Bab 5

1204 Words
Setelah menyimpulkan apa yang sebenarnya terjadi, Iren langsung berjalan ke meja suaminya, ia mengubrak-ngabrik semuanya. Darah Iren sudah mendidih, amarahnya berkobar hebat saat membayangkan jika benar suaminya yang melakukan kekejihan terhadap ayahnya. Ia sudah mengacak-ngacak dan mencari di setiap tempat, tapi ia tak menemukan apapun. Iren menghela napas, berusaha meredam emosinya. Ia sadar, ia takan bisa mendapatkan bukti jika ia mencarinya dengan emosi. Dengan pelan, Iren membereskan kertas yang tadi acak-acak dan melihatnya kembali, menelusuri kertas-kertas apa saja yang ia pegang. dan dengan teliti membaca semuanya. Setelah membereskan semua yang di acak-acaknya, Iren beralih ke lemari di mana semua berkas-berkas terjerjer rapih di sana. Sama seperti tadi, ia memeriksanya satu persatu, berharap menemukan bukti yang tepat. Satu setengah jam berlalu, Iren belum menemukan apa pun. Padahal, ia sudah menelusuri semuanya. Membaca satu persatu berkas yang dia ambil. Tapi, tetap ia tak menemukan apapun. Sejenak, Iren mendudukan dirinya di sofa, ia menelusupkan kedua tangan ke wajahnya. Tangisnya tumpah saat membayangkan jika benar ini adalah ulah suaminya. Bagaimana ia bisa begitu bodoh, demi cinta yang menyakitkan, ia malah mengorbankan sang ayah. Iren menangis tergugu, ia merutuki kebodohannya yang terlalu dibutakan oleh cinta hingga kini menyiksa batinnya dan melukai sang ayah yang tak tau apa-apa. Setelah lama terdiam dan menangis, Iren terpikir sesuatu Kamar, ya, kamar ... Kamar yang di tempati oleh Albi jika Albi menginap di rumah. Tanpa menunggu lagi, Iren pun dengan segera bangkit dari duduknya dan pergi ke kamar Albi. Ia masuk ke kamar Albi, fokusnya langsung ke arah brankas, Iren menghela napas sejenak. Ia berusaha menebak sandi yang selalu di pakai oleh Albi, brankas Albi, adalah brankas khusus di mana hanya bisa membuka kode sekali, jika kode yang di masukan salah, brankas itu hanya bisa di buka lagi oleh sidik jari. Dan Iren, benar-benar harus bekerja keras memikirkan kode yang benar Iren menghela napas beberapa kali, ia mencoba memokuskan pikirannya, pilihan pertamanya adalah memakai kode ulang tahun Mahira, mertuanya. Karena saat berpacaran dulu, Albi memakai kode ulang tahun mertuanya untuk kode di ponselnya. Jarinya mulai terangkat, ia menekan kode brankas tersebut, setelah menekan tombol enter, Iren langsung memejamkan mata, jantungnya berdetak dua kali lebih kencang karena ia sungguh takut bahwa kode yang ia masukan salah. Klik Terdengar suara, dan Iren refleks membuka matanya, Ia menutup mulut karena ternyata brankas itu terbuka. Tanpa menunda waktu, Iren langsung membuka lebar-lebar brankas tersebut. Fokusnya langsung tertuju pada selembar kertas yang menyerupai sebuah cek. Iren mengambil kertas yang ternyata salinan sebuah cek, Iren membaca isi cek itu dengan seksama, keningnya mengernyit heran saal melihat nama si penerima cek tersebut, karena nama itu sungguh tak asing bagi Iren. Tiba-tiba, tubuh Iren terjatuh ke lantai. Lututnya melemas, tubuhnya terasa tak bertenaga saat menyadari semuanya. Nama orang penerima cek itu adalah pengganti posisi ayahnya, dan sebelum mengantikan posisi ayahnya, orang itu adalah bawahan ayahnya, hingga kini, Iren bisa menyimpulkan apa yang terjadi. Tangis Iren kembali luruh, dadanya terasa sesak. Pasokan udara di sekitarnya seakan hilang, hingga ia seperti tak sanggup lagi untuk bernapas. "Samuel Albi!" geram Iren saat ia sudah bisa menguasi diri dan yakin bahwa ayahnya di penjara adalah ulah dari suaminya. Iren mengepalkan tangannya, matanya memerah, dan kini, level kemarahan Iren sudah di level tertinggi, Level dimana ia ingin membunuh suaminya. Iren kembali bangkit dari duduknya, sekarang, tujuannya adalah menemui Albi, ia ingin sekali menghajar suaminya. Bahkan, jika bisa ... Ia ingin membunuh suaminya. Setelah bangkit dari duduknya, Iren keluar dari kamar dengan berlari. Ia menuruni tangga tanpa melihat kebawah, hingga beberapa kali ia hampir terjatuh karena kakinya tersandung. Iren merasa otaknya kosong seketika, di pikirannya adalah secepatnya bertemu Albi, dan melampiaskan amarahnya. Iren masuk ke mobil, menyalakannya dan menjalankannya dengan kecepatan penuh, ia sungguh tak bisa mengendalikan dirinya sendiri. 40 menit kemudian, Iren sampai di rumah sakit, Sangking emosinya seorang Iren, ia sampai memarkirkan mobilnya di sembarang tempat. Ia masuk ke rumah sakit dengan tergesa-gesa, bahkan mengabaikan suster dan dokter yang menyapanya dan terus berjalan, lalu menaiki lift untuk pergi ke ruangan suaminya Brak Dengan emosi, Iren membuka ruangan suaminya, dan ternyata Albi sedang melakukan meeting dengan beberapa orang staf. Semua yang berada di ruangan itu terperanjat kaget, termasuk Albi, mereka langsung bangkit dari duduknya dan melihat ke arah pintu. Plakk Satu tamparan langsung mendarat di pipi Albi, Iren menampar Albi, sebelum Albi membuka suara. Iren menampar Albi sangat keras, hingga suara tamparan itu begitu nyaring, ia benar-benar sudah tak bisa menahan amarahnya. Napas Iren masih memburu, Ia menatap Albi dengan penuh kebencian, beberapa orang staf yang sedang meeting bersama Albi, saling menyenggol, mengisyaratkan agar keluar dari ruangan Albi, sang direktur utama. Saat semua staf keluar dari ruangannya, Albi tersenyum sinis, lalu ia menoleh ke arah Iren, tatapan Albi mulai menggelap saat menatap Iren, begitu pun, Iren. Walau pun Albi menatap tajam padanya, Iren tak gentar. Ia pun sama, menatap Albi dengan penuh kebencian. "b******k!" teriak Iren di hadapan wajah Albi, membuat emosi Albi meredang. Albi mengangkat tanhannya dan mencengkram leher Iren. "Berani sekali kau berteriak di hadapanku, Hah!" teriak Albi. Ia semakin mencekram leher Iren dengan keras, hingga Iren meringis tertahan. "Be-baskan, A-ayaku, b******k!" ucap iren dengan terbata-bata. Ia tak bisa berbicara lancar karena lehernya di cekek oleh Albi. Mendengar ucapan Iren, Albi melepaskan cengkramannya. Membuat Iren terbatuk-batuk. "Jadi kau sudah tau?" tanya Albi dengan seringai yang menakutkan. Walaupun di tatap dengan tatapan mengerikan, Iren tak gentar. Ia masih menatap Albi dengan tatapan kebencian. Tanpa pikir panjang, Iren langsung menghajar tubuh Albi membabi buta, membuat Albi hampir saja terjatuh kebelakang karena gerakan Iren yang tiba-tiba. "Bebaskan ayahku b******k! bebaskan!" teriak Iren dengan emosi. Ia me memukul Albi dengan membabi buta, bukan hanya memukul, beberapa kali ia pun menendang tubuh Albi dengan kakinya. Dengan sekali gerakan, Albi mencekal kedua tangan Iren, membuat Iren langsung terdiam. "Berani sekali Kau!" teriak Albi, tiba-tiba, ia mendorong tubuh Iren dan menyudutkan Iren ke dingding, hingga kini, Iren tak bisa bergerak karna tubuhnya di kunci Albi "Bebaskan?" ulang Albi, ia tersenyum meremeh pada Iren, sedangkan Iren terus meronta-ronta agar terlepas dari suaminya. "Kau tau, ayahmu di penjara karena ulahmu sendiri! Seandainya kau tak menjebakku dan ayahmu meminta tanggung jawabku. Aku takan pernah kehilangan Bunga! ... Kalian harus bertanggung jawab atas kekacauan di hidupku," ucap Albi dengan rahang yang mengeras. Dulu, saat semua siap. Albi nekad akan membatalkan rencaka pernikahannya dengan Iren. Namun, Aryan kekeh ingin Albi bertanggung jawab, ayah mana yang rela jika lelaki yang telah menodai putrinya tak bertanggung jawab. Naasnya, Albi malah merasa bahwa ayah Iren ikut serta menjebak dirinya agar agar ia bertanggung jawab. Padahal, Aryan hanya ingin Albi bertanggung jawab tanpa bermaksud apa-apa. Rahang Iren mengeras, mendengar ucapan Albi yang selalu menyudutkannya. "Siapa yang mengacaukan siapa?" Desis Iren penuh amarah. "Kau yang menggodaku! Kita sama-sama bersalah! Sekarang, aku tau. Kenapa dokter Bunga tak mau lagi kembali padamu! karena kau tak adalah lelaki yang menjijikan!" Mendengar ucapan Iren, amarah Albi kembali berkobar. Tangannya langsung terangkat untuk menampar Iren. Namun, Iren dengan cepat mendorong tubuh Albi, hingga Albi tak jadi menamparnya. "Ceraikan Aku b******k! dan bebaskan aku!" teriak Iren dengan lantang. "Tidak akan! aku tidak akan menceraikanmu sebelum kau benar-benar menderita." Geram Albi. "Akan kuadukan pada kedua orang tuamu termasuk perselingkuhanmu selama ini!"teriak Iren lagi dengan emosi. Seketika Albi terdiam, ketika nama orang tuanya di sebut, Albi kalah telak ...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD