Chapter 55

483 Words
Aku memintamu untuk mengembalikan. Lakukan! *** Bela meringkuk di atas tempat tidur dengan sprei putih bersih. Pandangannya kosong pada sebuah bros cantik yang ia pegang terus-menerus. Ingatannya tak lepas dari sosok Dania. Membuat air matanya terus bergulir dengan menyedihkan. Hatinya terasa kosong tapi sekaligus sakit. Dirinya adalah seorang pendosa dengan mengubah jati diri yang sudah tergaris saat dilahirkan. Ditambah jalan hidupnya yang melacur, entah sudah bagaimana ia berkubang dosa. Namun, membuang  jasad sahabat yang sekaligus sudah dianggapnya adik sendiri, adalah hal paling mengerikan dalam perjalan hidup Bela. Sejak Dania meninggal, Bela sudah tak mampu berpikir. Ia benar-benar syok sekaligus ketakutan teramat sangat. Belum pernah ada kematian. Dania adalah yang pertama. Bela seketika tak bisa berkutik. Ia diam. Menuruti saja skenario yang dibuat Markus dan si Botak untuk melindungi mereka semua atas kematian Dania. Mereka melakukan perjalanan jauh sampai keluar kota Jakarta untuk membuang jasad Dania yang sudah dibungkus kain. Perjalanan beresiko. Mereka harus benar-benar sudah di luar Jakarta sesaat sebelum subuh tiba dan sebisanya harus menemukan jembatan yang di bawahnya ada arus sungai deras. Sepanjang perjalanan, jasad Dania digeletakkan di lantai mobil, bagian penumpang. Tepat di bawah kaki Bela. Bela terus memandangi jasad Dania yang terbungkus rapat. Ia tak bisa lagi melihat wajah Dania, tetapi Bela tak lupa bagaimana wajah Dania. Saat jasad Dania akan dilempar ke sungai yang arusnya deras, Bela tidak mau turun. Ia bahkan untuk pertama kalinya membentak Markus, berteriak histeris, kalau sudah cukup baginya mengantarkan Dania pada kematiannya, jadi dia meminta Markus tak memaksanya untuk ikut membuang jasad Dania. Markus dan si Botak akhirnya mengalah dan membuang jasad Dania berdua. Bela diam memerhatikan. Saat itulah, ia merasakan angin dingin menerpa bagian belakang lehernya. Bagai sebuah salam perpisahan. Setelah kembali pulang ke Jakarta, Bela tidak ingin pulang. Ia ingin menginap di hotel. Markus yang memahami kesedihan Bela, mengijinkan. "Kembalikan...." Bela tersentak. Jantungnya berdegup cepat. Tubuhnya segera berbalik. Matanya liar menatap sekeliling ruangan persegi yang tidak benar-benar gelap karena sinar matahari siang masih bisa menyelusup masuk. Tak ada siapa-siapa. Perlahan Bela bangun dari tidurnya. Rasa takut menyergapnya. Tadi ada suara Dania. Itu adalah suara Dania, sesaat sebelum kematiannya. "Kembalikan padanya...." "Pada siapa? Pada siapa, Dania?" Bela bertanya seperti orang gila. Tak ada siapa-siapa di kamarnya. Hanya kekosongan dan dirinya sendiri. Bela beringsut dari tempat tidurnya. Bulu kuduknya meremang. Ia merasa sedang diawasi oleh seseorang yang begitu dekat. "Dania...?" Bela tolah-toleh mencoba mencari sosok Dania meski berupa roh. "Pada siapa saya kembalikan ini?" Tak ada jawaban. Hening. Karena memang tidak ada siapa-siapa. Bela terguncang. Ia benar-benar ketakutan. Bela pernah tahu siapa kekasih Dania. Ia pernah bertemu satu kali. Tapi, itu sudah lama. Bela tidak tahu lagi apa-apa. Bela yang duduk di tepi tempat tidur. Menatap lekat bros yang ada di tangan kanannya. Tiba-tiba, udara dingin menyergap kuat. Sosok Dania sudah di depan mata Bela. Dania membungkuk, mensejajarkan wajahnya dengan wajah Bela. Matanya dipenuhi kemarahan yang begitu besar. "Kembalikan!" teriak Dania keras. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD