Chapter 31

1192 Words
Dua wanita bertemu. Hanya akan menjadi dua cerita. Teman baik atau musuh bebuyutan. *** Beby rebahan di sofa panjangnya yang empuk. Tatapannya kosong ke langit-langit ruangannya yang yang sudah rapi dan tertata sesuai dengan keinginannya. Salah satu tangannya menjuntai ke bawah hingga menyentuh lantai. Ia terlihat lemas. Bagi yang tak mengenal Beby, keadaan Beby saat ini, ditambah kesibukannya tadi menata ruangannya, maka akan dikira ia kelelahan. Tapi bagi yang sangat mengenal Beby, maka akan tahu kalau Beby sedang galau. Rio, terutama. Ia sangat mengenali bos dan sekaligus sahabatnya itu dengan baik. Apalagi semalam wanita itu meneleponnya melalui nomer ponselnya yang lain, sembari marah-marah dan kemudian menangis. Semua tak lain karena Sambara. Bahagianya Beby, sedihnya Beby, riangnya Beby, bahkan kacaunya Beby, selalu bersumber dari Sambara. Wanita itu sangat mencintai Sambara. Banyak yang menyukai Beby dan para pria itu bukan dari kalangan biasa juga bukan orang sembarangan. Tapi, Beby bergeming, yang dinanti wanita itu hanyalah hati Sambara. Beby pernah berkata, "Selama Sambara belum milik siapa-siapa, artinya ia masih milik saya." Rio agak kasihan dengan sikap obsesif Beby. Wanita itu seperti hidup di dunia yang halusinasi jika bersama Sambara. Cinta yang berlebihan membuat gadis pintar itu menjadi bodoh seketika. Tidak bisa menalar dan melogikakan perilaku orang lain dalam hal ini Sambara. "Mbak, Beb...." "Mmm...," jawab Beby lemas. "Jadi, gak?" Rion mendekati Beby dan duduk di bagian ujung sofa. Diangkatnya kedua kaki lanngsing Beby dan dipangkunya. Sembari memijat ringan kaki Beby yang putih mulus, Rio bertanya. "Masih mikirin Mas Sambara?" "Dia belum nelpon, Yo," jawab Beby dengan lesu. "Sibuk mungkin, Mbak." "Memangnya gak ada jam istirahat? Kamu aja kalau siang dah teriak-teriak pingin istirahat. Kalau dah istirahat, kamu sibuk ama HP-mu." Rio diam. Ia tak mau memperkeruh pikiran Beby. Kalimat positif hanya akan semakin terlihat kamuflasenya jika dipaksakan keluar. Rio sebenarnya kasihan pada Beby. Sudah sangat jelas jika Sambara menganggap Beby sebagai sahabat dekat, tidak lebih. Perhatian Sambara dan kepatuhan lelaki itu menuruti mau Beby, tak lain karena menganggap Beby sebagai sosok dekat bukan sosok terkasih. "Dia apa gak ngerasa bersalah sama sekali apa ya? Meninggalkan saya begitu saja tanpa kejelasan selain kata maaf. Dia pikir saya apa?" Beby menggeram, melepaskan kedua kakinya dari pangkuan Rio dan duduk dengan menyentak. "Sebenarnya terbuat dari apa sih pikiran dan hati dia?" Beby langsung menoleh menatap Rio. Sontak pria gemulai itu gelagapan diterkam tatapan tajam Beby. Dirinya berada dalam situasi sulit. Apa pun jawaban Rio akan menjadi tanggapan negatif bagi Beby yang sudah uring-uringan. "Mungkin nanti nelpon. Tunggu aja. Ini kan masih jam sibuk kantor. Mungkin dia ada meeting atau apalah. Biasanya juga kita kan begitu." Rio berhasil mengelak dengan memberikan jawaban yang cukup masuk akal, meski tanggapan Beby sudah diduga. Mendengkus kesal. "Ya, sudah, yuk. Lusa sudah opening lho kita. Ayo, ke sana. Kita liat-liat dan memastikan kesanggupan mereka untuk Jumat nanti. Ayo." Rio berdiri dan menarik lembut tangan Beby. "Awas aja kalau dia gak ada omong hari ini." Beby menghentakkan kakinya sebelum berdiri. Ia melengos menuju mejanya untuk mengambil tas. Sedangkan Rio mengelus d**a dan membatin, Harus maksa Mas Sambara, ini. *** "Lima, Elis. Lima! Saya harus membayar lima hutang kebaikan. Gila gak sih?" tanya Kahayang di sisi Elis yang sedang memilah bunga yang mulai layu. Bunga itu masih bisa dijual, tetapi dengan harga berbeda tentunya. "Hutang budi ya harus dibayar budi," jawab kalem Elis. Sejak kepulangannya dari makan siang dengan Sambara, Kahayang terus-terusan mengomel. Sempat Elis terkejut bagaimana Kahayang bisa bersama Sambara, padahal rencana awal adalah makan siang bersama Gery. Sempat juga Elis emosi setelah mendengar cerita Kahayang perihal pengabaian Gery. Tetapi, itu menguap seketika setelah mendengar keseruan akan kesalnya Kahayang terhadap Sambara. "Tapi gak gitu juga. Kan saya juga gak minta, Lis," keluh Kahayang. "Masak?" Elis menowel dagu Kahayang dan tertawa kecil. Kahayang cemberut, merasa diingatkan. "Ya..., sebagiannya sih. Berarti kan gak harus lima.," ujar Kahayang masih membela diri. "Yang enggak minta yang mana?" "Waktu saya ditinggal Gery sama waktu kaki saya kram. Kan saya gak minta disembunyikan di lift khusus, juga gak minta dipijat." "Tau bahasa tubuh, gak?" Kahayang mengernyit dalam. Ia tentu tahu yang dimaksud dengan bahasa tubuh, tetapi ia masih tidak mengerti maksud Elis. "Hahaha.... mukamu itu, lho." Elis mencubit pipi Kahayang dan berlalu menuju bak bunga yang lain. "Jangan cubit-cubit pipi kenapa, sih?!" hardik Kahayang. Ia paling kesal jika orang mencubit pipinya. Trauma sejak kanak-kanak, karena setiap orang dewasa selalu mencubit pipinya sampai ia merasa kesakitan. "Trus tadi maksudnya apa?" "Ayang...Ayang...." Elis tertawa geli. Sepupunya itu bukanlah wanita yang bodoh. Jeli sebenarnya. Tetapi, Kahayang mudah emosi. Kalau sudah emosi, akal sehatnya mudah ketutup. "Kamu memang tidak meminta secara lisan. Tapi, dengan kamu menangis di tempat umum, itu adalah sinyal bagi yang peka untuk menolongmu dan segera melindungimu agar harga dirimu gak jatuh dengan menangis seperti itu. Tubuhmu yang memberikan sinyal itu." "Masak, sih." Kahayang sedikit meragukan meski Elis ada benarnya. Kalau diingat-ingat, ia tentu akan sangat malu menangis sesenggukan di lobi. Orang-orang akan ingat wajahnya dan Gery tentu akan sangat malu. "Trus yang kram bagaimana?" "Ya sama aja. Tubuhmu yang kesakitan memberi sinyal pada yang lain. Sinyal minta tolong. Meski sebenarnya kamu bisa aja pijit sendiri atau mendiamkan saja." "Masak, sih...." "Ah, gak taulah. Masak,sih. Masak, sih terus. Yang jelas kamu memang harus bayar apa yang disebut hutang sama Sambara." "Arghhh...!" Kahayang menghentak-hentakan kaki dan mengacak-acak rambutnya gemas. Rasanya sejak mengenal Sambara, kehidupannya menjadi rumit. "Hai, Ayang," sapa seorang pria gemulai yang sudah masuk ke dalam toko bunga tanpa mereka sadari. "Rio!" jawab Kahayang dan Elis hampir berbarengan. Kahayang segera menghampiri Rio. Ia pun menoleh pada Beby dan memberikan anggukan sopan. "Ini bos saya. Mbak Beby." Rio memperkenalkan. "Pemilik Butik Xoxo." "Oh." Kahayang segera mengulurkan tangan dan memberikan senyum manis. "Saya Kahayang." "Beby," balas singkat Beby dan menerima jabatan tangan Kahayang dengan datar. Beby begitu bersinar dan mencolok di dalam toko bunga Kahayang yang seketika terasa kecil. Tubuhnya yang tinggi semampai dengan kulit begitu putih bersih bersinar, ditambah pakaian mewah membalut tubuhnya, hanya membuat Kahayang serasa kerdil. "Yakin bisa menyiapkan bunga-bunga yang saya minta?" tanya Beby tanpa basa-basi. "Iya, Mbak. Bisa." Kahayang mencoba memantapkan nada bicaranya agar tak terkesan minder. "Kamu yang akan mendekorasi, 'kan? Atau ada yang lain?" "Saya bersama beberapa orang nanti akan mendekorasi. Besok saya akan ke butik untuk melihat dan juga berkoordinasi dengan Rio." "Mana orang-orangmu?" Beby mengedarkan pandangan. Terlihat ia meragukan Kahayang. "Mereka tidak selalu ada di sini, Mbak." Kahayang memaksakan senyum. "Ooo.... Saya mau yang terbaik. Bunganya harus benar-benar segar." "Baik, Mbak." Beby melihat bunga-bunga Kahayang, dengan sekilas pandang, ia bisa tahu bahwa Kahayang bisa diandalkan. Beby mengangguk ke arah Rio. "Ayang. Udah gitu aja. Besok sore saya tunggu kamu. Jam tiga, oke?" tanya Rio. Kahayang tersenyum dan mengangguk. "See u." Rio melambaikan tangan untuk Kahayang dan Elis, sedangkan Beby sudah memutar tubuhnya dan keluar. Tergesa-gesa Rio menyusul Beby keluar. "Hiii.... Serem juga bosnya Rio," ujar Elis mendekati Kahayang. "Cantik banget. Jangan sampai keliatan Gery," gumama Kahayang. Sontak Elis tertawa ngakak. "Gery bisa aja ngiler, tapi itu perempuan udah muntah duluan liat Gery. Cuma kamu aja yang khilap di muka bumi ini." "Sialan!" Kahayang mencoba mencubit Elis yang sudah bergegas menjauh. Olok-olok tetap keluar dari bibir Elis, dan makian mengalir dari bibir Kahayang. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD