Bab 3 - Malam Panas Dengan Pria Asing

1072 Words
Dean akhirnya turun ke lantai dasar menemui Bara. Ia melirik Olivia sejenak sebelum mendekati Bara yang sedang berdiri santai meletakkan lengannya di atas meja, membisikkan sesuatu padanya. Bara sempat melirik Olivia sekilas sebelum kembali menatap Dean. "Bos ingin malam ini? tapi dia anak baru di sini." Dean mengangguk. "Pak Damian akan berikan berapapun yang kamu minta." Bara terlihat berpikir sejenak. "Hm ... Ok." Dean menyunggingkan senyum miring kemudian mengajak Bara berjabat tangan. "Deal!" Setelah negoisasi dengan Dean, Bara meracik sebuah minuman dan menuangkan sebuah bubuk putih ke dalam minuman tersebut lalu membawanya ke Olivia yang baru selesai mengantar pesanan minuman. "Olivia!" panggilnya. Olivia menoleh kemudian dengan patuh menghampirinya. "Ya, Pak?" Dia mulai memanggil pria itu dengan sebutan bapak agar terdengar sopan dan formal karena bagaimanapun juga pria itu sekarang atasannya di tempat kerja. "Kamu kelihatan lelah, ayo istirahat dulu." Bara merangkul Olivia lalu menuntunnya ke sebuah meja. Olivia tampak bingung tapi ia tetap mengikuti arahan dari atasannya. Bara meletakkan minuman yang ia buat ke atas meja lalu mendorongnya pelan ke arah Olivia. "Ayo minum dulu." Olivia tersenyum canggung, matanya melirik ke gelas yang berisi cairan bening itu sekilas. "Kenapa? apa kamu takut saya menaruh sesuatu di minumanmu?" seolah tahu isi pikiran Olivia, Bara langsung to the point tanpa takut. "Ah, nggak. Maaf kalau membuat bapak tersinggung," ujarnya canggung kemudian mengangkat gelas itu. "Saya minum ya Pak." Bara mengangguk, sudut bibirnya terangkat sedikit, nyaris tak terlihat. "Terima kasih untuk minumannya, Pak. Saya akan kembali bekerja," ucap Olivia setelah meneguk habis minuman itu tanpa menaruh curiga sedikitpun. "Sama-sama Olivia. Semangat kerjanya!" Olivia berdiri, hendak kembali bekerja namun baru beberapa langkah, kepalanya terasa berputar dan pandangannya mulai buram. 'Ya Tuhan ... Apa yang terjadi padaku?' pikir Olivia seraya memegang kepalanya yang terasa berat. Bara berdiri dengan santai di belakang Olivia, sudut bibirnya terangkat membentuk senyum licik. Saat tubuh Olivia mulai kehilangan keseimbangan, Bara dengan cepat menangkap lengannya agar dia tak jatuh. Dean yang sedari tadi memantau dari kejauhan langsung menghampiri Bara dan Olivia. "Target aman," ucap Bara. Dean menyunggingkan senyumnya lalu membantu Bara memapah Olivia keluar bar, memasukkannya ke dalam mobil. Setelah itu Dean kembali menemui bosnya di ruang VIP bersama Bara. "Pak, semuanya sudah aman. 'Pesanan' bapak sudah di mobil." Damian menyeringai. "Bagus!" Ia meneguk gelas terakhirnya lalu berdiri dengan gagah, walaupun sudah meneguk beberapa gelas, dia kelihatan masih sadar dan segar. "Jadi, apa yang kamu inginkan?" tanya Damian saat berdiri di hadapan Bara. Bara tersenyum penuh arti. "500 juta aja cukup bos." Dia meminta nominal yang masih cukup rasional bagi Damian. "Ok." dan tentu saja Damian tak keberatan. Baginya uang segitu hanya bernilai seujung kukunya. "Dean, cepat proses uangnya lalu kita pergi," sambung Damian sambil berjalan dengan langkah tegap dan angkuh. Saat tiba di luar, ia memasuki rolls royce hitam kesayangannya. Dia duduk di jok belakang, di samping Olivia yang tengah tertidur dengan wajah terdongak. Manik matanya bergerak liar menelusuri wajah cantik Olivia. Wajahnya mulus, hidungnya mancung kecil, bulu matanya panjang dan lentik serta bibir bawah yang lebih tebal dari atasnya itu kelihatan lembut dan pink. Tanpa sadar Damian menelan ludahnya saat melihat bibir ranum yang menggoda itu. Ia mendekati Olivia, mencengkram dagunya, menghirup ke ceruk leher Olivia dan mengecupnya sensual sampai membuat aset kebanggaannya yang masih tertutup rapat di bawah sana menegang. "Malam ini kamu milikku sayang," bisiknya di telinga Olivia. Rolls royce hitam yang gagah itu bergerak memecah keheningan malam, mengantarkan Damian ke sebuah hotel. Ia membawa Olivia bersamanya, memesan sebuah kamar hotel. Damian mencampakkan tubuh Olivia ke atas kasur, posisinya tengkurap dan nampaknya Olivia belum juga sadar. Dengan gerakan cepat, Damian membuka gesper hitam yang melilit di pinggangnya lalu membuka kancing kemejanya satu persatu hingga d**a bidangnya terekspos namun dia tidak benar melepas kemejanya. Ia membalik tubuh Olivia kasar lalu menindihnya, seringaian bak binatang buas itu tak pudar dari wajahnya. Dengan cepat ia meraup bibir yang sedari tadi menggodanya itu, menciumnya ganas seolah benda kenyal itu sesuatu yang membuatnya candu, tak berhenti di situ, ciumannya turun ke ceruk leher putih Olivia, aroma floral menguar kuat membuatnya melayang. Tangannya tak diam, sibuk mengusap yang di bawah sana. Kelopak mata Olivia bergerak pelan, tubuhnya bergerak gelisah saat merasakan seseorang melucuti pakaiannya namun matanya terasa berat dan kepalanya berputar tak dapat melawan. "Eungghh ...." Lenguhannya lolos saat Damian bermain dengan sepasang gundukan besar milik Olivia seraya memasukkan miliknya ke dalam milik Olivia, bergerak dengan tempo pelan. Tubuh mereka saling menempel, lengket dan penuh gairah, merasakan ketegangan yang naik dengan cepat. "Hei, cantik. Apa kamu tidak ingin membuka matamu, huh?" ujar Damian saat melihat mata Olivia mulai berkedip-kedip pelan seolah akan terbuka. Peluh membasahi tubuh keduanya saat gerakan di bawah sana semakin naik ritmenya bahkan dinginnya AC tak dapat mengatasinya. "Akkhh ... Ka ... Mu ..." Olivia mengerang, suaranya terbata-bata, matanya terbuka setengah namun dia dapat melihat seorang pria sedang menggagahinya, Olivia mengenali wajah itu, saat dia mengantar minuman ke ruang VIP. "Kamu sudah bangun, sayang? Apa kamu mimpi indah?" "Br*ngsek!" umpat Olivia seketika telah sepenuhnya sadar. "Akkhh!" Belum sempat melawan, tubuh Olivia dibanting kasar hingga posisinya menjadi tengkurap. Damian menekan belakang kepala Olivia sampai wajah Olivia terbenam ke dalam sprei. Damian kembali memasuki Olivia namun dengan ritme cepat kali ini. Olivia sulit untuk teriak, napasnya tercekat dan setetes air bening turun dari pelupuk matanya. "Nikmati saja malam ini, sayang," ujar Damian seraya menyeringai penuh arti. *** Keesokan paginya. Damian sontak membuka matanya setelah meraba-raba ke tempat di sebelahnya yang terasa kosong. Dia sontak menoleh dan mendapati tempat sebelahnya memang kosong. Damian bangun lalu mengedarkan pandangannya ke sekeliling kamar. "Ke mana dia?" gumamnya lalu memeriksa ke kamar mandi dan tak ada tanda-tanda wanita itu di sana. Ia pun akhirnya memilih untuk duduk di tepi ranjang, termenung. Pikirannya melayang kembali ke malam panasnya semalam bersama wanita asing yang baru pertama kali dilihatnya namun sudah berhasil membangkitkan rasa tertariknya. Sudut bibirnya terangkat membentuk senyum tipis. "Sial, kenapa aku terus memikirkannya?" Bukan hal yang langka, Damian Addison, berasal dari keluarga konglomerat yang terkenal se-Indonesia menggagahi seorang wanita namun dia melakukan itu hanya untuk bersenang-senang. Dia tidak pernah serius dalam hubungan asmara namun entah kenapa kali ini terasa berbeda. Ada sesuatu dalam diri Olivia yang membuat Damian langsung jatuh hati. Setelah berpikir panjang, ia melirik ponselnya yang berada di atas nakas lalu meraihnya, mendial nomor seseorang. "Halo Dean!" "Iya, Pak?" "Wanita itu kabur pagi ini. Saya ingin kamu cari tahu tentang wanita itu dan bawa dia ke hadapanku hidup-hidup, jangan sampai ada lecet sedikitpun. Mengerti kamu?" "Baik Pak."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD