Bab 2

1007 Words
Yaudah, Bi. Tolong angetin aja sayurnya," ucap Iren. Tak masalah asistern rumah tangganya tak memasak. Yang penting ia bisa makan walau harus memakan masakan yang ia buat dan yang membuat ia terluka. Setelah mengatakan itu, Iren pun mendudukan dirinya di meja makan. Pandangannya lurus kedepan, ia menatap getir pada jendela yang menghadap langsung ke halaman. Bahkan, saat ini pun ... Iren masih berharap mobil suaminya datang, lalu tersenyum dan meminta maaf padanya. Tapi, nyatanya, khayalan hanya tinggal hayalan..Nyatanya semua takan terjadi. Karena dia tau, suaminya Takan pernah datang. Lamunan, Iren buyar kala asisten rumah tangganya membawakan makanan yang telah di panaskan. Iren pun dengan segera memakannya. Iren menyuapkan suap demi suap dengan hati yang hancur, membayangkan suaminya sedang bersama wanita lain, sedangkan dia merana seorang diri. Acara makan Iren pun selesai, wanita itu mendunduk, berusaha untuk tak menangis dan Saat acara makannya sudah selesai, dan setelah bisa menguasai diri, akhirnya bangkit dari duduknya kemudian kembali ke atas. Hari ini, ia berencana untuk pergi menjenguk sang ayah. 30 menit berlalu, ia sudah siap untuk pergi. Iren tampil cantik menggunakan dres selutut dan rambut yang di gerai. Ia memasuki mobil dan menjalankannya dengan kecepatan sedang. 25 menit kemudian, Iren pun sampai di depan kantor polisi. Ia bercermin, memastikan bahwa tampilannya sudah rapih. Ia tak ingin sang ayah tau tentang pernikahannya yang tidak sehat. Ia tak ingin membebani sang ayah dengan urusannya. ••• Iren terduduk menunggu sang ayah, matanya terus menatap pintu masuk dan berharap sang ayah segera keluar..Tak lama, munculah sosok lelaki paru baya yang tak lain adalah Aryan sang ayah. Aryan tersenyum lembut menatap sang putri, ia berjalan pelan dan duduk di depan Iren "Gimana kabar papah?" tanya Iren, membuat Aryan tersenyum "Papah baik, Iren," jawab Aryan. "Kamu baik-baik aja, kan?" tanya Aryan membuat Iren mengangguk. Namun, Aryan bisa melihat bahwa putrinya sedang tidak baik-baik saja. "Iren bawain makanan kesukaan papah, Nanti ...." perkataan Iren terputus saat Aryan mengenggam tangannya. "Kamu baik-baik aja, kan, Ren?" tanya Aryan lagi memastikan, tiba-tiba membuat Iren menunduk, dengan mata berkaca-kaca. "Iren ga baik-baik aja, Pah. Iren lelah!" lirih Iren dalam hati, seandainya bisa, ia ingin berkata begitu pada sang ayah. Namun, Iren tak bisa. Ia tak ingin menambah beban sang ayah. "Iren baik-baik, aja, Pah," jawab Iren dengan mata berkaca-kaca. Ia membalas gengaman tangan sang ayah lalu tersenyum. "Maafin papah, ya, Ren. Udah bikin kamu malu. Tapi, percaya sama Papah ... Papah sama sekali ga ngelakuin korupsi. Maafin, papah ya, Ren," ucap Aryan dengan tatapan sendu. Mendengar ucapan Aryan, tangis Iren pecah seketika ... Aryan selalu mengatakan kata-kata yang sama. Iren percaya, sang ayah tak mungkin melakukan korupsi, sang ayah adalah sosok yang sangat bijaksana, dan sudah mengabdi lama di rumah sakit. Mungkin takdir hanya sedang tidak berpihak pada mereka, hingga sepasang ayah dan anak itu sama-sama terbelenggu rasa sakit, walaupun penyebabnya berbeda. Sampai sekarang, Iren pun bingung dengan apa yang terjadi sebenarnya. Tanpa ada angin. Tiba-tiba sang ayah di tangkap karena korupsi dan yang lebih membuat Iren bingun adalah, tak ada satu pengacara pun mau membela sang ayah. Setiap ia menyewa pengacara, dan pengacara itu menyanggupi, tapi keesokan harinya pengacara itu langsung mundur, dan itu terjadi setiap kali Iren menyewa pengacara. Tanpa, Iren sadari semua adalah ulah suaminya. Ya, semua ulah Albi ... Ia tak ingin ayah mertuanya bebas begitu saja. Ia ingin istrinya semakin menderita. Iren melepaskan genggaman tangannya pada Aryan. Lalu ia menghapus air matanya. "Maafin, Iren juga, ya, Pah. Iren belum bisa bebasin papah. Iren janji, Iren bakal cari pengacara terbaik untuk papah," jawab Iren, membuat Aryan menggeleng, dia melemparkan senyuman yang lembut untuk sang putri, membuat Iren kian sesak. "Kamu ga usah pikirin, Papah. Papah ga apa-apa ... Yang penting kamu baik-baik aja, papah udah cukup," ucap Aryan membuat tangis Iren semakin pecah. "Waktu sudah habis!" ucap sipir penjaga saat waktu menjenguk sudah habis, Aryan pun menoleh kebelakang dan mengangguk. Lalu, ia kembali melihat lagi pada Iren. "Papah masuk, ya. Jaga diri kamu baik-baik," ucap Aryan pada Iren yang masih menangis. Ia bangkit dari duduknya dan sambil mengambil bungkusan yang di bawa oleh Iren. Batin Iren menjerit saat melihat punggung sang ayah yang akan masuk kembali ke sel tahanan. Iren ingin sekali menggenggam tangan sang ayah dan mengajaknya untuk pulang. Tapi, ia tak bisa .... Aryan bisa saja berkata dia baik- baik saja ... Tapi ia tau, sang ayah berbohong. Ia bisa melihat gurat lelah di wajah Aryan. Saat sedang berjalan ke mobilnya, tiba-tiba Iren menghetikan langkahnya saat merasakan perutnya kembali sakit, ia meremas perutnya saat sakit itu semakin menjadi-jadi. Dengan menahan perih, Iren berusaha berjalan ke arah mobilnya Iren menaruh kepalanya di stir kemudi, tangannya semakin keras meremas perut karna sakitnya semakin menjadi-jadi. Ia menghela napas berkali-kali, lalu menghembuskannya secara perlahan. Tak lama, ia terpikir untuk pergi ke rumah sakit untuk memeriksakan dirinya berharap baik-baik saja. •••• Iren terduduk lesu di kursi tunggu, ia menyenderkan kepalanya kebelakang karena selain perutnya terasa nyeri, ia juga merasakan tubuhnya begitu lemas. Antrian dokter kandungan begitu penuh, hingga ia terpaksa menunggu lebih lama. 20 menit kemudian. Namanya di panggil, Iren pun dengan lesu masuk ke ruang dokter. Jantung Iren berdegup kencang saat Dokter menggerakan crusor USG di perutnya. Melihat ekpresi sang Dokter saat memeriksanya, tiba-tiba Iren merasakan was-was. Ia yakin, kondisinya sedang tidak baik-baik saja. Dia memang sudah merasa ada yang aneh dengan kondisinya, dan raut wajah dokter menjelaskan semuanya.s ••• "Apa anda sudah sering mengalami sakit begini?" tanya Dokter memandang Iren lekat-lekat. Iren pun mengangguk, "Sudah dua Minggu ini, Dok," jawab Iren. "Apa saya menderita penyakit serius, Dok?" tanya Iren lagi, dokter itu tampak menghela napas berat, kemudian mengangguk. "Semua penyakit pasti ada obatnya, jadi apa pun yang saya sampaikan, tolong jangan membuat anda patah semangat," ucap Dokter tersebut, membuat Iren langsung terdiam,ia seperti akan mendapat kabar kematiannya sendiri. "Ja-jadi, a-apa yang terjadi pada saya, Dok?" tanya Iren terbara-bata, dia memberanikan diri, bibirnya bergetar. Sungguh, ia tak sanggup untuk mendengar ucapan Dokter, hingga wanita malang itu memejamkan matanya, karena dia tau dia akan mendengar hal yang menyakitkan tentang kondisinya. " Anda ...."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD