Akhir tahun akhirnya datang juga. Nanti malam Putra Group akan merayakan tahun baru dengan mengadakan pesta untuk semua karyawannya. Antusias para karyawan sungguh luar biasa, terutama para wanita yang mengincar para lelaki jejeran eksekutif.
Aku sudah berkali-kali menghela napas bosan saat menunggui Helena memilih baju untuk pesta nanti malam.
“Yang tadi udah bagus, Na. Mata lo masih ngider aja dari tadi.” keluhku kepada Helena yang masih memilah-milah dress di butik kesekian kami.
“Kan sapa tahu nemu yang lebih cucok, Ret. Biar bos bos menawan itu ngelirik gitu hahaa.”
“Yakali. Yang ngelirik bapak bapak tua botak tahu rasa lo!” balasku sengit yang dibalas dengan juluran lidah oleh Helena. Aku hanya menggeleng-gelengkan kepala dan kembali menatap layar ponselku.
Tahun ini, Putra Group menetapkan ‘Grecian’ sebagai tema pesta. Peserta wanita diharuskan untuk berpakaian bak dewi Yunani nanti malam. Sedangkan untuk para pria, cukup dengan pakaian formal berupa setelan jas. Ck, kadang aku merasa iri dengan kesimplean kaum adam.
Aku sendiri sudah mendapatkan sebuah gaun cantik berwarna putih beserta aksesorisnya.
“Udah jam 4, Na, buruan !! Ntar nggak keburu mandi sama siap-siapnya.” kataku memperingatkan Helena. Helena menoleh ke arahku dan menampilkan wajah cemberut tanda tidak rela.
“Iya iya deh. Yuk buruan ke apart lo.” sigh, akhirnya!
Aku dan Helena segera keluar dari mall dan menunggu kendaraan yang kami pesan dari aplikasi online. Setelah kendaraan pesanan kami datang, aku dan Helena segera tancap gas menuju apartment kantor.
~~~~~~~~~~
“How do i look ?” tanya Audrya yang akhirnya setelah sekian lama gue tungguin, siap juga.
Gue meneliti penampilan cewek itu dan tersenyum saat akhirnya pandangan kami bertemu.
“So beautiful, as usual.” bisik gue kepada Audrya sebagai pujian. Audrya tersipu malu dan memberikan kecupan kecil di pipi gue sebagai balasan.
“Ya udah yuk berangkat. Takut jalannya macet.” Audrya mengangguk dan mengambil tasnya yang berada di sofa lalu menggandeng tangan gue.
Seperti tahun tahun sebelumnya, perusahaan gue selalu mengadakan pesta tahun baru yang ditujukan untuk semua kalangan karyawan. Selain sebagai salah satu bentuk apresiasi untuk para karyawan, pesta ini juga bertujuan agar jarak antar atasan dan bawahan tidak begitu kentara.
Mematuhi dress code yang telah ditetapkan, gue berangkat mengenakan setelan jas berwarna maroon, serasi dengan warna pakaian Audrya.
~~~~~~~~~~
Waktu sudah menunjukan pukul 19.30 ketika aku dan Helena memasuki hall pesta. Kami berdua langsung berbaur dengan para karyawan yang sudah memenuhi ruangan. Aku dan Helena berkeliling terlebih dahulu untuk menyapa orang orang yang kami kenal. Setelah selesai berkeliling, kami berdua memutuskan untuk menyantap makan malam kami.
Begitu mendapatkan sepiring makanan dan segelas minuman, aku dan Helena mencari tempat duduk untuk makan. Namun, sudah berkeliling beberapa kali, kami tetap saja belum mendapati kursi yang kosong.
“Gimana nih, Ret? Penuh semua.” keluh Helena sambil memandangku sedih. Aku menunjukan ekspresi yang sama dan mengedikan bahu.
“Aretha!” panggil seseorang yang masih belum ku ketahui siapa itu. Setelah meniliti beberapa orang, akhirnya aku tahu siapa orang yang memanggilku barusan.
“Hai, Lang.” sapaku kepada Elang yang sekarang sudah berdiri dihadapanku.
“Hei. Cari tempat duduk?” tanyanya setelah melihat bawaan kami.
“Iya, mau makan tapi penuh semua mejanya.”
“Meja gue nggak kok. Mau ke sana?” ajak Elang yang membuatku melirik Helena meminta persetujuan. Helena pun mengangguk lalu kami bertiga berjalan menuju meja Elang.
“Gue Elang.” kata Elang sambil mengulurkan tangannya ke arah Helena. Helena tersenyum malu sambil mengulurkan tangannya, “Gue Helena.”
Ck, kelakuan Helena membuatku memutar bola mata geli. Astaga, temanku ini, lemah terhadap kaum adam menawan.
Sambil memakan makan malam, orang-orang di meja ini berbincang asik. Beberapa saat setelah kami berdua duduk di meja Elang, teman-teman sedivisinya ikut bergabung.
“Lo anak terakhir juga, Ret?” tanya Elang memastikan.
“Iya, dari dua bersaudara doang sih, nggak kayak lo banyak banget, lima.” balasku yang mengundang tawa orang-orang meja ini.
“Selanjutnya, sambutan dari Chief Operating Officer. Kita sambut, Bapak Dafa Gajendra Putra. Beri sambutan yang meriah.” pemberitahuan sang pembawa acara dibalas dengan tepukan meriah dari para karyawan, tentunya termasuk aku dan Helena.
Tak lama kemudian, Dafa sudah berdiri di atas panggung dengan begitu gagahnya. Malam ini, Dafa tampil luar biasa dengan setelan jas maroonnya. Sepertinya, aku harus meminjam istilah Helena. He is so damn howwtt.
“s**t, pak bos kita cakep banget, Ret.” ucap Helena dengan bersemangat. Aku membalasnya dengan anggukan mantab. Lalu, seolah tak mau membuang kesempatan, kami berdua langsung kembali menghadap ke panggung.
Setelah Dafa selesai mengucapkan sambutannya, aku dan Helena bertepuk tangan dengan kencang. Dan sepertinya bukan hanya kami berdua saja yang melakukan hal itu, kaum hawa yang lain juga menepukkan kedua tangannya lebih keras.
Ketika Dafa menuruni panggung, aku dan Helena kembali berpandangan sambil tersenyum puas.
“Seneng banget liat Pak Dafanya.” ucap Elang yang hanya kami balas dengan senyum lebar.
“Namanya juga cewek.” celutuk Helena yang disetujui oleh beberapa penghuni wanita meja ini.
“Jangan sedih gitu, Lang. Lo tetep nomor satu kok di divisi kita.” kata Zava, salah satu karyawan divisi pemasaran. Elang pun tergelak dan dibalas oleh sorakan dari beberapa karyawan pria.
Obrolan kami ini terus berlanjut sampai tak terasa waktu sudah menunjukan pukul 23.30. Itu artinya setengah jam lagi kami akan meninggalkan tahun ini dan menyongsong tahun baru.
~~~~~~~~~~
“Aku ke toilet sebentar ya. Kamu ngobrol aja dulu.” bisik gue kepada Audrya yang masih asik berbincang dengan salah satu temannya yang hadir di pesta ini.
“Ok. Jangan lama lama, ya. Bentar lagi udah mau jam 12.”
Gue mengangguk sebagai jawaban lalu memberikan kecupan singkat di pipi sebelum beranjak meninggalkan Audrya.
Setelah selesai dengan urusan toilet, gue tidak langsung kembali ke tempat pesta. Gue malah berbelok ke salah satu balkon yang berada di ujung lantai ini.
Masih sama seperti dulu, gue nggak suka pesta. Kalau ada kesempatan, pasti gue bakal melipir ke tempat sepi.
Ternyata bukan cuma gue yang berniat kabur sejenak dari pesta. Sesampainya di balkon, gue melihat ada seorang cewek yang berdiri menghadap ke langit. Gue hendak berbalik dan mencari tempat lain, namun setelah beberapa saat gue mengamati, gue merasa kenal dengan cewek itu.
Gue berjalan mendekati cewek itu. Dan ketika cewek itu menyadari kehadiran gue, dia menengok.
“Dafa?” gue tersenyum miring saat melihat wajah cewek itu.
“Karet. Masih nggak suka pesta juga?” tanya gue saat sudah berada di samping Aretha.
“Ya, kebiasaan susah buat dihilangin.”
“Ngapain di sini, Daf? Dicariin ntar.”
“Bodo, dah. Pengap gue dari tadi di dalem.”
“Lo ninggalin pacar lo sendirian? Nggak takut dimangsa orang lain, hah?” tanya Aretha lagi yang membuat gue menolehkan kepala ke arahnya.
“Biarin dah, kalo bisa ambil aja. Lagian dia tadi lagi ngobrol sama temennya.” balas gue cuek. Syukur dah kalo di embat, udah mau sebulan juga gue sama Audrya. Haha jahat ya gue.
“Kok bisa ya lo jadi playboy. Masih nggak nyangka gue.” kata Aretha yang diakhiri dengan gelengan tak percaya.
“Ya bisa lah, kan gue punya modal.”
“Ck, serah dah. Capek gue ngomong sama orang yang percaya dirinya gede.” ucap Aretha yang gue balas dengan kekehan.
“Btw, pasangan lo sapa?” tanya gue penasaran.
“Lo mau menghina gue apa gimana?” balas Aretha sengit.
“Kan cuma nanya, Kareet. Sensi banget yang masih jomblo.” sahut gue yang membuat Aretha melotot jengkel.
“Iya iya, yang udah gonta ganti pacar berkali-kali.”
Obrolan kami berdua berhenti. Gue dan Aretha memilih untuk terdiam sambil memandangi bintang yang malam ini bertaburan di langit.
Entah berapa lama kami tak bersuara, sampai akhirnya letusan kembang api mulai bermunculan menghiasi langit. Gue menoleh ke arah Aretha dan hendak menanyakan apakah benar tahun sudah berganti, namun pertanyaan itu tertelan kembali.
Pandangan gue terhenti ke satu titik, wajah Aretha yang tersenyum sambil memandang langit. Angin malam yang menerpa, membuat anak rambut Aretha yang tidak tersanggul, bergoyang lembut, membuat gue gatal untuk merapikannya.
“Cantik ya kembang apinya.”
“Iya, cantik.” balas gue perlahan masih dengan memandang wanita di samping gue. Seolah terhipnotis, gue masih terus memandangi Aretha dan baru berhenti ketika Aretha menolehkan kepalanya ke arah gue.
“Kenapa?” tanyanya bingung. Gue terdiam sesaat untuk berpikir, lalu membalas, “Lo nggak kedinginan pake baju begituan?”
“Hahaa, tenang aja, gue udah kebiasaan sama musim dingin Cambridge. Angin malem kayak gini doang ma, nggak ada apa-apanya.”
Gue tersenyum kecil saat mengingat kejadian dimana Aretha sakit saat musim dingin.
“Baguslah kalo udah kebal. Ampe lo belum kebal, balik aja lagi ke Cambridge.” ucap gue sambil melepaskan jas gue. “Pake aja, sapa tahu malah lo gantian nggak kebal sama angin Indonesia.” kata gue lagi sambil melampirkan jas gue ke pundak Aretha.
“Nggak usah protes.” tambah gue saat Aretha hendak melepas jas itu.
“Masalahnya nih ya, ntar gue bisa dilabrak sama cewek lo. Seinget gue sih lo punya cewek, Daf.” ujar Aretha dengan nada yang membuat gue terkekeh.
“Seinget gue juga sih, Ret, orangnya nggak ada di sini. Kan cuma ada gue sama lo. Ntar waktu mau masuk lo tinggal balikin deh biar cewek gue nggak tahu. Beres kan?”
“Astaga, lo tambah menjengkelkan tahu nggak, Daf.”
“Apa? Tambah cakep? Emang.”
“Ya Allah, berikan hamba kesabaran.” sahut Aretha yang membuat gue gemas dan nggak tahan buat mengacak-acak rambutnya.
“Woiii, rambut gue berantakan begoo!!” gue tertawa puas saat Aretha merapikan kembali rambutnya dengan wajah cemberut.
“Masuk yuk, Daf. Gue mau balik ah, udah ngantuk.” ajak Aretha yang gue angguki. Selanjutnya kami berdua segera berjalan keluar dan kembali memasuki ruangan.
“Cupu amat jam segini udah ngantuk. Lo balik ke apart?” tanya gue saat kami hendak memasuki ruang pesta. “Iyalah, udah dini hari begini. Takut kenapa napa entar.”
“Bah, padahal dulu kerjaannya tukang culik anak.”
“Yeee masih inget aja. Lo sendiri nggak takut nih digodain tante tante di jalan?” ejek Aretha yang membuat kami berdua tertawa lepas.
Setelah tawa kami mereda, Aretha melepaskan jas gue dan menyerahkannya kembali.
“Nih, thankyou ya.”
“You are welcome. Ati-ati ntar baliknya.” pesan gue yang diangguki oleh Aretha.
Setelah itu, kami berdua memutuskan untuk mengakhiri obrolan dan memasuki ruang pesta, menuju meja masing-masing.
Penutupan pesta sedang berlangsung sekarang dan sampai selesai, gue terus memandangi Aretha. Entah kenapa, berbicara dengan cewek itu selalu mengasikan buat gue. Ada rasa nyaman yang membuat gue bisa lost dan betah mengobrol dengan dia.
Gue menunduk sejenak dan berpikir.
Sepertinya, gue harus cari tahu perasaan gue terhadap Aretha.
Tapi, bagaimana?
~~~~~~~~~~