060. Kenapa Tidak Bisa Bersama?

1090 Words
Menjelang akhir tahun, semua menjadi lebih sibuk. Sekarang bukan kelas dua belas lagi yang akan pulang sore, beberapa kelas di bawahnya juga akan tinggal di sekolah untuk mengerjakan hal-hal yang akan mereka persembahkan dalam festival nanti. Hanya saja, malang untuk kelas dua belas karena memiliki waktu yang lebih sedikit dan mereka harus membahas acara mereka setelah les dan bahkan sampai pulang malam. Semua murid kelas 12 IPA 2 terhadang pulang cepat hari ini, mereka kini sedang sibuk mengatur yang akan mereka pentaskan nanti. Ruangan yang dulunya bersih dan rapi kini dibongkar, semua kursi dan meja disusun di pinggir untuk membuat para murid lebih leluasa dalam beraktivitas. Laras berjalan keliling kelas, melihat kesibukan para teman-temannya dengan mata penuh minat. Ketika sesuatu yang dilihatnya tampak menarik, dia akan berhenti dan menonton untuk beberapa waktu. "Wow, aku baru tahu kamu bisa melukis," kata Laras dengan mata takjub melihat Halim, seorang murid yang biang masalah kini melukis latar belakang untuk drama mereka nanti membuat beberapa teman sekelasnya berdiri di belakang dengan antusias melihat apa yang dia gambar. Halim terkekeh, dengan bangga menunjukkan papan tripleks yang sebagian besar telah ternodai oleh warna cat. "Sebenarnya aku sangat hebat, hanya saja aku tidak ingin mengambil pusat perhatian kalian semua dan bersikap rendah hati." Yang lain langsung mencemoohnya, tentu saja tidak mempercayai apa yang dia katakan. Laras pun juga terkikik, terus melihat sebuah istana yang digambar dengan baik. "Tapi Tuan Putri Laras, sungguh ini cat yang baik yang pernah aku miliki, terima kasih dengan hormat." Halim membuat pose tangan di dadanya dan tubuh tegap, berusaha terlihat seperti seorang bangsawan. Laras membuat gerakan menepis di udara, bersikap sangat santai. Sebagian besar properti yang mereka gunakan berasal dari uang Laras yang telah dinobatkan sebagai donatur terbesar di kelas bahkan jika dia daritadi hanya berjalan berkeliling tanpa melakukan apa pun, dia tetap mendapatkan kekaguman dari teman-teman kelasnya yang lain. Benar saja, uang dapat menyelesaikan segalanya, jika belum selesai maka itu berarti uangnya kurang. Saat Laras akan berbicara dengan angkuh dan mendominasi, ponselnya berbunyi mengganggu fokusnya. Dia meraih ponselnya dari saki seragam dan melihat bahwa itu bukanlah pemberitahuan panggilan dan pesan masuk, namun itu adalah pemberitahuan pengingat tahunan. Laras melihat dengan cermat pengingat apa yang kini mengganggunya. Namun ketika membacanya dengan hati-hati, matanya melebar karena terkejut. [Ulang Tahun Randi 1 Januari] Ini pemberitahuan tiga hari sebelum ulang tahun Randi! Laras langsung berbalik berjalan cepat dan meraih lengan Rena yang kini sedang menjahit kostum untuk pakaian kurcaci. Meski mereka telah memesan kostum pentas, tetapi beberapa kostum tidak bisa mereka dapatkan sehingga dengan sangat berat hati para siswinya akhirnya menyerah dan memilih untuk membeli kain dan menjahitnya sendiri. Untungnya Laras sebagai donatur terbesar kelas telah membeli beberapa mesin jahit elektronik yang memudahkan para gadis itu untuk bekerja. "Ada apa?" tanya Rena, merasa terganggu. Dia mulai merasa bahwa menjahit itu menyenangkan, terlebih lagi dia bisa membentuk apa pun yang dia inginkan. Laras dengan panik memperlihatkan layar ponselnya kepada Rena, berharap temannya itu melihat dan memberinya solusi. Namun Rena hanya melihat sebentar layar ponselnya dan segera menatap Laras dengan hampa. "1 Januari masih beberapa hari lagi, jangan ganggu aku sekarang." "Dih, apaan sih. Tersisa tiga hari! Aku harus ngapain sekarang, ini sangat penting," kata Laras dengan gelisah. Karena menyadari dirinya sangat pelupa, dia menyetel pengingat tahunan beberapa hari sebelum ulang tahun setiap orang terdekatnya. Itu tidak lebih agar dia bisa menyiapkan apa yang akan dia butuhkan ketika hari ulang tahun mereka. Namun sering kali dia pusing sendiri dan tidak tahu harus melakukan apa, menjadi cemas karena takut tidak bisa memberikan yang terbaik untuk ulang tahun orang lain. Terlebih lagi kali ini itu adalah ulang tahun Randi, seseorang yang telah menjaga dan menemaninya. Setiap hari ulang tahunnya, Randi-lah yang mengambil peran penting untuk membuat harinya berwarna. Dia tidak ingin memberikan hari yang buruk untuk Randi, dia ingin pemuda itu merasa bahagia juga di hari ulang tahunnya. "Ulang tahun Kak Randi kan tanggal 1, kenapa tidak mengundangnya ke festival nanti? Bukankah itu bagus?" saran Rena, tangannya bergerak lincah di mesin jahit, tatapannya bahkan fokus tidak peduli dengan kecemasan Laras lagi. Laras memikirkannya dan merasa bahwa itu sangat bagus. Dia mengangguk antusias. "Menurut kamu, jika aku mengaku kepada Randi di hari ulang tahunnya, apa reaksinya?" tanya Laras dengan hati-hati, merasa sedikit gugup ketika menanyakan itu. "Ah," jari Rena tertusuk jarum membuat setitik darah merah menetes darinya. Dia menoleh dan menatap temannya itu dengan tatapan peringatan, "Festival tahun baru nanti akan sangat ramai, jangan coba-coba melakukan hal aneh nanti." "Hal aneh apaan sih," kata Laras tidak senang. Dia meraih bungkus tisu kecil dari saku seragamnya dan menyerahkan kepada Rena. "Kenapa menyatakan perasaanku merupakan hal aneh?" tanyanya cemberut. Dia sudah menyadari betapa pentingnya Randi untuknya, mengamati setiap perilaku kakak sepupunya untuknya dan membuat gadis itu paham akan perasaan yang merambat di hatinya. Sayangnya setiap kali dia mengatakan itu kepada Randi, kakak sepupunya itu akan melarangnya mengatakan hal seperti itu, bahkan mengatakan bahwa perasaannya hanya rasa suka antara saudara. Namun Laras sendiri tahu bahwa itu lebih dari itu. "Ingat hubunganmu dengan Kak Randi, apakah kamu ingin membuat masalah untuk kakak sepupumu?" Rena berkata dengan pelan, tampak seperti sebuah bisikan. "Masalah apa yang bisa terjadi? Orang tuaku tidak akan melakukan hal buruk kepadaku," kata Laras dengan yakin. Karena telah meninggalkan putri mereka seorang diri di rumah yang besar dan luas, Gunawan dan Asri memang memiliki rasa bersalah. Sejak berumur 13 tahun, selain ejekan kekanakan ayahnya, Laras tidak pernah dimarahi dengan keras oleh keluarganya. Bahkan jika dia membuat kesalahan, paling banyak Randi-lah yang menegurnya dan menyelesaikan masalah tersebut untuknya. Kedua orang tuanya hanya memberinya kata-kata harapan dia bisa hidup bahagia. Rena melanjutkan kegiatannya, melirik sekilas ke arah Laras dan kembali sibuk. Sembari menjahit, dia akan berbicara dengan santai seolah tidak mengatakan sesuatu yang penting sehingga tidak menarik minat teman sekelasnya yang lain untuk mendengarkan. "Ya, ketika itu terjadi maka keluargamu tidak akan memarahimu, aku sangat yakin dengan itu." Lagi pula Laras adalah tuan putri yang dijaga dengan hati-hati oleh setiap orang, lanjutnya tanpa menyuarakan. "Tetapi bagaimana dengan Kak Randi?" tanya Rena, namun dia tidak membutuhkan jawaban apa pun dari Laras sebelum melanjutkan ucapannya, menjawab pertanyaan sendiri, "Kak Randi adalah orang yang menjaga dan merawatmu dalam beberapa tahun terakhir ini. Jika kamu dalam masalah, sasaran keluargamu terutama bukan padamu tetapi kepada Kak Randi. Jika kamu memulai hubungan yang terlarang dengan kakak sepupumu, maka Kak Randi yang akan disalahkan karena gagal merawatmu dan membuatmu melangkah di jalan yang salah." Laras mengerutkan keningnya, "Tapi Randi menyukaiku, dan aku juga mulai menyukainya. Kami berdua saling menyukai, kenapa tidak bisa bersama?" Rena terdiam, dia tidak bisa menjawab pertanyaan itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD