Chapter 53

510 Words
Kamu mau jadi kekasihku? *** Tak pernah lagi Kahayang mendapatkan tatapan begitu intens dari seorang lelaki. Pernah di suatu masa, saat ia masih di bang sekolah, saat cinta menyapa dari Gery sang kakak kelas, saat debar jantungnya begitu kuat dan tanpa berpikir lama, Kahayang menjawab iya untuk rasa yang ditawarkan Fery. Itu kejadian yang sudah sangat lama. Begitu lamanya, sampai Kahayang lupa bagaimana sensasinya. Kini, debar itu hadir lagi dibarengi tatapan tajam Deon. Bukan sesuatu yang menakutkan karena ada garis senyum yang begitu memesona di wajah Deon. Kahayang terperangkap pada mata Deon dan dirinya tak menolak. Sedikit menyalahkan diri sendiri yang ternyata begitu menikmati diiringi degup jantung yang menari manis. "Kamu sudah membuat kesalahan dengan bicara begitu terhadap saya, Ayang." Sudut mata Kahayang berkedut. Pernyataan dari Deon, seketika membuyarkan debaran manis Kahayang. Isi kepalanya bekerja lebih keras untuk memahami kata-kata Deon dan mengira-ngira bagian mana yang salah dari kata-katanya. "Salah?" Kahayang menegakkan tubuhnya. Kata salah yang terucap dari Deon, membuat Kahayang tidak nyaman dan bertanya-tanya. Seingatnya ia sedang memuji dan Kahayang bingung di bagian mananya yang salah. Deon tak langsung menjawab karena makanan dan minuman yang mereka pesan, sudah datang. "Saya sudah salah, ya?" tanya Kahayang dengan nada tidak sabar. Rasanya tidak nyaman jika ia harus melakukan sesuatu yang salah pada seseorang yang baik apalagi begitu tampan. "Hmmm, begitulah. Selamat makan." Kahayang tidak selera makan. Rasa tidak nyamannya negitu besar. Ia harus memastikan apanya yang salah. "Saya salah kenapa?" "Mmm..., apa ya?" "Mmm, apakah karena saya memujimu? Kamu tidak suka dipuji?" tanya Kahayang menggebu-gebu. Satu hal yang aneh ketika da orang tidak suka dipuji. Seharusnya, orang senang jika mendapatkan pujian. Sebuah penilaian yang positif tak menjatuhkan. "Saya suka dipuji, tapi saya tidak suka disindir." "Hah? Tapi..., saya tidak menyindirmu. Memang kamu tampan." Setelah mengatakan itu, sebuah kesadaran membuat Kahayang tercekat. "Jangan, jangan, kamu gak suka dipuji?" Tawa kecil sempat membuat Deon sedikit tersedak oleh minumannya sendiri. Matanya menyipit menatap geli Kahayang. "Ayang, Ayang...." "Apa?" "Setiap ada wanita mengatakan saya tampan, saya merasa mereka tidak serius. Semacam sedang menyindir halus." "Kenapa begitu?" "Karena kalau saya benar tampan, pasti saat ini saya sudah memiliki seseorang wanita yang saya sebut kekasih. Nyatanya tidak. Tak ada wanita yang mau sama saya." "Halah, bohong!" Kahayang mencibir lucu. Seseorang seperti Deon sangat mustahil tak ada wanita yang mau. Kalau Sambara, itu bisa jadi. Lelaki itu tak punya senyum yang manis. Atau bahkan memang tak pernah tersenyum. "Kok, bohong. Memang tak ada wanita yang mau jadi kekasih saya." "Gak mungkin." "Kok, gak mungkin. Kenapa gak mungkin?" "Kamu tampan. Kamu kaya-raya. Kamu baik. Kamu...." Kahayang memutar matanya ke atas seolah berpikir keras. "Kamu semuanya, deh. Kamu lengkap." "Hahaha.... Saya gak percaya kalau saya selengkap itu. Saya punya banyak kekurangan. Karenanya tidak ada wanita mau sama saya." "Kekurangan apa?" "Yaaa..., banyaklah." "Saya tetap gak percaya ada wanita menolakmu." "Mau bukti?" "Coba buktikan." Deon menarik napas dalam. Ia kemudian menatap Kahayang lekat-lekat, membuat gadis itu gelisah. Dadanya kembali berdegup. Apalagi Deon kemudian mengambil jemari Kahayang dan mengusap lembut buku-buku jari Kahayang yang putih. "Ayang. Kahayang. Maukah jadi kekasih saya?" ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD