Chapter 51

1176 Words
Karena aku khawatir. *** Sesuai yang diinginkan, begitu mobil Anes masuk, Gery segera keluar dari mobil dan masuk. Ia berdiri di teras dekat dengan pintu yang terbuka. Sengaja menunggu Anes turun dari mobilnya. Wajahnya yang lusuh, terukir senyum kemenangan. Gery sudah bersiap untuk mengintimidasi Anes. Asisten rumah tangga Anes terlihat bingung antara menutup pagar atau membiarkannya terbuka. Gery bukanlah tamu yang ia kenal dan baru kali ini ada tamu yang datang dengan nyelonong tiba-tiba. Anes yang melihat kebingungan asisten rumah tangganya melalui kaca spion mobil, membunyikan klakson mobilnya dengan singkat. Bergegas si asisten rumah tangga menghampiri. "Tutup pagarnya. Kalau saya sama dia dah masuk, tutup pintunya. Tapi, kamu jangan jauh –jauh dari pintu. Tunggu perintah saya lagi nanti." Si asisten rumah tanggga mengangguk-angguk mengerti. "Ndak dibuatkan minum, Bu?" "Gak usah!" jawab ketus Anes yang sudah membuka pintu mobil. "Sana! Tutup pagarnya." Asisten rumah tangga pun berjalan cepat menuntup pagar dan diam menunggu sampai majikan perempuannya dan tamunya masuk. Anes keluar dengan membawa subuket bunga Ranunculus. Wajahnya dibuatnya semanis mungkin. Seperti dugaan, Anes melihat senyum Gery seketika menghilang dari wajahnya. Memang itu yang diharapkan. Ia sangat kesal dan Gery perlu diberi hantaman dalam tanda kutip. "Gak kerja?" tanya Anes basa-basi. Sambil lalu, Anes melewati Gery dan melangkah santai masuk ke dalam rumah. "Kamu dari mana?" tanya Gery dengan suara tertahan. Lelaki itu mengikuti Anes masuk. Wajahnya tegang dan emosi yang sedang ia tahan, mulai berontak. Gery benar-benar terkejut melihat Anes keluar dengan membawa sebuket bunga. "Kenapa? Harus laporan gitu ke kamu?" Anes menatap sinis Gery. Ia duduk di salah satu sofa dengan kaki menyilang anggun. "Kamu gak periksa ponselmu? Sedarian kemarin saya menghubungimu. Saya WA kamu. Saya telpon kamu. Gak ada yang kamu respon." "Kamu harusnya sudah tahu, itu artinya saya sedang sangat sibuk dan tidak ingin diganggu." Anes tentu menjawab dengan dusta. Selain kemarin, ia bersama Deon sampai malam, Anes juga tidak bisa tidur. Pikirannya terfokus perihal Kahayang. Memeriksa ponsel lainnya untuk memastikan keadaan Gery adalah prioritas kesekian alias tidak penting. "Kamu juga harusnya tahu kalau ada saya yang mengkhawatirkan keadaanmu." "Oke. Sekarang kamu sudah lihat keadaan saya. Saya baik-baik saja. Saya masih sehat. Tapi, saya capek dan mau istirahat. Nanti sore saya ada pemotretan." Gery meradang, tetapi dia masih mencoba menahannya sekuat-kuatnya dengan mengepalkan tangan. "Kamu baru mau istirahat?! Semalaman kamu ke mana sampai gak tidur?" Sama dengan Gery, emosi Anes mulai meninggi. Tapi, Anes tak menyembunyikan kekesalannya. "Saya ke mana. Saya kenapa. Saya ada apa. Harus saya lapor ke kamu, hah?" "Harus!" jawab tegas Gery dengan bentakan. "Kamu kekasih saya. Dan sewajarnya kamu berkomunikasi dengan saya!" "Kalau begitu, kita putus saja." Anes menjadi muak dengan Gery. Sebagai mainan, Gery adalah lelaki terbaik. Di sisi lain diri Anes, ada sedikit penyesalan dengan lontaran kata-katanya. Pada kesepiannya, Gerylah yang menjadi pengisi. Pada rasa sakitnya karena Deon, Gerylah yang menjadi penyembuh.  Gery pelengkap dan sebenarnya Anes masih membutuhkan Gery untuk menghidupkan jalan hidupnya. Tak hanya perihal perasaan. Anes juga punya tujuan lain pada Gery. Yaitu pintu menuju Bimantara Grup sebagai model. Namun, dalam yang begini panas, Gery berulah membuat Anes tak bisa mengontrol diri. Mengatasi kecemburuannya akan sosok Kahayang saja, sudah membuat hidupnya pusing. Ini ditambah harus menghadapi kekesalan Gery. Rasanya Anes pingin muntah saja. "Putus?! Kamu bilang putus?!" Suara Gery menggelegar. Pada amarahnya, tak menduga Anes bicara santai perihal pisah. Sedikit pun Gery tak menduga jika Anes begitu cepat mengambil keputusan. Tak ada niatan Anes memahami perasaan Gery. "Saya memikirkan kamu sepanjang waktu. Ke mana kamu? Bagaimana kamu? Ada apa denganmu? Tahu tidak bagaimana perasaan seseorang yang begitu peduli padamu? Saya bahkan sampai tidak bisa tidur. Pagi-pagi sekali saya langsung kemari. Dan lihat! Saya bahkan tidak bekerja hanya untuk menunggumu. Memastikan kamu memang baik-baik saja. Dan kamu bicara begini?!" Wajah Gery merah padam dan napas naik turun. Ingin rasanya Gery mencekik Anes yang duduk dengan tenang. Tangannya yang mengepal mulai terlihat gemetar karena kuatnya ia menahan diri tidak melakukan hal-hal di luar kendali. Anes bukannya tak melihat kuatnya emosi Gery. Tapi, dirinya berusaha tenang agar bisa mengontrol emosinya. "Ada pria lain?" tuduh Gery sembari kedua bola matanya bergulir pada buket bunga yang masih di pangkuan Anes. Gery tak hanya cemburu, ia juga iri. Bunga itu begitu hati-hatinya diperlakukan Anes, seolah bunga itu terlalu amat istimewa. "Kenapa jadi menuduh?" Anes memainkan perannya sebagai aktris saat ini. Anes tidak mau dirinya menjadi yang bersalah. Ia tidak mau kalah. Anes menatap tajam Gery, dengan maksud agar Gery terintimidasi akan rasa salah. Begitu adalah triknya. Banyak laki-laki  yang kemudian merasa bersalah hanya dengan membalikkan tuduhan. Dan berhasil. Gery yang tadinya garang, mulai terlihat canggung. "Saya tidak menuduh. Saya hanya bertanya." "Pertanyaanmu itu pantas?" Anes terus menyudutkan Gery. Jangan sampai dirinya yang menjadi terdakwa. "Ya..., gimana. Kamu sedarian kemarin tidak jelas kabar beritanya. Telpon tidak diangkat. Pesan WA tidak dibaca. Pagi-pagi sudah tidak ada. Pulang-pulang bawa bunga." "Ooo.... Jadi itu landasanmu menuduh saya? Picik kamu, ya!" "Ya terus itu bunga dari siapa?" Anes menarik napas. Sengaja memberi jeda waktu dengan menatap tajam Gery. Dengan begitu, ia bisa memberikan pukulan telak. "Jam berapa sekarang?" Gery melongo karena perubahan topik. Anes tidak jelas, tiba-tiba menanyakan waktu. Pun begitu, tak urung Gery memeriksa waktu dari jam tangannya. "Hampir setengah sebelas," jawab Gery dengan bingung. "Jam berapa kamu makan siang?" "Jam dua belas atau jam satu." Anes diam. Menunggu kepekaan Gery. Gery yang tadinya bingung, mulai mencoba memahami maksud pertanyaan-pertanyaan Anes. Perihal waktu makan siang dan bunga. Tubuh Gery sedikit tersentak ketika kesimpulan muncul. "Apakah..., mmm..., kamu tadinya mau makan siang dengan saya?" tanya Gery. Anes tak menjawab. Namun dalam hati tertawa. Ini kenapa ia mengistimewakan Gery. Salah satu alasannya adalah Gery adalah lelaki yang peka akan maksud dari keinginannya atau ucapannya yang disampaikan dengan tidak jelas. Bukankah wanita itu samar? Dan lelaki yang peka adalah yang dibutuhkan. Mata Gery bergulir pada bunga di pangkuan Anes. Rasa bersalah menyelusup di benak Gery yang sudah menuduh secara halus. Diamnya Anes adalah jawaban iya atas pertanyaannya. Jika memang Anes berniat makan siang dengannya, berarti bunga itu untuk dirinya. Anes berdiri dan meletakkan dengan kasar buket bunga Ranunculusnya di atas meja. "Kemarin saya ada syuting di puncak sampai tengah malam. Dan saya menginap di sana dari pada saya kenapa-kenapa di jalan. Ini saya baru pulang. Saya pikir saya harus menebus hilangnya waktu kebersamaan kita dengan makan siang dan saya membeli bunga ini, saya pikir kita bisa makan siang romantis. Kecewa saya." Anes berlalu. Gery yang menjadi sosok yang bersalah, sigap berdiri dan memeluk Anes dari belakang. "Maaf...." "Lepaskan. Saya capek." Gery semakin mengeratkan pelukannya. Ia menyelundupkan kepalanya di leher Anes dan menciumi leher itu dengan lembut. "Maaf.... Saya terlau mengkhawatirkanmu." "Tapi gak pakai nuduh dengan pertanyaan seperti tadi!" "Iya. Maaf. Saya terlalu cemburu juga." Gery yang begutu merindu, terus memberikan ciuman hangatnya dari leher, naik sampai belakang telinga Anes. Sedikit memberikan jilatan dan Anes menggelinjang. Gery tersenyum tipis. Ia cukup tahu daerah sensitif Anes. "Jangan begitu lagi," pinta Anes dengan suara lirih dan sedikit serak. Gairahnya bangkit dan Anes ingin melupakan keresahannya bersama Gery yang juga sudah b*******h. Keduanya kemudian bergelut dengan kasih di ruang tamu. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD