Chapter 45

1462 Words
Aku juga berani menghadapimu. *** Di atas sepeda motornya, Saga mencengkeram kuat setang motor. Wajahnya mengeras dari balik helm full face hitamnya. Ia mendengar suara kekasih Kahayang dengan sangat jelas. Hatinya memanas mendengar tuduhan yang diarahkan kekasih Kahayang pada kahayang. Ia tidak terima jika Kahayang dilontari pertanyaan yang sifatnya menuduh apalagi menggunakan kata-k********r seperti itu. Namun, meski Saga marah, ia memilih untuk tidak terlibat secara frontal. Ini akan memberatkan posisi Kahayang. "Kamu mau saya jawab yang mana dulu?" Nada suara Kahayang yang dingin namun tegas, membuat Sambara tersenyum. Ia malas mendengar wanita yang mulai berakting mewek, hanya untuk menghindari argumen. Di dalam toko bunga, Kahayang bergeming menatap tajam Gery. Perasaannya seketika menjadi sangat tidak suka dengan cara Gery bertanya. Begitu kasar dan sengit. Meskipun dirinya salah, harusnya Gery bisa menjaga perasaan dirinya. Toh, selama ini, kalau dirinya kesal atau marah, sebisanya memilih kata yang baik. Sikap Kahayang yang ikut sengit, cukup membuat Gery terkejut. Biasanya Kahayang akan mencoba bersikap baik padanya jika dirinya sudah marah. Kali ini tidak. Tak hanya itu, Kahayang dengan helm kucingnya juga membuat Gery heran. Entah sejak kapan Kahayang memiliki helm itu, yang jelas helm itu membuat Kahayang terlihat menggemaskan. Sayangnya, Gery tak bisa menikmatinya karena hartinya bergejolak perasaan kesal, marah, dan terkejut. "Jawab saja semua. Gak perlu memilih, 'kan?" Kahayang menarik napas dalam. "Dari mana saya, gak perlu saya jawab, Elis pasti sudah bilang. Apakah saya kencan, saya makan siang dengan seorang teman. Telepon gak diangkat, kemungkinan besarnya, saya tidak dengar. Lagi asyik masyuk..., kamu bertanya apa nuduh? Apakah enak, iya enak. Makanannya enak-enak. Ada lagi?" Seketika Gery tidak bisa mendebat. Ia memilih mengabaikan dan bicara yang lain. "Kamu tau? Saya sudah sedari tadi di sini. Saya pingin nyenengin kamu. Saya tau, belakangan ini saya kecewain kamu. Tapi, taunya kamu begini." "Bagini?!" Kahayang meradang. "Baru menunggu saya saja, kamu sudah sewot macam begini. Baru telepon tidak diangkat saja, kamu prasangka ke mana-mana. Lah, bagaimana dengan saya? Berapa kali kamu berjanji ini itu lalu batal secara sepihak dan itu pun, setelah saya menunggumu berjam-jam lamanya. Bagaimana saya, yanga kalau meneleponmu sering kali tidak diangkat-angkat." "Jadi kamu balas dendam?" "Gak usah ke mana-manalah. Saya gak ada pikiran balas dendam segala." "Kalau bukan balas dendam, apa maksud semua ini?" "Ya gak tau? Saya sudah jawab pertanyaan kamu apa adanya dan sebenar-benarnya. Tidak ada kejadian yang direncanakan. Jadi di bagian mananya yang balas dendam?" "Pandai berdebat sekarang kamu, ya?" Senyum Gery tertarik dengan kaku. "Saya gak ajak debat. Andai kamu bisa menerima penjelasan Elis perihal tidak adanya saya, tidak kasar saat bertanya, menerima juga jawaban saya, hal begini gak perlu terjadi." "Banyak omong kamu. Saya pulang." Gery menyentak kakinya dan berlalu meninggalkan toko bunga dengan perasaan dongkol. Semakin dongkol karena Kahayang tidak mencegahnya. Hal yang baru lagi. Dan itu membuat Gery semakin kesal. Dia menutup pintu toko dengan sentakan keras. Beruntung tidak ada kaca yang pecah atau pintu yang terlepas dari engselnya. Suara tepuk tangan terdengar dari balik salah satu rak bunga. Wajah Elis muncul dengan senyum teramat lebar sampai gigi putihnya terlihat semua. Sedari tadi dia ikut menyimak. Sempat berdebar-debar khawatir karena ini pertama kalinya Kahayang bernai melawan. Tapi kemudian Elis mendengarkan dengan amat semangat. "Akhirnya seorang Kahayang bisa juga melawan." Elis mengacungkan kedua ibu jarinya pada Kahayang. Kahayang sendiri tak terlihat senang. Dengan wajah menunduk dan langkah gontai ia berjalan memutar menuju belakang kasir. "Jadi gak enak sama Gery tadi." "Halah." Elis mengibas-ngibaskan tangannya. "Biarkan aja. Sesekali juga dia harus digituin. Tapi, Yang. Kamu dengan helm itu gak panas?" "Eh." Kahayang buru-buru melepas helmnya dan meletakkan helmnya di meja dengan mimik wajah horor. "Aduh." Kahayang menepuk keningnya dan kemudian menggaruk bagian belakang kepalanya dengan tatapan belum berpindah dari helmnya. Butuh beberapa jeda kemudian Kahayang teringat kalau di dalam helm ada interkom yang belum dimatikan. Kembali ia mengambil helmnya dan mematikan sambungan saluran bluetooth di helmnya. Kahayang kemudian buru-buru berdiri dan melangkah cepat menuju pintu. Ia harus memastikan Sambara sudah tidak ada. Ia akan malu kalau ketahuan alasannya minta diturunkan di depan toko kain adalah karena ia melihat mobil Gery. Di luar, Kahayang mengedarkan pandangannya. Memastikan dengan tepat bahwa benar-benar tidak ada Sambara. Setelahnya ia bernapas lega. Lelaki itu sudah pergi. Kahayang tidak tahu, jika Sambara memutuskan pergi bersamaan dengan perginya Gery. "Apa sih, Yang?" tanya Elis yang mulai kesal dengan tingkah aneh Kahayang. Di pintu ia pun ikut celingukan melihat jalanan dan kemudian kesal sendiri karena ia tidak tahu apa yang mau dilihat. "Syukur dia gak lagi iseng." Kahayang tersenyum dan melangkah masuk. "Apa, sih, Yang?" Elis mengulang pertanyaannya dengan menowel lengan Kahayang. Berharap gadis itu memberikan perhatian pada dirinya. "Ini helm dari Sambara. Di dalamnya ada interkom. Tadi saya lupa matikan." "Wah!" pekik Elis. Dia bisa dengar, dong tadi kamu omong apa. Kahayang mengangguk dan kembali meletakkan helm kucing hitam itu dengan lembut. "Tapi kan dia gak ada. Jadi dia gak akan dengar apa-apa. Pastinya juga sudha kejauhan. Karena kan pakai bluetooth bukan pakai satelit," sengir Kahayang. "Bisa-bisanya kamu tadi bicara gak sambil lepas helm. Apa gak panas?" Kahayang tercenung masih menatap helm kucingnya. Helm itu seperti memberikan kekuatan baru pada dirinya, mungkin juga karena ada semangat positif yang tertinggal karena makan siang menyenangkan dengan Sambara dan menikmati perjalan bersama kerlap-kerlip mataharai sore. Tapi, dengan helm yang menutupi hampir seluruh kepalanya, ditambah kaca gelap yang emnutupi wajahnya, membuat Kahayang merasa terlindungi. "Mungkin, karena akan sulit jika berhadapan langsung. Helm ini melindungi saya. Saya bebas mengekspresikan perasaan saya. Jika tanpa helm ini, saya pastinya akan menciptakan topeng alami yaitu kepura-puraan." "Kayaknya kamu memang butuh pelindung untuk bicara jujur terhadap Gery. Bertahun-tahun pacaran hanya menjadi pengalah, pasti sulit buatmu untuk bersikap jujur." "Selemah itu ya saya." Kahayang menghela napas. "Baru sadar. Jadi..., cerita dong, gimana tadi di rumah Pak Edwin Bimantara? Trus kenapa bisa sama Sambara? Kalian ke mana aja tadi?" Kahayang tertawa kecil. "Sabar dong, hahaha...." Semangat positif. Membicarakan hal lain yang lebih baik, bisa mengalihkan hal-hal negatif. Keributan tadi dengan Gery seketika menjadi tidak penting. Kahayang juga tak memikirkan solusi untuk berbaikan dengan Gery. Terasa tidak penting lagi. *** Gery memukul setir mobil sembari memegang ponsel yang tadi menempel di telinga. Ini adalah percobaannya yang kelima kali menghubungi Anes dan selalu tidak tersambung. Sudah jelas kalau Anes memang serius mematikan ponselnya, tapi Gery keras kepala masih mencoba menghubunginya. Gery kesal. Gery sangat marah. Dua wanitanya membuat dia kecewa. Tadinya, Gery berpikir akan menghabiskan minggunya bersama Anes. Di hotel atau vila seperti biasa, karena Anes tidak ingin ada publikasi. Kemudian, menikmati permainan dan mencoba permainan baru yang membangkitkan gairah bersama-sama. Tapi, ternyata Anes membatalkan kencannya. Katanya ada urusan pemotretan yang tiba-tiba. Karena bosan, Gery berpikir untuk menemui Kahayang. Dari pada suntuk di rumah bersama ibu yang banyak bertanya dan menuntut, lebih baik tetap keluar. Tak ada wanita yang menghangatkan gairahnya, masih ada wanita yang menyejukkan hatinya untuk menemaninya. Tapi, kesialan yang ada. Kahayang, gadis yang masih menjadi kekasihnya itu, pergi. Cukup mengejutkan, toko kekasihnya itu cukup populer di kalangan orang ternama, sampai sekelas Edwin Bimantara memesan bunga dari toko "Kahayang". Tak hanya itu, kekasihnya itu bahkan diperlakukan istimewa dengan dijemput mobil segala. "Tunggu." Gery bicara sendiri, Ada sesuatu yang teringat. "Kalau dia perginya dijemput mobil, lalu pulangnya diantar motor? Kok, bisa?" Gery mengernyit mencoba mengingat pasti apa yang Elis sampaikan tadi pada dirinya. *** "Ayang dijemput sama orang tua. Beliau katanya pengurus utama rumah Edwin Bimantara. Pakai mobil sedan warna hitam mengkilap," ujar Elis. "Orang tua itu yang setir?" "Bukan. Ada sopir nunggu terus di dalam mobil." *** "Masak iya sopirnya kemudian mengantar Kahayang dengan motor? Dan helm kucing itu...." Gery mengingat kembali bentukan helm yang dikenakan Kahayang. "Kelihatan baru. Apa iya mereka membelikan khusus untuk Kahayang? Kalau iya, istimewa sekali Ayang...." Ada bagian dalam diri Gery yang terasa tidak nyaman. Dirinya saja sampai detik ini tidak tahu bagaimana wujud Edwin Bimantara. Dia memang memiliki jenjang karir yang baik, tapi tetap dia masih adalah level kecil. Bukan seseorang yang bisa menembus ke level puncak. Sedangkan Kahayang, hanya dengan bunga-bunganya, bahkan sudah ada di rumah seorang yang berkuasa. Belum lagi, Kahayang bahkan memiliki kesempatan makan siang bersama keluarga Bimantara lainnya. Suatu keberuntungan. "b******k. Kenapa jadi dia yang melesat duluan," maki Gery pada dirinya sendiri. Antara sadar dan tidak sada, ternyata Gery menbawa mobilnya di depan rumah Anes. Gery celingukan, mencoba bisa melihat ke arah dalam. Rumah Anes tampak sepi. Mobilnya saja juga tidak ada. Biasanya Mobil Anes terparkir di depan garasai terbuka. "b******k. Pemotretan ke mana, sih? Sok sibuk. Entar merengek-rengek minta menjadi model di Bimantara Grup. Sekalinya saya butuh, kamu gak ada. Cewek sialan!" Gery menggeram. Ia memasukkan gigi mobil dan kembali melaju. Sambara di belakangnya, kemudian berhenti di depan rumah yang tadi Gery berhenti. Melihat dan mencermati rumah yang Sambara sendiri belum tahu itu rumah siapa. Tapi Sambara akan mengingatnya dan mencari tahu itu rumah siapa. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD