4. TERINTIMIDASI

1714 Words
Lily memilih duduk paling belakang di acara pernikahan Mamanya. Ia berusaha nampak biasa saja agar tidak menjadi pusat perhatian tamu yang hadir. Ia tidak mau dipandang sebagai anak tiri dari Leo Wardana untuk saat ini. Bukan tidak suka, hanya belum siap saja. Tanpa disadari, Lily menitikan air mata saat prosesi pernikahan sudah selesai dan kini Mamanya sah menjadi Nyonya Wardana. “Maaf, silakan pakai ini,” tiba-tiba seseorang mengulurkan sebuah sapu tangan ke arah Lily. Lily menoleh ke samping dan melihat pria dengan senyum tulus duduk tepat di sebelahnya, “Nggak usah Mas, saya nggak apa-apa kok.” Lily menolak secara halus. “Saya punya banyak jadi kalau kamu ambil satu nggak akan jadi masalah,” ucap pria itu dengan senyum begitu lembut. “Gíla, ternyata di tempat ini beneran ada malaikatnya” gumam Lily dalam hati. Dengan ragu, akhirnya Lily menerima sapu tangan berwarna maroon itu, “Makasih ya, Mas...?” “Keenan, nama saya Keenan” Lily tersenyum canggung, “Makasih ya Mas Keenan.” “Sama-sama Lily.” Lily terbelalak mendengar pria ini menyebut namanya, “Mas kok tahu nama saya?” “Wah maaf, saya keceplosan.” Keenan tersenyum canggung, tangannya menggaruk tengkuknya yang bahkan tidak terasa gatal sama sekali. “Maksudnya?” Lily semakin tidak mengerti. “Kamu anaknya dari Tante Grace kan? Kakak kandung dari Jasmine?” “Iya banar, kok Mas bisa tahu?” Lily semakin bingung. “Saya salah satu karyawan dari Om Leo, jadi sebagian besar juga sudah tahu tentang siapa istri dan anak tiri dari beliau.” Lily menghempaskan tubuhnya agar bersandar pada kursi, “Jadi beritanya udah nyebar ya?” Keenan mengernyit heran, “Kamu kayaknya nggak suka atau lebih tepatnya nggak bahagia.” “Bukan nggak bahagia Mas, saya hanya belum siap kalau orang tahu saya putri tiri dari Om Leo Wardana.” “Kenapa kalau orang tahu soal itu?” Keenan tertarik dengan pembahasan ini. “Om Leo kan bukan orang sembarangan, jadi pasti banyak orang yang akan mencari tahu kehidupan pribadi dari anak tirinya. Dan saya belum siap untuk hal itu. Hidup saya selama ini sudah terlalu nyaman, damai dan...” Lily tidak meneruskan ucapannya. Ia heran kenapa harus menceritakan hal tentang keluarganya dengan orang asing. Bukankah Keenan ini bisa saja menyebarkan berita yang tidak benar. “Dan apa?” “Ah nggak apa kok, Mas,” jawab Lily canggung. Keenan tersenyum melihat raut khawatir dari wajah Lily. “Tenang saja, saya tidak akan bergosip tentang kamu atau keluarga kamu.” Pandangan Lily tiba-tiba teralihkan oleh kedatangan sosok pria yang berdiri di sebelah Keenan. “Ayo pergi,” ucap pria itu pada Keenan. “Lho nggak ikut acara makan malamnya?” tanya Keenan heran. “Kita ke kantor dulu, tadi Andin telepon ada berkas yang perlu ditanda tangani,” jawabnya santai. “Ya Tuhan, si Keenan ini udah ganteng ada juga yang lebih ganteng,” pikir Lily takjub. Pria itu menatap Lily dengan tatapan dingin, bahkan tanpa ada goresan senyum sedikit pun, “Lo masih ada urusan sama dia?” tanya pria itu kepada Keenan dengan dagu mengedik ke arah Lily. Keenan menoleh ke arah Lily, “Nggak kok. Ayo kita pergi kalau begitu.” Keenan beranjak, “Saya pergi dulu ya,” ucapnya pada Lily. “Iya, Mas,” balas Lily. Pria itu tersenyum sinis kepada Lily dan membuat gadis itu bergidig ngeri, “Ganteng sih tapi nyeremin,” gumamnya kesal. *** Seminggu sudah berlalu setelah acara pernikahan Grace yang dilakukan secara sederhana. Kini Mama dan Adiknya sudah pindah ke Jakarta. Rumah mereka sebelumnya sudah dijual karena Jasmine juga sudah pindah sekolah. Sedangkan Lily masih menolak untuk tinggal bersama di rumah milik keluarga Wardana. Hari ini, Lily diundang untuk ikut acara makan malam sekaligus kedua orang tuanya ingin menyampaikan hal penting kepada Lily. Lily sendiri tidak memiliki alasan untuk menolak karena ia juga sedang libur kerja. Maka tepat pukul tujuh malam, sebuah mobil sudah menjemputnya di kos untuk mengantar ke kediaman keluarga Wardana. Awalnya Lily menolak untuk dijemput apalagi yang digunakan menjemput adalah mobil mewah, tapi Mamanya memohon kepada Lily agar tidak menolak karena Grace merasa tidak enak dengan kebaikan suaminya. Ketika mobil yang mengantarnya sudah sampai di kediaman Wardana, Lily benar-benar takjub melihat kemegahan rumah tersebut. Lily belum pernah sekalipun datang ke rumah Mamanya yang sekarang karena merasa kurang nyaman. Ia hanya mendengar cerita dari sang adik yaitu Jasmine mengenai tempat tinggal yang baru. Jasmine juga tidak berlebihan menceritakan semuanya, ia hanya menekankan kalau perlakuan Leo sangat baik kepada Mama maupun dirinya. Maka saat Lily tahu semua itu, hatinya merasa lega. “Selamat datang Lily,” sapa Leo saat melihat putri tirinya duduk di ruang tamu. “Selamat malam, Om,” sapa Lily ramah. Ia mencium tangan Papa Tiri yang masih di panggil dengan sebutan Om itu. Leo senang karena Lily yang nampak dingin tetap bisa bersikap sopan kepadanya, “Mama masih di kamar, baru selesai mandi. Tadi sibuk masak untuk makan malam, jadi kamu tunggu dulu ya.” Lily mengangguk, “Iya Om, nggak apa-apa kok. Oh iya Jasmine di mana Om?” “Adik kamu masih di kamar, mungkin sebentar lagi datang.” Lily mengangguk paham. Sesekali ia melihat ke sekeliling ruang tamu yang begitu mewah. Bukan barang yang ada di sana tapi nuansa minimalis namun begitu terlihat elegan dan berkelas. “Lily, apa tidak sebaiknya kamu tinggal di sini saja? Papa kepikiran kalau kamu tinggal di kos sendirian.” Walaupun Lily masih memanggilnya dengan sebutan ‘Om’, Leo selalu membiasakan dirinya menyebut papa di hadapan Lily dan Jasmine. “Sebelumnya makasih Om Leo udah peduli sama Lily. Tapi Lily baik-baik aja kok tinggal di kos.” “Kamu jangan tersinggung, Nak. Papa bukan tidak suka kamu tinggal di sana tapi karena sekarang kamu sudah menjadi bagian dari keluarga Wardana, Papa ingin kamu tetap aman.” “Maksud Om?” Lily bingung dengan ucapan Leo. Leo tersenyum tenang, “Intinya, Papa ingin tinggal bersama dengan anak-anak Papa. Biar Mama kamu juga merasa tenang karena berkumpul dengan putrinya.” Belum hilang kebingungan Lily, Grace muncul dari lantai dua dengan mengenakan dress yang sangat cantik. Seminggu tidak bertemu dengan Mamanya, Lily melihat wanita itu cukup berubah terutama dari segi penampilan. Dulu Grace tidak terlalu perduli dengan penampilan, tapi sekarang sepertinya sudah menyesuaikan diri sebagai Nyonya Wardana, istri dari Leo Wardana. “Lily...” sapa Grace. “Mama...” Lily mencium dan memeluk Grace dengan lembut. Ia sangat merindukan wanita itu. Setelah puas memeluk putrinya, Grace mengurai pelukannya, “Kamu sehat kan? Kenapa baru datang sekarang?” “Lily banyak kerjaan Ma, jadi sering pulang malam,” ucap Lily. “Ma, ngobrolnya nanti saja. Kita mulai saja makan malamnya, kasihan Lily pasti sudah lapar.” “Iya, Pa. Sayang kita makan dulu ya. Tapi Mama panggil Jasmine sama Axel dulu.” Lily mengangguk dan mengikuti Grace ke meja makan. Leo tersenyum senang melihat istrinya bahagia karena bisa bertemu dengan putrinya. Tidak lama, semua sudah berada di meja makan, kecuali Axel yang belum turun dari lantai dua. “Ma, Axel kenapa belum turun juga?” tanya Leo pada istrinya. “Mama sudah panggil, Pa. Tadi dia baru selesai mandi, sudah kita tunggu saja,” ucap Grace berusaha menenangkan suaminya. “Tapi kasihan Lily dan Jasmine sudah menunggu.” “Om, Lily nggak apa-apa kok” Lily mencoba memberi pengertian. Ia juga belum tahu saudara tirinya yang bernama Axel itu. Jangankan wajahnya, bentuknya saja ia tidak tahu seperti apa. Sebelum Grace menikah, sempat ada acara pertemuan keluarga tapi Lily tidak datang dengan alasan lembur. Padahal ia sengaja melakukan itu karena alasan yang sama yaitu belum merasa nyaman. “Jasmine juga nggak apa-apa kok, Pa.” Jasmine menimpali. Gadis itu sedikit banyak tahu sifat kakak tirinya yang tidak bisa diperintah. Tapi sejauh ini sikap Axel ke Jasmine baik-baik saja walaupun jarang mengajaknya bicara. Tidak lama yang ditunggu muncul juga. Lily menatap Axel yang berjalan ke arah meja makan dan duduk tepat di hadapannya, bersebelahan dengan Grace. Lily sangat terkejut, ternyata yang bernama Axel itu adalah si pria dengan tatapan dingin yang ia temui saat acara pernikahan Grace dan Leo. Pria yang bicara santai dengan Keenan. “Jadi dia saudara tiri gue?” pikir Lily tidak percaya. “Kenapa lama sekali, Axel?” suara Leo terdengar kesal pada putranya. “Tadi Keenan masih telpon aku, Pa. Urusan kantor,” jawab Axel santai. Matanya fokus menatap Lily yang ada di hadapannya. “Nggak apa-apa kok, Axel. Kalau urusan pekerjaan, dahulukan saja. Kami bisa menunggu kok,” ucap Grace. Walaupun hubungannya dengan putra tirinya belum berjalan baik, ia berusaha bersikap hangat terhadap Axel. Sangat wajar jika Axel masih bersikap canggung kepadanya. Grace adalah sosok asing yang masuk ke kehidupan Axel. “Kamu belum pernah bertemu dengan Lily kan, sekarang kalian berkenalan dulu.” Leo menatap Lily, “Lily, ini Axel anak Papa satu-satunya dan sekarang jadi saudara kamu.” Lily menatap canggung kepada Axel. Sejak tadi ia sengaja memutus kontak mata dengan pria itu karena merasa terintimidasi dengan sorot tajam dari mata Axel. Ragu-ragu ia mengulurkan tangannya, “Lily.” “Axel,” suara Axel begitu dingin dan membuat Lily berkesimpulan jika pria itu, tidak memiliki sifat yang ramah. Makan malam berlangsung dengan hangat. Leo begitu aktif menanyakan banyak hal tentang Lily. Karena perkenalan keduanya yang singkat, Leo baru tahu ternyata Lily memiliki sifat yang sangat ceria. Wajar jika sebelumnya gadis itu menjaga jarak kepada Leo karena belum saling kenal. Jasmine dan Grace hanya menimpali sesekali. Berbeda dengan Axel yang lebih banyak diam dan hanya fokus menikmati makanan serta sesekali matanya melirik sosok Lily. “Papa harap mulai besok kamu tinggal di sini, Ly. Besok Papa dan Mama akan pergi ke Singapore kurang lebih satu minggu, kasihan kalau Jasmine tinggal sama si Mbok saja di sini. Axel juga sering ke luar kota karena urusan pekerjaan” “Tapi Om, ini mendadak sekali. Lily harus beresin barang di kos dulu. Lagi pula ini baru awal bulan, sayang sekali Lily baru bayar kos tapi udah ditinggal.” Leo tersenyum mendengar ucapan Lily. “Bawa yang kamu perlukan, sisanya kamu tinggalkan saja di kos. Nanti kalau ada yang kamu perlukan lagi tinggal beli.” “Gini ya orang kaya, bebas mau ngapain aja. Nyuruh pindah dan barang yang nggak perlu ditinggalin aja. Mama emang luar biasa milih suami” Lily membatin. ~ ~ ~ --to be continue-- *HeyRan*
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD