043. Paling Menyukaiku

1641 Words
Indra tertawa sangat keras setelah turun dari wahana roller coaster, dia sampai memegang perutnya yang terguncang akibat tawa yang berlebihan. "Kamu bahkan berteriak lebih keras dari Amelia," katanya disela-sela tawa. Ketika bermain roller coaster, suara jeritan Rehan terdengar sangat keras hampir merusak pendengaran Indra yang duduk di sampingnya, tetapi melihat raut wajah ketakutannya, itu membuat teman-temannya tak kuasa menahan tawa. Bukan hanya Indra, Fito, Amelia, dan bahkan Sofia dengan tega tertawa di depan Rehan, tampaknya hal ini akan menjadi lelucon untuk waktu yang lama. "Sialan kalian, aku hanya terkejut," kata Rehan mencoba membela diri. Rena sebagai satu-satunya murid SMA di antara para mahasiswa tersebut hanya tersenyum. Dia berusaha meminimalisir hawa keberadaannya sehingga orang lain dengan mudah mengabaikannya. Namun keberadaannya sebagai satu-satunya anak SMA sangat mencolok dan membuat yang lainnya terus mengobrol dengannya. "Kamu apanya Randi?" tanya Amelia, wajah penasarannya terlihat jelas. Mengenai pertanyaan itu, Rena sendiri bingung bagaimana menjawabnya. Masalahnya dia sama sekali bukan siapa-siapa Randi, dia hanya seorang teman Laras yang kebetulan adalah adik sepupu Randi. Rena mengusap kepalanya untuk merapikan anak rambut yang mengusap dahinya, menanggapi pertanyaan Amelia, dia tersenyum sangat ramah. "Aku hanya teman Laras. Setiap kali Laras keluar untuk bermain, dia selalu mengajakku." Para mahasiswa itu mengangguk. "Oh Laras itu adik Randi kan? Adik kandung?" Giliran Sofia yang bertanya. Dibandingkan Amelia yang tampak feminim, Sofia lebih menonjol dan terlihat tomboi. Terlebih lagi raut wajah dan gaya pakaiannya mendukung persepsi tomboi pada dirinya. Rena menggelengkan kepala, tanpa sadar tatapannya menangkap penjual makanan ringan tak jauh dari mereka. "Bukan adik kandung, hanya saja Randi selalu menjaga Laras dari kecil sehingga mereka memang tampak seperti saudara kandung," katanya, secara eksplisit menghindari untuk mengatakan kebenaran bahwa mereka adalah sepupu kandung. "Laras cantik, hanya sedikit galak." Rehan berkata dengan sedikit penyesalan dalam suaranya, "Jika tidak, maka aku akan meminta izin Randi untuk mendekatinya." Yang lain segera tertawa mendengarnya, namun Rena hampir kehilangan senyumannya yang segera kembali muncul sempurna. "Ya ya, sangat galak, kata-katanya juga terlalu tajam. Jika kamu ingin dengannya, maka kamu harus tahan mental." Sofia menepuk bahu Rehan untuk menyadarkan temannya itu. Amelia menutup mulutnya ketika tertawa, "Tidak mungkin, Rehan sangat rapuh, dia tidak bisa bertahan." "Kalian tolong jangan terus meremehkanku," kata Rehan tak berdaya terus menjadi bahan ejekan teman-temannya. "Tidak seperti itu, Laras nyatanya baik. Hanya saja dia selalu jaga jarak pada orang yang baru dikenalnya." Rena tersenyum penuh penyesalan, "Jika kata-katanya menyinggung, mohon maafkan dia." Indra melambaikan tangannya, "Jangan pedulikan, kami hanya bercanda. Tidak ada yang tersinggung sama sekali." "Ya, ya, kami memang suka bercanda, kamu harus terbiasa," sambung Sofia, dia mengulurkan tangannya untuk merangkul pundak Rena dengan akrab. "Oh iya, nanti kamu kuliah dimana?" "Inginnya sih di Universitas B," kata Rena dengan sedikit tawa geli, merasa bahwa keinginannya terlalu delusi. "Bagus, kamu akan menjadi junior kami. Jika nanti kamu dapat masalah ketika kuliah nanti, jangan ragu memanggil kami," kata Sofia, menampilkan ekspresi yang dapat diandalkan. Amelia tertawa oleh tingkah sok keren temannya tetapi mengangguk, "Ya, belajarlah keras agar dapat masuk ke kampus kami." "Bagaimana dengan Laras? Apakah dia juga akan kuliah di Universitas B?" tanya Rehan penasaran. Rena tersenyum kecil, menjawab dengan samar, "Kurang tahu, dia masih labil." "Ya, hal seperti itu harus dipikirkan dengan matang agar tidak ikut dalam kelompok salah ambil jurusan nantinya." Indra berkata dengan anggukan. Saat ini Fito mendekat membawa kantong plastik besar yang berisi makanan ringan. Dia membuka kantong plastik tersebut untuk menunjukkan isinya kepada semua orang. "Kalian ambillah satu persatu, jangan lebih." "Eh, sejak kapan kamu pergi? Aku tidak sadar sama sekali," kata Amelia sedikit kaget dengan kemunculan Fito tiba-tiba di sampingnya. Yang lain juga tidak ada yang menyadari Fito yang menghilang tadi, mereka baru menyadarinya ketika pemuda itu telah kembali. Fito tertawa pelan melihat setiap raut wajah terkejut temannya, mengguncang kantong plastik di tangannya agar yang lain bergerak cepat. "Ambilah," katanya lagi. Yang lain tidak ragu untuk mengambil makanan ringan dan minuman yang mereka suka. Amelia menoleh ke arah Rena, "Kamu ambil juga, tidak perlu sungkan dengannya." Fito mengangguk, "Ya, ambil saja sesuai selera." Indra tertawa, menoleh kepada Rena untuk mengobrol, "Dia suka bawa makanan tiba-tiba, tidak perlu ragu mengambil makanan jika dia membawanya. Itu tak lain untuk kita semua." Awalnya Rena ingin menolak karena tidak enak, namun terus didesak oleh para mahasiswa ini, dia akhirnya mengangguk dan mengambil satu bungkus keripik pisang yang telah diincarnya. "Terima kasih, Kak," katanya. "Tidak masalah, ambil minuman juga." Fito masih membuka kantong plastik. Rena melirik ke arah kantong plastik, melihat minuman yang berwarna-warni tetapi tidak ada rasa coklat atau air mineral. Jadi dia menggelengkan kepala untuk menolak, "Tidak usah Kak, ini saja." "Di kampus kami ada minimarket yang buka dua puluh empat jam, kamu bisa makan cemilan tengah malam jika ingin begadang, kampus D tidak memilikinya. Kampus kami menarik, bukan?" Sofia berkata untuk mempromosikan Universitas B dengan menjatuhkan Universitas D yang selalu dikatakan universitas terbaik di negara ini. Entah kenapa ucapan itu terdengar lucu sehingga Rena tertawa, "Ya, itu salah satu alasan aku ingin masuk Universitas B," balas Rena dengan candaan. "Kita sepemikiran." Rehan langsung mengangkat tangannya ke arah Rena, dan Rena dengan kooperatif bertos dengannya. Mereka terus mengobrol dengan riang ketika berjalan menuju tempat Randi dan Laras. Setelah sosok Randi dan Laras terlihat sedang duduk di bangku panjang, Amelia menghela napas. "Randi terlalu tampan," gumamnya. Meski suaranya rendah, namun dapat didengar oleh yang lainnya. Mereka langsung bersiul dan bersorak untuk menggodanya. Sofia bahkan menyenggol lengan Amelia, "Cie, tahu kok Randi selalu tampan di matamu." Rena melirik ke arah wajah Amelia yang terlihat malu, dia merenung dan segera bertanya, "Kak Amelia suka sama Kak Randi?" Amelia langsung mengangkat jari telunjuknya di depan bibirnya. "Ssstt, jangan keras-keras." "Iya, iya, dia suka. Sangat suka malah," kata Sofia, menjawab dengan semangat. Lalu dengan lancar memberitahukan perasaan Amelia kepada Rena, "Dia menyukai Randi pada pandangan pertama, tetapi tidak pernah mengutarakannya. Dia hanya secara diam-diam terus memandang Randi, secara diam-diam dekat dengan Randi, dan secara diam-diam tersenyum pada Randi." Rena mengangguk dengan senyum kecil, "Ternyata begitu," katanya. "Ya, tapi jangan beritahu Randi." Amelia menutupi wajahnya, merasa malu ketika membahas tentang perasaannya, meski begitu dia sangat senang ketika berbicara tentang ini, jadi dia meneruskan. "Apakah kamu tahu apakah Randi menyukai seseorang atau tidak?" tanyanya penuh harap. Rena tahu tetapi dia tidak akan memberitahu siapa pun. Dia membuka kemasan keripik pisang dan memakannya dengan santai ketika menjawab, "Tidak, aku teman Laras, aku tidak begitu akrab dengan Kak Randi," elaknya. Amelia menghembuskan napas kecewa namun mengangguk penuh pengertian, "Kami teman Randi tetapi bahkan tidak tahu apa-apa, dia terlalu tertutup." Sofia langsung menendang betis Indra, "Kalian para cowok tidak pernah saling curhat gitu tentang orang yang kalian suka?" "Pernah sih," jawab Indra dengan jujur. "Lalu, apa kata Randi? Apakah dia pernah katakan sesuatu?" tanya Sofia dengan mendesak. "Tidak," jawab Indra, "dia selalu membaca buku ketika kami mengobrol." Yang lain tertawa ketika mendengar itu. Rehan segera menindaklanjuti, "Ya, apa pun pembahasan kami, Randi akan selalu membaca buku. Jika kami tidak bertanya langsung, dia tidak akan berinisiatif untuk berbicara." "Randi terlalu pendiam," desah Sofia. Amelia mengangguk, "Tetapi tampak sangat keren, jarang pemuda seperti dia begitu suka membaca. Aku seolah melihat karakter utama dalam novel ketika melihat Randi." Ketika berbicara, tatapan Amelia tertuju lurus pada pemuda yang kini duduk di bangku panjang yang sedang menyentuh kepala seorang gadis dan tertawa geli. "Tetapi tampaknya dia tidak begitu pendiam di depan adiknya," ujar Amelia, terus memperhatikan interaksi Randi bersama Laras. Yang lain mengikuti garis pandang Amelia dan juga menyaksikan Randi yang usil yang terus membuat Laras kesal dan melotot marah. Jika saja mereka tidak tahu bahwa kedua orang tersebut kakak beradik, maka mereka mungkin akan berpikir bahwa mereka adalah sepasang kekasih. "Dia mungkin tipe yang akrab dengan orang terdekatnya saja," kata Fito dengan pelan, dia telah menyaksikan perbedaan karakter Randi ketika bersama dengan adiknya dan dengan orang lain. "Ya, tampaknya seperti itu." Sofia mengangguk, kemudian menoleh ke Amelia, "Itu artinya kita belum terlalu dekat dengan Randi. Kamu harus berusaha untuk lebih dekat lagi dengannya." Menerima sorakan dari temannya, Amelia mengangguk. "Ya, aku akan berusaha lagi." Dia mengepalkan tangannya, menyemangati dirinya sendiri. Rena diam-diam makan keripik, melirik kedua gadis itu secara sekilas. Jika saja Laras tahu apa yang dibahas para mahasiswa ini, gadis itu pasti akan mengamuk dan melemparkan tatapan permusuhan ke mereka, terlebih lagi pada Amelia. Sebelum mereka sampai, keripik Rena telah habis. Dia menunduk mengisap jarinya yang memiliki jejak bubuk balado, merasa ingin memakan satu bungkus keripik lagi. "Masih ada satu, mau?" Fito bertanya. Rena melihat masih tersisa satu bungkus keripik di tangan Fito, dia menggelengkan kepalanya, "Tidak, ibuku membatasiku agar tidak makan terlalu banyak keripik," tolaknya. Ibunya memang sudah sering menegurnya karena makan banyak keripik setiap hari, hanya saja Rena jarang mendengarkan, dia mengatakan itu sekadar menolak kebaikan Fito. Tidak baik untuk terlalu sering menerima kebaikan orang lain. Fito mengangguk, "Ya, memang tidak baik makan terlalu sering." Rena tersenyum, dia langsung mempercepat langkahnya untuk berdiri di samping Laras. "Dimana kamu beli ini?" tanyanya sembari mencubit gulali di tangan Laras, mengambil sebagian kecil dan memasukkannya ke dalam mulutnya. "Randi membelikannya untukku," jawab Laras. Kemudian dia mendengus, "Kamu sama sekali tidak bisa melihat makanan, pasti selalu ingin memasukkannya ke dalam mulutmu. Untung kamu suka olahraga, atau kamu akan menjadi gendut." Rena tertawa, terus mencubit gulali dari tangan Laras. "Ngomong-ngomong Kak Amelia menyukai Kak Randi," bisiknya. Amelia hanya mengatakannya untuk tidak memberitahu Randi saja, bukankah itu tidak masalah jika Laras tahu? Lagi pula tampaknya gadis itu sangat ingin dunia tahu bahwa dia suka Randi, jadi Rena tidak memiliki beban sama sekali memberitahukan hal tersebut kepada Laras. Mata Laras melebar, dia langsung menatap ke arah Amelia dengan waspada. Gadis itu tanpa sadar langsung memegang lengan kakak sepupunya. Randi baru saja bangkit berdiri dan menanggapi ucapan teman-temannya. Merasakan tangannya ditarik, dia menoleh untuk melihat adik sepupunya. "Ada apa?" tanyanya. Laras bangkit berdiri, tersenyum sangat lebar. "Kamu paling menyukaiku, bukan?" tanyanya dengan terbuka, sengaja tidak menurunkan volume suaranya agar semuanya bisa mendengarkannya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD