pertemuan pertama~2~

1218 Words
Kami berdiri diambang pintu, tidak yakin untuk membukanya "apa kau yakin?" aku bertanya pada lily yang menjawab hanya dengan mengangkat bahunya "mau ketaman?" ucapnya, dan aku hanya mengangguk. kami duduk berseberangan, dengan ayunan yang mengayun pelan, bunyi gemericitnya menemani sunyi, tidak ada satupun kata, kami sama-sama diam, hanyut dalam pikiran masing-masing. "Bukankah kita harusnya terlihat lebih bersemangat lagi?" tanya ku, memulai percakapan "ku rasa begitu, tapi rasanya aneh"' sahut lily "aku sudah terbiasa dengan hanya kita bertiga, dan tidak mengharapkan lebih" sambungnya, aku menatap wajahnya yang polos, dan dia balik menatapku, seolah pikiran kami tersambung dan sama-sama setuju. Matahari terbenam lebih awal dari biasanya, membuat jalan yang kami susuri dipenuhi dengan semburan cahaya jingga, ibu bersandar didepan pintu rumah, menegakan badannya menghadap kami, ketika langkah aku dan lily semakin mendekat. "kalian baru pulang" ucapnya dengan datar, ibu meneruskan perkataanya "dan bukan dari arah sekolah" suaranya masih sama datarnya, namun matanya berubah menjadi lembut seketika "aku tau ini sedikit terlalu mendadak" katanya, "sangat mendadak" sahutku memotong perkataanya dengan cepat, memberikannya waktu untuk menarik nafas dalam "aku tau itu, ibu bahkan tidak menduganya" ucapnya membela diri "bu, kami sebenarnya sudah tau ayah dipenjara, yang kami tidak tau kenapa, dan ibu seolah menyembunyikannya sangat rapat dari kami, jadi kami sempat berpikir kalau ayah tidak akan kemabali" lily berkata dengan lembut sambil membelai lengannya, sekali lagi ibu mengambil nafas dalam dan mulai bercerita sedikit "kalian sudah tau" dia memulai, menghembuskan nafas panjang dan bercerita "sebenarnya akupun tidak tau dengan jelas kenapa, hari itu dia tidak pulang, dan hanya petugas polisi yang datang memberitahukannya pada ibu serta nenekmu, yang saat itu ada dirumah, tidak ada pengadilan atau penjelasan, hanya dikatakan kalau dia dipenjara, ibu sempat mengunjunginya beberapa kali, namun ayah kalian tidak pernah menemui ibu." Ibu menjelaskan dengan wajah sedih yang berkerut "jadi ibu berhenti mengunjunginya, dan menganggap kalau dia sudah meninggalkan ibu." Cerita ibu berakhir disana, dari ceritanya benar rupaya ibu berusaha melupakan ayah, lily memeluknya dengan lembut dan membuat air matanya bergulung seperti kristal bening, suara nafas lega dia hembuskan dan dengan nada yang lebih riang menyuruh kami masuk, bersiap untuk makan malam. Kali ini kami akan berusaha menerimanya, dan bertindak seperti biasa, demi ibu. Makan malam terasa sedikit berbeda, yang biasaya aku dan lily memasak makanan simple seperti pasta, malam ini ibu ikut memasak, bahkan dia yang memasak hampir keseluruhannya, sudah cukup lama ibu tidak terlihat sesemangat ini, jadi kami membiarkannya, dan mengikuti iramanya. Tak ku sadari ternyata aku sudah memimpikan ini, duduk dimeja makan sebagai keluarga lengkap, dan membaca doa bersama, mimpi yang sudah lama ku lupakan, pada akhirnya menjadi kenyataan. Tidak terasa sudah 3 bulan kami tinggal bersama, walau ucapan ayah masih terasa asing, jadi aku memanggilnya Jack, dia dan ibu juga tidak keberatan, walau wajahnya nampak sedikit berharap. Pagi itu aku mendapatinya membersihkan semak belukar dihalaman belakang, halaman kecil yang dulu menjadi tempat kesukaanku dan lily, kini di penuhi semak belukar dan ranting kering, semak itu dulu sempat indah dan dipenuhi bunga, namun kini sudah tidak terurus dan hanya dipenuhi duri serta ranting kering, syukurlah akhirnya ada yang dapat melakukan tugas itu. Jack menyadari tatapanku, dari balik jendela dapur yang mengarah langsung kehalaman belakang, dia balas tatapan tidak sengaja ku dengan tersenyuman ramah, sambil menyeka keringat dikeningnya dia menegur, suaranya terdengar lelah "kau bangun pagi sekali untuk hari libur" katanya, "kaupun sudah berkerja dari dini hari" sahutku, dia hanya membalas dengan mengangguk, sambil memperhatikan apa yang dia kerjakan, "dulu aku yang biasa merawat halaman ini, memenuhinya dengan bunga" sahutya dengan santai memperhatikan sudah sejauh mana pekerjaannya "kau menyukai bunga?" tanya ku hanya sekedar memenuhi jeda percakapan, "bukankah namamu berasal dari bunga" katanya sambil tersenyum melihatku, suaranya lembut dan menghangatkan, membuatnya terlihat lebih seperti sosok ayah yang selama ini aku bayangkan. "Terimakasih sudah mau merapikannya lagi" sahutku canggung "sama-sama" sambutnya dengan suara senangnya seperti sudah memenangkan sesuatu, sambil menarik beberapa ranting kering yang menyangkut. Aku menceritakannya sedikit "dulu ini tempat kesukaanku dan lily" aku memberitauhnya, dan Jack lagi-lagi menghentikan perkerjaannya sejenak, menarik nafas dalam dan tersenyum lebar "senang mengetahuinya, tapi aku yakin itu sebelum halaman ini berubah seperti ini" sahutnya sambil bercanda, memperlihatkan segenggam rumput kering yang berhasil dia cabut, tawa samar yang dia keluarkan membuatku ikut tertawa. "Freesia?" suara mengantuk lily memalingkan badanku, dia berjalan membuka kulkas dengan tubuh separuh bernyawa, aku merebut sekotak s**u yang dia ambil, dan membantunya menuangkan, sebelum tanpa sadar dia menumpahkannya lagi, terdengar ucapan "terimakasih" yang samar. Matahari kini mulai menampakan sinarnya, yang menjadi penanda sarapan harus segera disiapkan. Aku tidak menyangka sudah mulai terbiasa dengan suasana sarapan bersama ini, ibu sudah tidak terlihat canggung lagi ketika duduk bersebelahan dengan Jack, atau lily yang sudah terlihat akrab dengannya, bahkan terkadang aku memergokinya memanggil Jack, ayah sesekali, mungkin hanya aku yang belum terbiasa dengan sebutan itu. Seperti biasa ibu tetap berkerja diakhir pekan, Jack sudah mencari pekerjaan kemana-mana, namun tidak semudah yang di bayangkan, ditambah dengan catatan criminal yang tidak jelas, membuatnya tambah lebih susah lagi. Jadi sebagai gantinya dia menggantikan pekerjaan ibu dirumah, berharap dapat membantu banyak. "kau akan berangkat sekarang?" ucap Jack ketika ibu mengambil mantelnya tepat setelah menghabiskan sepotong roti, "ya, aku tidak mau terlambat lagi" jawab ibu sambil memasang sepatunya dan memberikan kecupan selamat tinggal, senyum manisnya meninggalkan kami dimeja makan. Wanita kuat itu sekarang sudah berangkat bekerja lagi, meninggalkan kami bertiga ditengah kesunyian yang canggung. "Jadi apa yang akan kalian lakukan hari ini?" tanya Jack memecah kesunyian yang canggung, "tidak ada" sahut kami berbarengan, Jack yang menyadarinya tertawa kecil, reaksi yang dikeluarkan setiap orang, setiap kali anak kembar memberikan jawaban yang sama bersamaan, "kau tidak latihan?" tanya ku pada lily, tidak memperdulikan tawa Jack, "nanti sore" sahut lily sambil memenuhi mulutnya dengan potongan roti. "mungkin aku akan kembali tidur sebelum itu" sambung lily setelah berhasil menelan potongan roti yang memenuhi mulutnya, jelas dia perlu tidur lebih banyak, walau lily memang suka tidur, tapi kali ini aku pikir dia benar-benar memerlukannya, kantung matanya memang tidak pernah menghitam, namun itu sudah menggantung, dan semakin membesar. "Dan kau? benar-benar tidak ada?" jack bertanya padaku, "tidak ada" sahutku singkat, rencananya aku hanya ingin bersantai sepanjang hari ini, "bagus kau bisa membantu ku" ucap Jack memecahkan seluruh rencanaku, dia bahkan tidak memperdulikan reaksi ku "melakukan apa?" aku bertanya, berharap bukan sesuatu yang merepotkan, "membersihkan rumah ini" sahutnya "hey, ibu mu sudah berkerja sangat keras, sudah seharusnya kita membantunya" jack melanjutkan sambil mengawasi sekeliling ruangan yang sempit ini, aku dan lily sudah berusaha membantu ibu merawat rumah ini, tapi kami tidak pernah tau apa yang kami lalukan, jadi hanya dapat membantunya dengan apa yang kami tau, ditambah ibu hampir tidak pulang kerumah sepanjang hari dan kembali saat larut malam, tidak ada waktu baginya untuk mengajari kami. "aku akan membersihkan halaman sebentar lagi, nanti aku akan membantumu dengan barang-barang ini" jack berkata dan menyenggol kotak besar yang dilewatinya, kotak itu berisi bermacam benda yang tidak kebagian tempat dilemari pajangan, aku dan lily tidak tau apa yang harus dilakukan dengan benda-benda itu. Kebanyakan isinya milik ibu, dulu ibu seorang sejarawan, jadi banyak buku yang dia miliki dan kumpulkan, ibu juga menulis artikel dibeberapa majalah, tapi semenjak dia bekerja ditiga tempat berbeda, naskah-naskah artikel ibu hanya menumpul dan tidak pernah sempat dipubliskan lagi. kami sudah meminta ibu untuk memeriksa jika ada benda penting, dan memisahkannya, tapi seperti biasa ibu selalu sibuk, mungkin juga terlalu sayang untung menyingkirkannya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD