Karena keheningan dan tidak ada yang berbicara terlebih dahulu, ayah Nicholas yang bernama Mark itu mengeluarkan suaranya. "Apa yang membuat kalian datang ke sini? Bukankah kalian sedang berkemah dengan Nicholas?"
Deg.
's**t! Aku harus mengatakan apa?' ucap Samuel dalam hati.
Samuel melirik ke arah teman-temannya yang duduk berdampingan dan bersebelahan dengannya. Mereka nampak melirik satu sama lain. Tidak ada satupun dari mereka yang membuka suara untuk menjawab pertanyaan dari Mark itu.
"Kenapa diam saja?" tanya Pak Mark kepada Samuel dan teman-temannya.
Samuel merasa tidak nyaman dengan situasi ini. Ia ingin sekali membuka mulutnya dan mengatakan yang sebenarnya. Namun, saat hendak membuka suara, tiba-tiba ia merasa ada sesuatu yang menahannya untuk tidak berbicara.
Pak Mark masih setia menunggu jawaban dari mereka. Hingga pada akhirnya, Bu Mark pun datang membawa beberapa minuman dan camilan ringan. "Silahkan diminum dan dimakan camilannya, ya. Maaf, hanya ini saja. Biasanya saya selalu ada simpanan makanan ringan, namun, karena beberapa hari ini Nicholas tidak ada di rumah, jadi saat saya berbelanja beberapa hari lalu saya tidak membeli camilan."
Gabriella bergumam dalam hati, 'Mungkin, pada saat aku datang ke sini, orangtua Nick sedang pergi berbelanja. Pantas saja aku tidak menemukan mereka di rumahnya.'
Pasalnya, beberapa hari yang lalu saat Gabriella dan Dylan mendatangi rumah Nicholas untuk melihat apakah Nicholas ada di rumah atau tidak, rumahnya dalam keadaan sepi. Ternyata, pada saat itu orangtua Nicholas sedang pergi berbelanja.
"Kenapa kalian masih diam saja? Apa ada masalah yang terjadi dengan Nicholas?" Pak Mark seperti memiliki ikatan batin antara ayah dan anak. Ia merasakan jika ada sesuatu yang menimpa anaknya itu.
Samuel memberanikan diri untuk membuka suaranya. Saat ia membuka suaranya, teman-temannya otomatis tegang dan menunduk karena ada rasa takut dalam diri mereka. "Sebenarnya...ada masalah, paman."
Pak Mark dan Bu Mark terkejut mendengar perkataan dari Samuel. Lantas, mereka bertanya kepada Samuel, "Masalah? Masalah apa?"
"Apa ini ada hubungannya dengan Nicholas? Apa kalian bertengkar?" Bu Mark mulai nampak terlihat khawatir dengan kondisi anak semata wayangnya itu. Melihat hal itu, Samuel menjadi tidak tega untuk melanjutkan perkataannya.
"Ada apa, Samuel?" tanya Pak Mark lagi. Pak Mark terlihat sangat penasaran dengan apa yang sebenarnya akan dikatakan oleh Samuel.
Samuel menoleh ke arah teman-temannya. Teman-temannya mengangguk memberikan konfirmasi jika mereka telah siap jika kebenaran ini terungkap. Oleh karena itu, Samuel mengatur nafasnya supaya ia terlihat tenang.
"Sebelumnya...kami meminta maaf kepada paman, bibi."
Belum senpat melanjutkan ucapannya, ucapan Samuel dipotong oleh Pak Mark. "Kenapa meminta maaf kepada kami?"
"Iya, nak, kenapa kamu meminta maaf. Apa kesalahan kalian?"
"Nick hilang," dua kata yang nampak mematikan. Seketika orangtua Nicholas terdiam dan shock mendengar hal itu. Apalagi, teman-temannya ikut khawatir apa yang akan terjadi setelah ini.
"Apa katamu? Hilang?" Pak Mark nampak emosi sekarang. Sedangkan Bu Mark masih memikirkan apakah hal itu benar atau salah. Ia belum bisa mencerna dua kata yang diucapkan oleh Samuel.
Thomas memberanikan diri membuka suara. Ia yakin, jika Samuel belum sepenuhnya siap untuk mengatakan ini. Jadi, Thomas akan mewakili Samuel untuk mengatakan yang sebenarnya. "Betul, paman. Nicholas menghilang beberapa hari yang lalu."
Amarah Pak Mark memuncak. Mereka takut melihat amarah Pak Mark yang terlihat sangat mengerikan. Pak Mark tiba-tiba berdiri dari tempat duduknya dengan kasar sehingga menimbulkan suara decitan antara kursi dan lantai. "Kenapa kalian baru mengatakannya sekarang?"
Kini, Dylan yang memberanikan diri untuk membuka suara. "Beberapa hari yang lalu, kami datang ke sini. Namun, sayangnya kalian tidak ada di rumah. Pada hari itu juga kami memutuskan untuk melakukan pencarian Nicholas di Little Forest. Kami menyusuri hutan, namun hasilnya nihil."
Chan ikut menimbrung perkataan dari Dylan. "Semua ini berawal dari Nicholas yang pada saat itu ia pergi mengambil beberapa tikar dari gudang. Namun, kabar buruknya adalah, ia tidak kembali hingga sekarang ini.
"Nicholas...." Wanita paruh baya itu mulai meneteskan airmatanya. Melihat hal itu, Pak Mark langsung memluk istrinya itu.
"Pak...bu....maafkan kami," Chan meminta maaf kepada mereka berdua. Sepertinya, permintaan maaf mereka tidak digubris oleh Pak Mark dan Bu Mark.
Chan berbisik kepada Samuel yang berada di kursi yang berbeda dengannya. "Sam...bagaimana ini?"
Kimberly ikut menimbrung, "Iya...aku sungguh tidak tega."
"Kita tunggu dulu." Samuel meminta teman-temannya untuk menunggu hingga mereka mengeluarkan suara terlebih dahulu. Mereka pasti merasa tidak menyangka jika anaknya menghilang lima hari lamanya.
Pak Mark melepaskan pelukannya pada Bu Mark. Ia menyeka airmatanya dan menatap ke arah Samuel. "Kenapa kalian tidak menemaninya pergi ke gudang?"
Samuel hendak menjawab pertanyaan dari Pak Mark, namun, Chan sudah lebih dahulu menjawabnya. "Maaf, Pak, waktu itu saya hendak menemani Nick pergi ke gudang, namun, Nick melarang saya untuk ikut dengannya.
Pak Mark memegang dahinya. Ia nampak bingung sekarang. Sedangkan Bu Mark masih menangis namun sudah mulai mereda.
"Kemana saja kalian mencarinya?" tanya Bu Mark sambil menyeka airmatanya.
Kini, Elizabeth yang menjawab pertanyaan tersebut. "Kami sudah mencari ke tempat yang sering dikunjungi Nick, lalu kita mencari ke dalam gudang, dan sekitar rumah Kimberly. Namun...tidak ada tanda-tanda keberadaan Nick."
Setelah itu, semua yang ada di ruang tamu itu saling terdiam satu sama lain. Mereka sibuk dalam pikirannya masing-masing. Samuel dan teman-temannya tidak tahu apa yang harus mereka lakukan, sedangkan Pak Mark dan Ibu Mark mereka masih tidak habis pikir dengan kejadian yang sangat mengejutkan bagi mereka. Orangtua Nicholas itu sangat paham dengan kondisi anaknya. Ia merupakan satu-satunya keturunan mereka. Nicholas merupakan seorang lelaki yang sedikit penakut, terlebih dengan kegelapan. Meskipun jika dilihat secara langsung, ia seperti laki-laki yang gagah, namun sebenarnya ia tidak segagah yang dikatakan orang-orang. Nyalinya sering ciut karena ketakutan-ketakutannya terhadap hal-hal yang berbau horror, gelap, dan sepi.
Ia mengalami trauma hingga akhirnya saat dewasa ia terlalu takut dengan ketiga hal itu. Pada saat kecil, saat ia ditinggal oleh orangtuanya pergi ke suatu tempat, pada malam hari ia berada di rumah sendiri. Sebelumnya, tidak ada hal aneh yang terjadi. Namun, dengan tiba-tiba hujan deras, petir, angin kencang, dan listrik mati dalam satu waktu yang bersamaan. Nicholas yang menginjak usia sepuluh tahun ketakutan dengan hal itu. Rumahnya seperti rumah-rumah horror yang berada di film-film yang tidak ia sukai. Dari situ, Nicholas trauma jika berada di kegelapan dan jika sendirian di suatu tempat. Pada akhirnya, krangtuanya memutuskan untuk pindah dari rumah yang lama menjadi rumah yang sekarang. Meskilun masih berada di kota Parama, Nicholas tidak mau untuk tinggal di sana.
Keheningan mereka dipecahkan oleh suara berat milik Pak Mark. "Saya hendak marah dengan kalian, tetapi, saya yakin jika semua ini tidak sepenuhnya salah kalian. Nicholas sendiri yang meminta untuk pergi ke gudang sendirian. Dan kalian dilarang untuk ikut dengannya. Itu bukan kesalahan kalian."
Samuel dan yang lain merasa sedikit tenang karena Pak Mark tidak marah dengan mereka dan memahami mengenai kejadian ini.
"Lalu, apa yang akan kita lakukan, Pak?"
Pertanyaan dari Dylan itu membuat Pak Mark berpikir.
Ibu Mark sudah tidak lagi menangis seperti tadi. Tangisannya mulai mereda. Ia nampak lebih tenang sekarang.
"Apakah kalian sudah menghubungi polisi?"
Mereka menggeleng. "Belum."
Bu Mark sedikit terkejut. "Mengapa kalian tidak menghubungi polisi?"
Pak Mark sepertinya mengetahui maksud mereka mengapa mereka tidak melibatkan pihak kepolisiab salan hal ini. "Mereka pasti tidak mau melakukannya karena satu hal, prosea yang dibutuhkan pasti lama."
"Benar, paman. Kami pasti hanya disuruh untuk menunggu dan menunggu. Dan kami, pasti tidak diizinkan untuk ikut pencarian."
Pak Mark dan Bu Mark mengangguk paham. "Kalau begitu, apakah kalian setuju jika saya melaporkan ham jni kepada pihak kepolisian?"
Mereka saling melihat ke arah satu sama lain.
"Bagaimana?" tanya Thomas.
"Apakah kalian setuju?"
"Aku setuju, Sam. Dengan melaporkannya, kita akan sedikit merasa terbantu," ucap Gabriella.
"Apa yang dikatakan Gaby benar, Sam. Lagipula, kita tidak tahu harus kemana lagi kita mencari."
"Baiklah, karena kalian setuju, aku juga setuju," Samuel setuju dengan usulan dari Pak Mark untuk melaporkan kasus ini kepada pihak kepolisian. "Baiklah, paman, kami setuju untuk melaporkan kasus ini kepada pihak kepolisian. Jujur, saya dan yang lain sudah tidak tahu kemana kita akan mencari Nicholas."
"Baiklah, saya dan istri saya akan pergi ke kantor polisi saat ini juga," lalu Pak Mark menunjuk ke arah Samuel dan Thomas, "Kalian juga ikut dengan saya. Kalian akan menjadi saksinya. Apa kalian setuju?"
Samuel dan Thomas mengangguk menyetujui ajakan Pak Mark. "Ya, kami setuju."
"Kalian semua tetap di sini. Kami akan langsung ke kantor polisi sekaran." Pak Mark, Bu Mark, Samuel, dan Thomas beranjak dari kursinya dan meninggalkan ruang tamu. Mereka mulai melakukan perjalanan menuju kantor polisi.
***
To be continued