Tiga.

1253 Words
Fajar tidak tau persis apa pekerjaan ayah Raya, yang jelas dia orang kaya yang cukup berpengaruh di negri ini, rasanya terlalu berlebihan memelihara puluhan pengawal hanya untuk menjaga rumah itu. Raya sendiri dari dulu tidak memiliki teman, dia kaku dan tidak mudah bergaul dengan orang lain, dia selalu memisahkan diri dan lebih memilih bersama pengawalnya dari pada teman sebayanya. Itu makanya dia di cap sombong dan angkuh di kampus dulu. Fajar yang sedang menikmati sensasi rileks berendam dalam jacuzzi menyumpah kesal, saat pintu kamar mandi digedor tidak sabaran dari luar. Suara serak milik Raya terdengar sayup-sayup. "Aku butuh kamar mandiku sekarang." Fajar rasanya ingin menenggelamkan wanita itu ke laut Antartika, tak bisakah Raya memberi kesempatan padanya untuk bahagia sejenak? dia benar-benar kesal sekarang, bahkan tubuh berbusa miliknya belum dibilas dengan air bersih. Fajar mengambil handuknya dan melilitkan ke sekitar pinggulnya, membuka pintu dengan terpaksa, Raya langsung nyelonong masuk sambil menutup mulutnya dan mencari westafel di samping Fajar. "Hoeekkk." Wanita itu memuntahkan semua isi perutnya, tidak hanya satu kali, berulang-ulang sampai perutnya benar-benar kosong. Fajar hanya tertawa masam, tentu saja wanita itu akan muntah-muntah. Alangkah tak berharganya hidupnya, menikah dengan wanita yang dibenci yang parahnya tengah hamil anak laki -laki lain. Raya mencuci mulutnya lali membasuh wajah kacaunya. Dia melirik Fajar dari kaca kamar mandi, busa sabun mulai menghilang dari tubuhnya, namun tidak ada tanda -tanda laki-laki itu akan keluar. "Keluar dari kamar mandiku!" "Apa? Kau wanita gila, sombong dan angkuh, bahkan kau tidak bisa berkorban sedikit air untukku, dasar," umpat Fajar. "Aku membencimu, semua ini karenamu b******n," teriak Raya menerjang Fajar dengan membabi buta. "Ada apa denganmu? Kau yang melakukan zina dan menikmati enaknya sampai kau hamil, tapi aku yang bertanggung jawab, orang kaya memang bertindak seenaknya." "Kau hina, mulut kotormu selalu bicara sembarangan, kau yang membuatku mabuk sehingga aku diperkosa oleh Marsel " "Ho ho ho... kau kira aku percaya? Walaupun aku belum pernah melakukannya, mana mungkin kalian yang statusnya berpacaran merasa terpaksa melakukannya, kau dapat enaknya, aku dapat bala nya," ejek Fajar. Plak.! Tamparan kuat mendarat di pipi Fajar, wanita itu seperti orang kesetanan, memukul Fajar sekuat tenaga dengan tangannya. Fajar menangkap tangan Raya namun berhasil disentakkan Raya dengan kuat sehingga tangannya telepas. Fajar tidak habis fikir dengan tenaga wanita itu, dia terdorong paksa masuk jacuzzi, refleks Fajar mencari pegangan merengkuh pinggang Raya, mereka tercebur bersama dengan air yang tumpah ruah ke luar. Raya mencekik leher Fajar sekuat tenaga sampai laki-laki itu terbatuk- batuk. Raya memang berniat menghabisinya kali ini, tak ada pancaran mata bercanda sedikitpun. Berkali kali Raya menceburkan kepala Fajar kedalam air sampai Fajar tersedak air mandinya sendiri. Ini sudah tidak bisa dibiarkan, jika dia tidak membela diri dia akan mati di tangan istri gilanya itu. Sekali angkat Fajar berhasil membalikkan posisi, Raya yang berada di bawah kuasanya kali ini, kedalaman air sudah menyusut, anehnya Raya malah tertawa. "Bunuh aku sekarang! Kalau tidak aku yang akan membunuhmu." Raya memaksa tangan Fajar menyentuh lehernya, Fajar memang membencinya namun tidak sedikitpun dia berniat menghabisi nyawa Raya. "Kau sudah gila, hentikan!" Fajar menarik tangannya secara paksa kemudian mengusap sisa air di wajahnya, dia berusaha menjauhi Raya. Mata Fajar melongo saat Raya berdiri di depannya meloloskan pakaiannya, duduk di sisi jacuzzi putih miliknya lalu menantang Fajar dengan berani. "Kau ingin menghancurkanku bukan?Kau ingin memperkosaku juga, hah? Lakukan, lakukan sekarang! " Raya membuka lututnya lebar-lebar dan membuat Fajar panik. "Kau wanita gila, sangat gila." Fajar bangkit dari Jacuzzi, memalingkan wajahnya ke sembarang tempat. Bagaimana Raya menilainya serendah itu. Dia tidak tertarik dengan wanita sisa dari laki -laki lain, bagaimanapun seksinya Raya saat ini. Bagaimana bisa Raya melakukan itu di depan kepala Fajar, dia lebih gila dari arti gila itu sendiri. "Aku membencimu, sekarang aku sudah tidak berharga lagi." Raya menangis sesenggukan. Fajar memilih keluar sambil memungut baju gantinya sendiri, dia tidak peduli dengan handuk basahnya yang mengotori lantai. *** Mata sembab itu milik Raya, menengadahkan wajah cantiknya ke langit-langit kamar, dia sedikit tenang setelah menumpahkan kemarahannya kepada Fajar. Dia tidak pernah bahagia dengan hidupnya, terkurung bagaikan tawanan dan tidak boleh kemana -mana. Dari dulu dia tidak pernah pergi tanpa pengawal ayahnya. Ke sekolah, ke Mall, dan kemanapun dia diikuti oleh dua pria berbadan kekar dan berotot kuat yang tak lain adalah anak buah ayahnya. Raya tidak memiliki kesempatan untuk bergaul dengan siapa yang diinginkannya, dia dijauhi dan tidak ada yang mau berteman dengannya. Hanya kepada Marsel dia bisa membuka diri walaupun sedikit, Raya ditaklukkan dengan bujuk rayu dan mulut manis pria itu sehingga dia menerima Marsel sebagai kekasihnya. Malam itu puncaknya ketika perayaan ulang tahun alumni kampusnya. Dia berhasil memanipulasi ayahnya agar pengawalan tidak dilakukan lagi karena hanya orang dalam yang merupakan alumni kampusnya yang diperbolehkan masuk. Untuk yang pertama kalinya ayahnya mengabulkan keinginannya, namun untuk pertama kalinya juga Raya menyesal dengan tak adanya pengawal disekitarnya. Malam terkutuk itu masih terbayang-bayang di matanya, dia masih ingat senyum sumringah Fajar saat menerima beberapa lembar uang dari Marsel saat laki-laki itu selesai memperkosanya. Raya tidak tau apa yang akan dilakukannya dimasa depan, dia tidak memiliki semangat hidup sama sekali. Tak ada lagi yang tersisa darinya saat ini, Fajar suami penutup malunya adalah laki-laki dingin yang tidak punya belas kasih. Lamunan Raya terganggu saat Fajar berusaha membongkar kunci pintu dengan sebuah logam yang dirangkainya dari tadi. Sekarang sudah jam satu malam, laki-laki itu dari tadi siang tidak berhenti berusaha melarikan diri, dimulai dengan pura-pura sakit perut dan tidak di acuhkan penjaga sampai pura -pura kesurupan dan tetap tidak diacuhkan penjaga. Fajar menendang pintu kamar Raya dengan kesal saat usahanya sama sekali tidak berhasil. Raya bangun, wajah pucatnya terlihat lebih segar dari pertama Fajar melihatnya saat dilempar ke kamar wanita itu. "Aku akan membantumu kabur." Raya mencoba membuat kesepakatan. Fajar memandangnya malas. "Kau sedang mengigau? bagaimana mungkin kau bisa membantuku kabur." "Ini rumahku, aku yang tau seluk beluk rumah ini." "Apa kau bisa kupercaya? membiarkan aku kabur berarti kau siap kehilangan suami." Fajar terkekeh mengatakan kata suami, jelas saja dengan nada mengejek. "Jangan kau kira aku sudi menerimamu sebagai suamiku, aku lebih memilih menikah dengan kambing dari pada dirimu." Fajar semakin tertawa dengan perumpamaan Raya, memang wanita yang bermulut tajam. "Dan aku lebih memilih menikahi domba hamil dari pada menikah denganmu," balas Fajar tidak kalah pedas. "Terserah kau, aku akan kabur sendiri tanpa mengajakmu." Raya mengikat rambutnya, Fajar sedikit tertarik, benarkah wanita itu bisa membantunya kabur? "Kau serius dengan ucapanmu?" "Serius dengan satu syarat." Raya menantang mata Fajar. "Kau mulai bertingkah ya!" "Ajak aku kemana kau pergi, karena aku tidak memiliki keberanian hidup sendiri di luar sana." "Apa?Hua ha ha ha." Fajar memegangi perutnya. Gadis di depannya sungguh lucu, kabur bersama seakan-akan melarikan diri karena hubungan mereka tidak direstui. "Apanya yang lucu?" Raya kelihatan tersinggung. "Aku menyetujui untuk kabur bersama, tapi tidak setuju jika harus membawamu kemana aku pergi, hei! jangan menghayati pernikahan ini, karena pernikahan kita tidak sah, ayahmu menipu penghulu dan saksi dengan mengatakan kau masih perawan, menyeretku layaknya binatang dan memaksaku untuk mengucapkan kalimat sakral itu, yang harus kau ketahui pernikahan ini sebenarnya tidak sah, tidak sah menikah dengan wanita yang tengah hamil anak orang lain, jelas? Jadi urungkan niatmu untuk mengekoriku kemana aku pergi." Raya terdiam dengan kebenaran yang disampaikan Fajar, begitu hinakah seorang wanita yang hamil diluar nikah? sampai-sampai pernikahannya tidak sah jika dinikahi oleh laki-laki yang bukan merupakan penyebab kehamilannya. Dia baru tau itu, artinya Fajar bukanlah suaminya, tapi kenyataan itu tak merubah apapun. "Kau tau pasti, aku membencimu dan jangan besar kepala seolah-olah aku mengikutimu karena aku menikmati peran menjadi istrimu, aku hanya ingin lari dari kekangan ayahku." Raya menjawab ketus.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD