Laras menggelengkan kepalanya, "Besok ketika libur, aku akan mengajak Randi kencan!" "Oh," Rena mengangguk, "aku tidak perlu ikut kan?" tanyanya dengan santai. Laras menatap temannya dengan ekspresi hampa, seolah baru saja mendengar omong kosong yang tidak penting. "Apakah kamu masih temanku?" tanyanya. "Kamu tahu apa itu kencan?" tanya Rena, "Kencan adalah kegiatan dua orang, kenapa aku harus ikut?" "Saat aku kencan, kami akan menganggapmu bukan orang, semudah itu." Laras tanpa ampun membalas dengan kejam dan angkuh, menatap menantang kepada Rena.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD