Keyakinan Seorang Alena

1125 Words
Selesai mandi Alena membawa Arjuna keluar dari kamar. Pak Fery, kakek anak itu sudah berkali-kali memanggil mereka berdua untuk makan malam. Selama makan malam Alena tidak pernah fokus dengan makanan yang ada di hadapannya. Karena gadis itu tidak melihat sosok Yudi disana. Arjuna juga tidak mempermasalahkan itu semua, karena bocah kecil itu, masih bisa tertawa dan bersenda gurau dengan kakek dan neneknya tersebut. Selesai makan malam, Alena membawa Arjuna masuk kedalam kamar. Dan menidurkan Arjuna. Bocah kecil itu sudah tidak mampu menahan rasa kantuk, karena obat yang ia minum. Selesai menidurkan Arjuna, Alena memilih berjalan-jalan di sekeliling rumah Yudi. Rasa canggung menghinggapi hati Alena, karena kedua orang tua Yudi tidak secerewet orang tua Rendi. Membuat Alena bingung harus berbicara dengan siapa. Sedangan asisten rumah tangga yang ada, sibuk dengan pekerjaan rumah mereka masing-masing. Untuk menghilangkan rasa suntuk, Alena mencoba menghubungi sang Bunda. Berkali-kali ia menghubungi Shelina, tidak ada satupun panggilan yang di angkat oleh Shelina. Alena menarik nafasnya dalam-dalam, dan menghembuskannya dengan perlahan. Alena menatap jam digital yang ada di ponselnya. Jam menunjukkan pukul setengah sembilan malam. Akhirnya Alena memutuskan untuk masuk ke rumah dan beristirahat. Saat ia ingin membuka pintu kamar tamu, langkah Alena berhenti. Ia mendengar deru suara mobil yang berhenti. Saat ia ingin melihat siapa yang datang, langkah Alena telah di dahului oleh Fery, kakek Arjuna. “Kesana lagi?” Ketus Fery. Saat Yudi masuk kedalam rumah. Tidak ada jawaban dari Yudi, pria itu hanya menaikkan bahunya sekilas. Dan langsung berlalu menuju ke arah tangga. “Sampai kapan kamu seperti ini Yudi?” Segah Fery. “Aku merindukannya Ayah. Semenjak Arjuna disini, aku tidak pernah menemuinya. Aku minta sama Ayah, jangan larang aku untuk menemuinya.” Yudi menatap tajam kepada sang Ayah. “Kamu masih muda Yudi. Masa depan kamu masih sangat panjang. Kamu bisa mencari wanita yang lebih baik dari pada Sandara.” “Aku tidak membutuhkan wanita lain Ayah. Aku tidak ingin orang lain menggantikan posisi Sandara. Dia istriku. Aku juga sudah memiliki Arjuna. Aku tidak membutuhkan apa-apa lagi.” Sengit Yudi tidak mau kalah. “Sandara sudah mati Yudi. Bahkan tulangnya pun sudah tidak ada lagi di dalam tanah. Bangkit lah Nak. Dia pasti akan bahagia jika kamu menikah lagi, dan memberikan sosok seorang Ibu untuk anak mu.” “Cukup Ayah. Jangan atur kehidupan ku. Jika Ayah tetap melarang aku untuk bertemu dengan Sandara, aku akan pergi dari rumah ini.” Yudi menekankan setiap kata yang ia ucapkan. “Satu hal lagi Ayah. Sandara paling tidak suka, jika aku menyentuh wanita lain.” Yudi melanjutkan langkahnya naik ke atas tangga. Fery menggelengkan kepalanya. Sudah banyak usaha yang ia lakukan, agar Yudi bisa bangkit. Termasuk menjodohkan Yudi dengan beberapa orang wanita. Tapi usaha itu selalu sia-sia. Tidak ada satupun dari mereka yang mampu meruntuhkan cinta Yudi untuk Almarhumah Sandara. Alena tertegun melihat Yudi yang menghilang di ujung tangga. Ia tidak tahu apa yang membuat Yudi begitu marah saat ayahnya meminta Yudi untuk mencari sosok seorang ibu untuk Arjuna. Alena juga penasaran Yudi datang dari mana, sehingga Fery begitu marah saat menyambut kedatangan anaknya itu. Alena menggelengkan kepalanya, dan masuk kedalam kamar tamu yang ia tempati selama menemani Arjuna disana. Saat Alena ingin berbaring, ia mendengar ponsel yang berbunyi nyaring. Yang ia letakkan di atas nakas. Alena langsung menyambar ponsel tersebut, dan segera mengangkat panggilan yang masuk . Senyuman langsung terbit di bibir Alena, saat ia melihat sang bundalah yang menghubunginya. Alena langsung berbaring, dan mengangkat panggilan tersebut. “Hallo Bunda.” “Hallo sayang. Bunda minta maaf ya sayang, tadi Bunda dan Ayah sedang berada di luar. Bunda tidak membawa ponsel. Kenapa kamu tidak menghubungi nomor Ayah sayang?” Jawab Shelina di ujung panggilan. “Tidak apa-apa Bunda. Alena hanya merindukan Bunda. Alena juga sengaja tidak menghubungi Ayah. Karena jika Bunda tidak sibuk, pasti Bunda akan mengangkat panggilan dari Alena.” “Ya ampun, Sayang. Bunda baru pergi lima hari lo. Masak kamu udah rindu aja.” Shelina tertawa kecil mendengar suara manja putri angkatnya itu. “Oh ya sayang. Bagaimana kabar Arjuna? Apakah dia masih sakit?” “Sudah agak mendingan, Bun. Arjuna cuma demam biasa. Karena dia merindukan Bunda dan Alena.” “Syukurlah. Kamu yang betah ya tinggal disana sayang. Sampai Arjuna sembuh total.” “Bun. Sebenarnya Alena tidak betah tinggal disini. Nenek dan Kakek Arjuna tidak banyak bicara seperti kakek dan nenek yang di Bandung. Alena jadi canggung. Apalagi kalau Arjuna sudah tidur, Alena bingung harus bagaimana.” Alena mengerucutkan bibirnya. Walaupun Shelina tidak bisa melihat ekspresi wajahnya itu. “Kamu harus sabar ya, Nak. Hanya sampai Arjuna sembuh. Lusa Bunda akan kembali ke Indonesia. Bunda akan langsung kesana untuk melihat Arjuna. Kalau Arjuna sudah sembuh, kamu bisa langsung ikut dengan Bunda pulang ke Bali.” “Alena ingin disini, Bun!” Jawab Alena cepat. “Loh kok? Tadi katanya?” Shelina merasa bingung dengan putrinya itu. “Bun. Alena ingin mengakui sesuatu kepada Bunda. Tapi sebelumnya, Bunda harus berjanji sesuatu kepada Alena.” “Berajanji apa, Sayang?” Wajah Shelina semakin tegang. Membuat Rendi penasaran apa yang sedang di bahas oleh istrinya itu. Rendi memeluk tubuh Shelina dari belakang, dan menempelkan dagunya di bahu Shelina. Agar ia bisa ikut mendengar suara Alena. “Bunda jangan marah sama Alena ya, Bun!" “Iya sayang. Bunda tidak akan marah sama kamu. Sekarang ayo cerita, ada apa?” “Alena jatuh cinta kepada ayahnya Arjuna Bunda.” Alena menutup kedua matanya. Ia sudah bersiap jika Shelina memarahinya. Shelina dan Rendi saling memandang satu sama lain. Rendi bisa melihat keterkejutan di wajah Shelina. “Sejak kapan?" tanya Shelina datar. “Semenjak bertemu di resepsi pernikahan Bunda.” Cicit Alena, nyaris tidak terdengar. “Apa dia merayumu?” “Tidak Bunda. Jangankan merayu, melirik Alena saja dia tidak mau.” Lirih Alena. “Bahkan dia tidak akan pernah membuka pintu hatinya untuk wanita lain. Dihatinya hanya ada satu nama Bun. Yaitu Sandara ibunya Arjuna. Barusan ayahnya Arjuna pulang, dan langsung dimarahi oleh kakeknya Arjuna. Karena Om itu masih menemui tante Sandara. Dan meminta Om itu untuk mencari ibu pengganti untuk Arjuna. Alena menjadi bingung, Bun.” “Bingung kenapa?” “Kata Arjuna ibunya sudah meninggal. Terus?" “Ibunya Arjuna memang sudah meninggal, Lena.” Rendi mengambil ponsel Shelina. “Menurut cerita yang ayah dengar dari kakek Arjuna, sampai sekarang Yudi masih belum iklhas melepaskan kepergian ibunya Arjuna. Saat dia merindukan sosok istrinya, dia akan datang ke makam Istrinya itu. Dia akan bertahan disana sampai hatinya puas.” Shelina tertegun mendengar cerita Rendi. Begitupun dengan Alena, gadis itu tidak mampu mengucapkan kata apapun. Ia masih langsung terbayang dengan wajah Yudi. Wajah yang memerah, dengan rahang yang mengeras saat ayahnya meminta dia melupakan sosok sang istri. “Alena. Apa kamu masih disana sayang?” “Masih Ayah. Ayah Alena istirahat dulu ya. Maaf Alena sudah mengganggu Ayah dan Bunda. Alena tutup ya, Ayah.” “Baik, Sayang.” Alena langsung memutus panggilan. Ia langsung menutup kedua matanya. Ada rasa sakit dan cemburu membuncah di dalam dadanya. Membuat Alena semakin semangat untuk meluluhkan hati Yudi. “Om Alena yakin cinta yang Alena miliki bisa membuat om jatuh cinta." Ucap Alena di dalam hati.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD