25 – Buku yang Aneh

1315 Words
Hidup sebatang kara, tanpa sanak saudara, tanpa seseorang yang menemani hari-hari, itulah yang menjadi suasana rumahku. Aku tak memiliki pekerjaan yang bisa menyita waktuku, pelajaran-pelajaran yang kukerjakan memang cukup menyita waktu, tapi itu tetap kurang, aku memiliki waktu tersisa yang kuhabiskan dengan kekosongan. Sepertinya akan sangat menyenangkan jika aku mengalami sebuah petualangan. Malam ini aku membuka buku-buku yang biasa k****a, aku membaca buku sambil ditemani mie instan sebagai asupan pengganjal perut, aku sedang malas memasak sesuatu, apalagi bahan masakan rumahku sangat cepat berkurang. Ya, entah mengapa akhir-akhir ini aku merasa jika bahan masakan dapur sangat boros. Lebih cepat dan praktis membuat mie instan dalam cup. Meski begitu, mie instan bukan makananku setiap hari, aku hanya memakannya ketika berada dalam situasi yang seperti ini, malas memasak dan kekurangan bahan masakan. Anggap saja mie instan adalah pilihan terakhirku. Meski mataku fokus pada buku dan mulut mengunyah santapan malam yang sederhana, aku malah teringat dengan rentetan kejadian hari ini. Dimulai dari aku mampu menyembuhkan si burung hantu saljuーyang saat ini pastilah sedang berburu lagi, dilanjut dengan p*********n yang terjadi pada Liza di tempat parkir taman kota, hingga yang terakhir aku sampai tertusuk gunting, oh yang satu ini membuatku mual. Aku masih merasakan sakit pada perutku akibat tusukan itu, rasanya masih nyeri saja, tampaknya pemulihan itu tak sampai 100% menyembuhkanku. Padahal aku melihat jika perutku sudah baik-baik saja, tapi ya sudahlah, mungkin besok aku sudah pulih sepenuhnya. Oh iya, omong-omong petang tadi, setelah aku pulang dari universitas, aku mendapatkan tamu spesial yang benar-benar tak kuharapkan. Aku dikunjungi oleh beberapa polisi, tentu saja kedatangan mereka bukan untuk menangkapku, tapi untuk meminta kesaksian tentang apa yang Liza alami. Sebagai warga sipil yang baik, tentu saja aku membantu penyelidikan mereka dan mengatakan semua yang kutahu dengan rinci dan jelas, sejak kami berada di restoran sampai aku membawa Liza ke rumah sakit. Sepertinya para polisi melakukan penyelidikan di tempat parkir yang menjadi tempat kejadian perkara. Aku yakin akan ada rekaman video yang akan mereka cari. Setelah mendapatkan beberapa informasi dariku, polisi segera berpamitan setelah menyampaikan ucapan terima kasih. Setelahnya tak ada lagi tamu yang datang ke rumahku, yah, aku juga tak terlalu mengharapkan seseorang akan datang bertamu ke dalam rumah tua ini. Memangnya keperluan semacam apa yang mungkin berhubungan denganku dan rumah ini? Sama sekali tak ada. Sampai detik ini, Aku masih memikirkan sosok yang mengikutiku, apakah ada hubungannya dengan p*********n terhadap Liza? Apa yang dia inginkan dengan itu? Kenapa harus dia? Bukankah aku yang diikutinya? Ini benar-benar membuat kepalaku pusing. Oh ya, mengenai hal ini, aku tak mengatakannya pada para polisi, tak ada bukti apa-apa untuk meyakinkan dan menegaskannya, polisi tak akan memercayai apa yang kukatakan. Seingatku, kehidupanku normal-normal saja sebelumnya, tapi sejak mimpi aneh itu, aku merasa semua menjadi abnormal yang perlahan akan membuat diriku menjadi gila dan tak waras. Aku tak pernah merasakan hal ganjil sejak mimpi itu, Emm tidak ... semua ini terjadi saat selesai pemakaman orangtuaku. Aku ingat jika jumlah orang yang melayat pada pemakaman mereka memiliki jumlah yang lebih banyak dari seharusnya, sebagian besar juga aku tak mengenali mereka, lalu aku mulai merasa diikuti sejak saat itu, hanya saja aku menganggap jika itu adalah hal yang dilebih-lebihkan saja, lalu aku menemukan si burung hantu salju yang tengah terluka. Sejak memungut burung itu, aku merasa tak aman, bahkan mulai mengalami mimpi-mimpi yang aneh. Salah satunya adalah mimpi tentang seorang wanita yang sangat luar biasa, memiliki kekuatan besar dan melawan makhluk mitologi, melawan makhluk hitam. Mimpi itu membawaku pada zaman aneh di mana itu tampak seperti dunia lain yang di dalamnya terdapat banyak sekali makhluk mitologi yang berkeliaran. Tentu saja, aku tak pernah berpikir jika memungut burung hantu itu adalah kesalahan atau membawa keburukan bagi hidupku, ada sesuatu yang tak kuketahui tengah terjadi, hanya itu saja yang aku yakini. “Kenapa semua ini terjadi padaku? Aku tak mengerti dengan semua ini.” Aku menggumam pelan, makan malamku sudah sepenuhnya kuhabiskan tanpa kusadari. “Sudah habis ya.” Mendadak saja aku tak berminat melanjutkan bacaanku, seperti inilah sejak aku mengalami hal-hal yang tak masuk akal, hal-hal yang biasa kulakukan menjadi tampak tak menarik lagi. Entah tontonan yang biasanya menghibur, novel yang biasa k****a atau hal lainnya. Aku menutup buku dan menaruhnya di lemari, tepat pada tempatnya berada. Oh iya, aku memiliki perpustakaan pribadi di dalam rumah ini, sebagian besar dikumpulkan oleh orangtuaku, aku hanya menambah koleksi buku berupa novel-novel bergenre fantasi, buku pelajaran yang berhubungan dengan mata kuliahku, dan ensiklopedia. Sisanya banyak jenis buku yang bahkan tak pernah kusentuh, bukannya aku tak mau, tapi waktuku untuk membaca semua buku di sini tak terlalu banyak. Mungkin aku akan menghabiskan waktu selama bertahun-tahun untuk dapat menyelesaikan semua bacaanku. Aku juga tak tahu kenapa orangtuaku mengoleksi banyak buku, mungkin suatu hari aku akan membacanya satu-persatu. “Huh, sepertinya besok aku harus membersihkan perpustakaan ini.” Aku bergumam pelan tatkala jari-jariku tak sengaja mencolek debu yang menempel pada beberapa buku. “Jika diingat-ingat, aku sudah cukup lama tak bersih-bersih perpustakaan. Yah, aku punya banyak waktu besok, tak ada salahnya kugunakan untuk bersih-bersih di sini.” Aku segera menepuk-nepuk tangan tuk menyingkirkan debu yang tak sengaja kusentuh. Saat aku hendak pergi meninggalkan perpustakaan itu, tiba-tiba saja mataku tertuju pada buku yang memiliki jilid dengan hiasan perak. Sepertinya itu perak asli, tapi bagaimana bisa ada buku itu di sana? Selama ini aku tak pernah melihatnya. “Aneh, kenapa ada buku itu di sana?” Karena merasa penasaran, segera saja aku mengulurkan tangan untuk mengambilnya. Buku yang terdapat pada rak atas itu segera kuambil, ukurannya cukup besar, panjang buku ini hampir dua jengkal tanganku, lebarnya sekitar sejengkal, dan ini memiliki ketebalan yang lumayan, sepertinya buku ini memiliki halaman di atas lina ratus halaman. Dan bobotnya, ini sangat berat, jauh lebih berat dari ensiklopedia, kupikir ... buku ini dibuat dari kulit binatang, bukan dari kertas. Buku ini memiliki jilid tebal dan mengilap, benar-benar berasal dari kulit, pada sekeliling tepi buku terdapat perak dengan ukiran aneh, di sana juga kulihat terdapat banyak batu permata berukuran kecil. Jujur saja buku ini memiliki tampilan yang elegan dan sangat berkelas, aku jadi benar-benar penasaran dengan seperti apa isinya. Buku itu kupegang dengan tangan kiri, ketika aku hendak membuka jilidnya, Pada saat itulah tiba-tiba saja tanganku serasa terkena setruman, dan itu tak dapat kulepaskan. “Aaahhhhh! A ... apa ini?!” Aku memekik, tanganku serasa panas berdenyut, ada sesuatu dari dalam tubuhku yang seperti tertarik masuk ke dalam buku yang kupegang. Buku aneh itu segera memancarkan cahaya putih yang amat menyilaukan mata. “Apa yang ....” Aku tak bisa melanjutkan ucapanku ketika pemandangan perpustakaan ini tiba-tiba saja berubah, semuanya tak seperti yang seharusnya. Ini ... rasanya aku berpindah ke dalam ruangan lain, perpustakaan pribadi rumahku tak memiliki ruangan seluas ini. “Ya ampun, apa yang terjadi? Ini ... sepertinya aku berada di tempat lain.” Pasang mataku kuedarkan ke sekitar untuk menyelidiki mengenai di mana aku berada. Sayangnya, aku benar-benar tak mengenali ruangan ini, meski di sini terdapat lemari yang dipenuhi buku, suasana dan situasinya benar-benar terasa asing. Mengingat soal buku, ternyata buku yang sebelumnya kupegang sekarang sudah tak ada di tanganku. Aneh, buku yang tiba-tiba bercahaya itu malah hilang dan aku berpindah tempat seperti diteleportasikan. Setelah dipikir-pikir lagi, aku merasa heran karena ruangan ini remang, ruangan yang kupikir seperti ruang kerja ini tak memiliki lampu di sekitarnya. “Jadi, apa yang harus ....” “Ya ampun, kenapa aku mengantuk ya? Padahal aku tak kekurangan istirahat.” Suara seorang wanita tiba-tiba saja menghentikan ucapanku. Suara yang berasal dari arah belakangku itu benar-benar sangat kukenali, suara khas yang sampai kapan pun tak akan pernah kulupakan. Aku tertegun sesaat karena mendengar keluhannya, keluhan bernada halus yang membuatku sedikit bergetar. Aku tak percaya karena mendengar suaranya lagi. Karena ingin memastikan, segera saja aku memutar badan melirik ke arahnya. Ketika pasang mataku tertuju ke arahnya, tiba-tiba air mataku langsung berjatuhan. Tidak salah lagi, perempuan itu adalah ....
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD