003. Tipe yang Menarik

1344 Words
Laras mengerjap, "Hah? Apa maksudmu? Ayo katakan! Jangan sok misterius seperti itu." Rasa penasaran Laras yang tadinya hanya sebongkah batu kini diperbesar karena kata-kata Randi. Dia mengerutkan keningnya, meraih kemasan keripik Rena dari meja sebelah agar temannya itu tidak berisik ketika mengunyah makanan. Jangan sampai dia melewatkan informasi yang sangat penting. Namun setelah tertawa, Randi tidak memuaskan rasa penasaran Laras. "Bukan apa-apa, aku hanya bercanda denganmu." Kening Laras mengerut dalam, dia tentu tidak mempercayai apa yang kakak sepupunya itu katakan. Pasti ada sesuatu yang disembunyikan namun Randi enggan untuk mengatakan kepadanya. "Jangan seperti itu, katakan saja. Aku janji akan menjaga rahasiamu seperti aku menjaga rahasiaku sendiri," kata Laras dengan keteguhan dan ketulusan yang amat banyak. Dia menepuk dadanya untuk mengungkapkan betapa bisa diandalkannya dirinya ini. Rena di sampingnya mencibir, "Maka itu lebih berbahaya, rahasia orang setidaknya kamu akan melupakannya, tetapi rahasiamu sendiri akan kamu sebarkan seolah tidak ingin satu pun orang tidak mengetahuinya." Laras segera menjauhkan ponselnya agar jangkauan menerima suaranya tidak sampai Rena. Dia menoleh dan melotot marah ke teman yang tidak dianggapnya itu. "Jangan dengarkan omong kosong Rena, aku sangat setia dengan kata-kataku. Jadi beritahu aku kakakku Randi yang tampan dan keren, Randi yang teristimewa dan terbaik sedunia. Ya, ya?" Entah bagaimana caranya, Randi dapat membayangkan saat ini Laras sedang melebarkan matanya menatapnya dengan wajah memelas yang biasa dia gunakan untuk mendapatkan apa yang diinginkannya. Jika ini tentang hal lain, Randi tidak akan ragu untuk memberitahu Laras. Namun hal tentang ini benar-benar tidak boleh diberitahukan kepada gadis naif itu. Ini benar-benar sesuatu yang bisa membuat Laras takut, bahkan dia sendiri takut akan hal ini. "Aku sedang membahas tugas dengan kelompokku, apakah kamu ingin aku menjemputmu pulang?" tanya Randi dengan kelembutan yang jarang dia gunakan untuk orang lain. Laras berpikir sejenak, dia melirik Rena dan kemudian menggelengkan kepala. "Tidak usah, aku ingin pergi jalan-jalan dengan Rena pulang sekolah ini." "Um, kalau begitu aku harus lanjut untuk menyelesaikan tugasku." Laras mengangguk, "Oke." Panggilan terputus, Laras segera menoleh kepada Rena. "Sebentar kita ke mal, oke?" Rena secara alami setuju, lagi pula pergi shopping dengan Laras merupakan hal yang menyenangkan. Alasannya tentu karena dengan Laras, Rena lebih menghemat uang jajannya dan dapat membeli apa pun tanpa menahan diri. Inilah salah satu alasan Rena tahan dengan semua sifat dan sikap Laras. "Oke, kebetulan aku ingin membeli sepatu olahraga." "Oke," Laras mengangguk dan mengangkat jempolnya. Dia menyadari kemasan keripik Rena masih di tangannya dan menyerahkannya kepada Rena kembali. Ketika Laras kembali bermain dengan ponselnya, dia selalu berpikir bahwa dia sepertinya melupakan sesuatu. Namun seberapa besar pun Laras berusaha mengingatnya, dia tidak dapat mengetahui apa yang dilupakannya itu. Hingga akhirnya otaknya yang jarang digunakan itu merasa lelah dan memilih untuk bersantai dengan bermain media sosial. "Jadi apakah kakakmu benar-benar punya pacar?" tanya Rena dengan penasaran, lagi pula dia selalu menjadi orang yang menyukai gosip dan drama kehidupan orang lain. Itu benar-benar menarik baginya untuk mengetahui setiap hal tentang orang lain. Laras segera menoleh ke Rena, hampir saja mematahkan lehernya karena gerakannya yang tidak kecil. Dia mendesis dan mengusap rangka lehernya sebelum menggeram kesal. "Randi sialan, dia benar-benar mengalihkan perhatianku sehingga aku lupa mendesaknya untuk menjawab. Tetapi aku yakin dia sudah punya pacar." Rena mengangguk, "Jika ada jawaban yang pasti, beritahu aku. Aku agak penasaran juga bagaimana tipe wanita Kak Randi." "Kamu tidak terkejut sama sekali?" tanya Laras. "Kenapa aku harus terkejut? Bukan hal aneh untuk pacaran saat ini, kamu benar-benar menganggap kakakmu tidak punya hati untuk menyimpan perasaan dengan orang lain?" Rena berdecak lidah, menatap Laras dan akhirnya menggelengkan kepala. Laras mengangguk, dia benar-benar tidak pernah berpikir kakak sepupunya itu akan memiliki seseorang yang disukai. Setelah pulang sekolah, Laras dan Rena pergi ke mal untuk berburu berbagai barang-barang kebutuhan atau sekadar cuci mata. Namun untuk Laras, setiap hal yang menarik di matanya akan dia dapatkan detik itu juga. Sehingga ketika keluar dari mal, Laras memiliki berbagai tas belanjaan di tangannya. Rena pun memiliki banyak tas belanja di tangannya, namun sebagian besar itu adalah milik Laras yang tidak mampu dibawa gadis itu. Setelah pulang, Laras melempar semua barang belanjaannya ke sofa lalu membawa salah satu tas belanja dan berlari untuk pergi ke rumah tetangga yang merupakan rumah Randi dan keluarganya. Sejak orang tuanya cerai, kebutuhan Laras sebagian besar di bawah tangan keluarga Randi. Meski begitu biaya hidup dari orang tuanya tetap mengalir lancar yang membuat Laras kadang bingung sendiri bagaimana menghabiskan sejumlah besar uang itu. Rumah keluarga Randi layaknya rumah sendiri untuk Laras. Dia masuk tanpa beban hidup dan menoleh kanan kiri untuk mencari jejak kehidupan. "Randi? Randi!" panggilnya, yang menyambutnya adalah bibinya yang merupakan saudara kandung dari ibunya— Rani. Rani merupakan wanita yang sangat lembut, meski umurnya sudah berkepala empat, tetapi dia tetap terlihat muda dengan wajah mulus penuh kelembutan dan ketenangan seorang ibu. "Randi belum pulang, Laras sudah makan siang?" tanya Rani, dia saat ini sedang duduk di sofa dengan sebuah pakaian di pangkuannya dan kedua tangan berusaha untuk memasukkan benang ke dalam lubang jarum. Laras cemberut ketika mengetahui kakaknya itu belum pulang, jadi dia duduk di sofa di samping Rani sembari menunggu kepulangan Randi. "Sudah, tadi makan dengan Rena di mal. Ibu Rani tahu tidak, Randi sudah mulai menyukai seseorang!" kata Laras dengan suara penuh misterius seolah sedang membagikan informasi yang paling mengejutkan abad ini. Dia benar-benar lupa bahwa sebelumnya dia mengatakan kepada Randi akan menjaga rahasia kakak sepupunya itu. Daripada terkejut, Rena malah tertawa geli, terutama karena ekspresi Laras yang sangat lucu ketika mengatakan hal itu. Namun tak dipungkiri juga bahwa kata-kata itu juga menarik minat Rani ketika mengetahui bahwa putranya yang tampak tidak tertarik untuk memulai hubungan benar-benar berpikir untuk mulai menyukai seseorang. Sembari tersenyum, Rena bertanya, "Oh ya? Siapa?" Laras segera mengeluarkan ponselnya, dia ingin menunjukkan postingan dari forum Universitas B yang sedari tadi membuatnya gemas ingin meremas rambut Randi. Namun sebelum dia berhasil membuka forum itu, ponselnya direnggut dari belakang. "Jangan dengarkan omong kosongnya," kata Randi yang baru saja pulang dan berjalan langsung menuju kamarnya. "Hei ponselku!" Laras buru-buru bangkit mengejar Randi masuk ke dalam kamar kakaknya itu. Kamar Randi sangat sederhana dengan dinding yang hanya berwarna putih bersih. Selain atribut umum yang seharusnya berada di kamar, hanya tumpukan buku yang melimpah di rak buku dan atas meja yang membuat kamar ini tampak lebih istimewa dari ruang kamar pada umumnya. Sudah sering Laras masuk ke dalam kamar ini, namun tetap tak bisa membantu untuk berdecak lidah ketika melihat tumpukan buku tebal. Apalagi semenjak Randi kuliah, kumpulan buku-bukunya bertambah menjadi dua kali lipat. "Jangan mengatakan sesuatu yang aneh kepada ibu," kata Randi, meletakkan barang-barang bawaannya di atas meja dan ponsel Laras di atas lemari pakaian. Laras melebarkan matanya, tangannya terulur ke atas ingin menjangkau atas lemari namun tinggi badannya tidak membantunya sama sekali. Dia menyerah setelah beberapa kali percobaan dan berbalik belakang untuk melihat Randi yang tersenyum menatapnya seolah sedang menyaksikan pertunjukan yang menarik. "Kembalikan ponselku," kata Laras dengan cemberut. Randi menghela napas, tidak tahan dengan wajah kesal gadis itu dan akhirnya menyerah. Dia mengambil kembali ponsel Laras dari atas lemari dan menyerahkannya kepada gadis itu. "Hal-hal dalam forum semuanya acak, jangan mempercayainya begitu saja." "Cih, lalu aku harus percaya padamu?" Laras meletakkan tas belanjaan yang dibawanya ke atas meja belajar Randi. "Aku tahu kamu sedang suka seseorang tetapi tidak ingin memberitahuku, sudahlah kamu benar-benar menyebalkan. Untungnya kamu punya adik baik yang pengertian sepertiku. Aku membelikanmu kalung yang sangat cantik dan indah, aku jamin tidak ada satu wanita pun yang bisa menolaknya. Berikan itu pada seseorang yang kamu suka dan kamu pasti akan mendapatkannya. Tenang saja meski sikapmu kaku dan membosankan, dengan wajahmu itu, jarang seorang gadis bisa menolakmu." Randi mendengarkannya dan menaikkan alisnya. "Aku kaku dan membosankan?" tanyanya. Laras memikirkannya dan mengangguk, "Ya, Rena pernah mengatakan bahwa gadis-gadis jaman sekarang menyukai pria nakal dan menarik. Jadi kamu yang setiap hari hanya berkutat dengan buku, bagaimana bisa membuat para gadis tertarik?' "Bagaimana denganmu?" tanya Randi, tangannya meraih tas belanjaan yang diletakkan Laras di atas meja. Dia melihat isinya yang ternyata sebuah kotak perhiasan. "Bagaimana denganku?" tanya Laras kembali dengan heran. Randi mengangkat pandangannya, "Bagaimana denganmu, apakah kamu juga menyukai tipe pria yang nakal?"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD