2 – SUSTER PRIBADI

1376 Words
“Bukankah jam kerjamu sudah selesai sejak lima belas menit yang lalu?!” hardik Mrs.Ella setelah Rinka berdiri menghadapnya di ruang administrasi. “I-iya Mrs…” Rinka menjawab gugup dengan kepala menunduk, tidak berani menatap mata elang Mrs.Ella secara langsung. “Lalu kenapa kamu terlambat menemuiku bahkan aku harus memanggilmu sampai dua kali!” makinya sambil bersedekap di kursinya. Padahal selang waktu antara panggilan pertama dan kedua tidak banyak, Mrs.Ella sungguh tidak sabaran. Tapi Rinka tidak mungkin mengatakannya dan hanya bisa minta-maaf. “Maaf Mrs, ada perlu apa Anda memanggil saya kemari?” Mrs.Ella mengembuskan napas panjang seraya membenarkan letak kaca-matanya sebelum balas bertanya pada Rinka, “Kamu mengenal Dominic Rykerth?” Rinka mencoba mengingat nama yang disebutkan Mrs.Ella mungkin saja salah satu nama dari sekian banyak pasiennya. “Kurasa dia bukan pasien yang saya rawat Mrs.” “Memang bukan, dia belum lama ini mendaftar sebagai pasien di kamar kelas reguler. Tapi hari ini tiba-tiba naik kelas menjadi pasien naratetama. Kurasa dia orang kaya yang sebelumnya berpura-pura miskin untuk menilai pelayanan rumah sakit kita,” komentar Mrs.Ella lalu mengusap dagunya tampak berpikir, “aku penasaran bagaimana wajahnya karena pasien-pasien kelas reguler bilang dia sangat tampan.” Tampan? Jangan bilang kalau Dominic Rykerth adalah pria pemilik senyum mematikan yang Rinka temui kemarin? “Lalu, apa hubungannya dengan saya Mrs?” Rinka bertanya hati-hati, berharap kejadian kemarin tidak menimbulkan masalah antara dirinya dengan Dominic. Ella kembali menatapnya sambil memangku tangan di atas meja. “Dia mengajukan permohonan tidak mau dirawat secara bergantian oleh banyak suster, Mr.Dom memilih sendiri dokternya dan dia menginginkanmu menjadi suster pribadi yang akan merawatnya selama kamu magang di rumah sakit.” Bola mata Rinka membesar, tidak percaya mendengar penjelasan Mrs.Ella barusan. “Tapi saya hanya suster magang,” kata Rinka, cukup sadar diri ia belum seprofesional suster lain untuk merawat pasien VVIP. “Aku juga sudah mengatakan itu ke direktur, tapi pasien bilang dia percaya kemampuanmu. Karena itu aku bertanya sebelumnya apa kamu mengenalnya? Karena Mr.Dom sepertinya sangat memercayaimu.” Ella sedikit curiga ada hubungan tersembunyi antara Rinka dengan pria kaya tersebut sehingga Dominic hanya memilih Rinka sebagai susternya. “Saya tidak mengenalnya, tapi kami pernah bertemu sebelumnya,” gumam Rinka seraya membayangkan senyum memesona Dominic yang sontak saja membuat pipinya merona. Melihat ekspresi kasmaran itu sontak membuat Mrs.Ella salah paham mengartikan ke hal lain. “Kalian pernah tidur bersama?” “Tentu saja tidak! Aku baru berumur 20 tahun!” Rinka tanpa sadar membentak, lalu cepat-cepat menunduk meminta-maaf. “Ma-maaf Mrs, pertanyaan Anda terlalu menyinggung jadi saya otomatis berteriak.” “Tidak apa, aku juga minta-maaf sudah menuduhmu sembarangan.” Ella mengibaskan tangan, sikapnya agak melunak karena sebentar lagi Rinka akan jadi suster pribadi Dominic Rykerth, Ella harus baik-baik padanya jika tidak ingin terlibat masalah. “Sekarang pulanglah, pekerjaanmu menjadi suster pribadi Mr.Dom akan di mulai besok jadi persiapkan dirimu untuk bekerja selama 24 jam non stop merawat Dominic Rykerth.” Rinka tercengang, 24 jam non stop?! Rinka bukan pegawai rumah sakit melainkan hanya anak magang yang sedang belajar lantas kenapa ia harus bekerja keras selama 24 jam? “Maksud Anda saya harus menghabiskan waktu di rumah sakit selama 24 jam selamanya?” erangnya dengan mulut menganga syok. “Kamu akan diberi waktu istirahat seperti biasanya dan bisa pulang setelah memastikan Mr.Dom tidur. Namun jika sesuatu yang buruk terjadi pada Mr.Dom kamu akan langsung dihubungi dan harus siap menemuinya kapanpun juga,” jelas Mrs.Ella. “Selain magang, saya juga bekerja parttime untuk membayar kuliah dan sewa apartemen, belum lagi mengerjakan laporan dan proposal. Bagaimana saya harus mengatur waktu jika jadwal magang saya tidak tentu?” protes Rinka. Ella mengedikkan bahu cuek, “Karena Mr.Dom hanya minta satu suster, jadi kamu harus menerima risikonya. Penyakitnya tidak main-main, dia harus dipantau setiap beberapa jam sekali dan sebagai susternya kamu harus tahu metode perawatan pasien kemoterapi. Kepala perawatmu Joseph yang akan mengajarimu nanti.” Rinka mengerutkan kening, “Mr.Dom sakit apa sampai perlu di kemo?” “Neuroblastoma. Miris sekali bukan? Penyakit itu biasanya diderita oleh anak-anak dan masih dapat disembuhkan di umur yang masih belia. Tapi kau tahu sendiri jika kasusnya terjangkit di usia dewasa, maka hanya 40 persen kemungkinan dia bisa selamat.” Sebagai tenaga kesehatan Rinka cukup paham dengan penjelasan Mrs.Ella. Ia mendadak menaruh simpati pada Dominic.Ternyata hidupnya tidak sesempurna itu, meski parasnya tampan dan memiliki banyak uang. “Baiklah, saya mengerti Mrs,” kata Rinka kemudian pamit pulang. Menyiapkan dirinya untuk hari esok yang mungkin saja akan mengubah hidupnya. ◄••❀••► Setelah malamnya diberi pelajaran khusus oleh Joseph tentang cara penanganan dan pengobatan pasien kemoterapi, pagi ini Rinka sudah siap memulai pekerjaan barunya yakni menjadi suster pribadi naratetama. Rinka termasuk mahasiswa berprestasi di angkatannya dan hanya sepuluh mahasiswa terbaik yang terpilih magang di rumah sakit Johns Hopkins yang terkenal sebagai rumah sakit nomor 1 di Amerika. Rinka memercayai kemampuannya, satu-satunya hal yang membuatnya gugup adalah Dominic Rykerth. Ia belum terlalu mengenal karakternya, dan satu ruangan bersama seorang pria dewasa membuat Rinka takut sesuatu yang tidak diharapkan terjadi. Jatuh cinta, misalnya. Menurut pengalaman orang-orang, mudah sekali jatuh cinta pada pria tampan. Ditambah lagi daya tarik Dominic yang kuat mampu mengikat semua wanita mengemis cinta padanya. Tidak-tidak! Rinka mengusir pemikiran itu, dia harus menguatkan hatinya agar tidak terjerumus cinta pada pasiennya sendiri. Satu-satunya cara mencegah perasaan itu muncul adalah… “Kenapa kamu selalu menunduk di hadapanku?” Dominic bertanya dingin. Rinka meringis karena pria itu menyadarinya padahal dengan tidak melihat wajah tampannya dapat menyelamatkan Rinka dari risiko patah hati di kemudian hari. “Maaf Mr.Dom saya melakukannya karena menghormati Anda,” alibinya. Edward yang tengah duduk di atas ranjang rumah sakit, memerhatikan Rinka yang baru selesai mengganti infusnya. “Aku bukan Raja yang gila kehormatan,” ujar Edward dengan tampang datar. Rinka meliriknya sekilas dan hanya bisa meringis sembari mendesis pelan, “Maaf.” “Seingatku kamu gadis yang sama dua hari lalu yang berani menatapku tajam di taman. Apa karena sekarang statusku sudah naik kelas menjadi pasien VVIP membuatmu memperlakukanku secara berbeda?” sindir Edward. Mata cokelat keemasan milik Rinka menatap Edward malas. “Anda pikir saya suka menilai seseorang dari tingkat sosial?” Edward mengangguk ringan, “Kurasa iya,” jawabnya singkat. Rinka mengembuskan napas panjang mencoba sabar dengan tidak berdebat dengannya. “Baiklah, saya minta-maaf atas sikap kurang ajar saya tempo hari.” “Jika Anda sudah tidak membutuhkan apapun, saya permisi dulu. Anda bisa menekan tombol di atas nakas jika memerlukan saya lagi.” Lebih baik Rinka segera keluar sebelum ia kehabisan napas karena jantungnya tidak berhenti berdebar karena sejak tadi pria itu terus menatapnya. Siapa juga yang tidak gugup dipandangi pria tampan, seksi dan menawan seperti Dominic Rykerth? “Tunggu suster Rinka!” Edward memanggil. Rinka yang hendak pergi otomatis menoleh lagi. “Ya Mr.Dom?” “Kamu sudah bertemu sekretarisku?” Rinka mengangguk, ia tidak mengerti mengapa sekretaris Dominic memintanya tanda-tangan persetujuan menjaga privasi pasien. “Apa Anda seorang publik figur?” tanyanya. “Bukan.” “Lalu kenapa menyuruh saya tanda-tangan? Toh, tanpa perlu tanda-tangan saya juga tidak ada keinginan untuk mengumbar informasi pribadi Anda ke orang-orang,” jawab Rinka, untuk apa juga dia peduli dengan kehidupan Dominic? “Itulah yang kusukai darimu.” Gawat! Rinka langsung menunduk ketika Edward mulai tersenyum. Syukurlah ia cepat-cepat mengantisipasi sebelumnya, ekspresi pria itu mudah sekali bergonta-ganti yang tadinya dingin tiba-tiba tersenyum, yang tadinya terkesan marah tiba-tiba saja ramah. Dan hal yang paling Rinka benci adalah senyumannya! “Para pasien dan suster-suster yang merawatku sebelumnya diam-diam mengambil fotoku tanpa izin. Aku merasa tidak nyaman dengan sikap mereka, aku jadi perlu kerja-keras lagi menyuruh sekretarisku memanggil pengacara agar mereka menghapusnya dan tidak menyebarkannya,” jelas Edward. Lewat nada bicaranya yang sudah lebih santai tampaknya pria itu mulai nyaman dengan kehadiran Rinka. “Anda bilang bukan publik figur, apa masalahnya jika mereka menyebarkan foto Anda?” Rinka menyahut masih dengan posisi kepala menunduk menatap lantai. “Aku punya alasan sendiri tentang itu.” Jawaban misterius Edward mengundang penasaran di kepala Rinka. Tapi ia tidak sepeduli itu untuk bertanya lebih jauh, Rinka hanya ingin cepat-cepat pergi dari sana. Kepalanya sudah mulai pegal karena sejak tadi menunduk terus. “Saya mengerti. Anda tenang saja, saya tidak akan membocorkan apapun menyangkut privasi Anda. Kalau begitu, saya pamit pergi.” BERSAMBUNG...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD