Chapter 24

1412 Words
Wanita yang dilanda cemburu, akan terlihat menggemaskan karena kemudian ia hanya bertingkah berdasarkan perasaan bukan logika sehat. *** Kahayang melangkah riang. Senyumnya tak lepas dari wajah mungilnya. Setiap berpapasan dengan orang, Kahayang akan semakin melebarkan senyumnya atau mengangguk sopan. Ia mengenakan sweater kebesaran warna merah kecokelatan dengan bagian kerah digulung lebar. Padu padannya adalah celana jeans model pensil dan ia mengenakan sepatu santai warna hitam. Kahayang juga sedikit berias. Ia memberi kuasan maskara di bulu mata. Memoleh perona pipi dengan tipis dan juga perona bibir dengan warna senada. Warna buah peach. Kahayang tidak fokus cantik untuk banyak orang, ia hanya ingin terlihat istimewa untuk Gery. Tapi sepertinya itu sia-sia. Ia justru terlihat cantik di mata sebagian pria. Dengan sweater kebesaran ia terlihat imut dan menggemaskan. Siang ini setelah mengantar bunga, ia berencana langsung ke kantor Gery. Ia ingin membuat kejutan kecil dengan kemunculannya dan mengajak Gery untuk makan siang bersama. Kahayang membaca di sebuah artikel bahwa kejutan-kejutan kecil saat istirahat siang, bisa menambah keharmonisan dan Kahayang ingin mewujudkannya. Kahayang sebenarnya punya misi selain sebuah keharmonisan. Yaitu penebusan. Kahayang merasa bersalah karena marah-marah padahal Gery sudah berusaha untuk memperbaiki keadaan dengan mengundang Kahayang makan malam di restoran hotel berbintang. Gery tidak mengabarinya sampai hari ini. Itu cukup meresahkan perasaan Kahayang. Setelah menerima memberikan bunganya pada sekretaris, Kahayang langsung menelepon Gery dan memastikan pria itu ada di kantor. Tidak pergi keluar untuk urusan terkait pekerjaan atau bahkan keluar dulu untuk makan siang lebih awal. Setelah empat kali mencoba akhirnya Gery menerima telepon Kahayang. Suara sapaan Gery terdengar malas. "Gery, kamu masih kerja?" Kahayang mencoba agar suaranya terdengar manis. "Ya." "Kerjaannya banyak, ya?" "Ya." "Sebentar lagi waktunya makan siang, lho." "Iya." "Kamu gak makan siang di luar?" Terdengar helaan napas dari Gery. Kahayang langsung menunduk. Perasaannya seketika memburuk. Ia jadi tidak percaya diri dengan sikap Gery. Jelas terasa kalau gery enggan bicara dengannya. Pasti ini karena makan malam semalam. "Ada apa, Ayang? Saya sibuk." "Oh. Oke. Gak ada apa-apa. Maaf ya ganggu." "Jangan telpon saya di jam kerja, kalau gak ada yang penting." Dan Gery langsung menutup sambungan teleponnya. Kahayang menatap ponselnya dengan perasaan kecewa. Ingin rasanya ia menangis andai tak ingat diri kalau ia di kantor orang. Sebagai gantinya, Kahayang melakukan olah pernapasan sendiri agar tenang. Ia memejamkan mata, menarik napas, menahannya, dan kemudian melepaskan perlahn-lahan udara yang mengendap, berharap kesenduan pun ikut terbawa keluar. Kahayang mulai menghitung dalam hati. Satu..., dua..., tiga..., em.... Kahayang menghentikan hitungannya. Kelopak mata yang merapat, bergerak-gerak bersamaan dengan gerak bola matanya. Tadi, ia merasakan ada angin hangat menganggu poninya. Masak iya angin? Ini kan kantor. Gedung tinggi. Semua ruangan tertutup terutama jendela. Tapi, kok.... Kali ini Kahayang menjingkat karena terkejut karena kembali poninya seperti ditiup. Cepat Kahayang membuka kedua matanya dan sontak ia membelalak. Sambara berdiri didekatnya dengan tubuh sedikit membungkuk dan wajah Sambara begitu dekat dengan wajah kahayang hingga Kahayang bisa melihat manik gelap mata Sambara. Tak ada kata-kata yang keluar dari bibir mungil Kahayang selain bentuk bibirnya menjadi bulat mengikuti bulat matanya. Melihat ekspresi Kahayang, d**a Sambara berdebar-debar. Kemauannya akan bibir Kahayang, membuat kebingungan sendiri dalam diri Sambara. Kemauan itu mendesak keluar, mendorong kepalanya semakin maju. Napas Sambara yang mulai berat menerpa wajah Kahayang. Bagai sihir yang dipatahkan, Kahayang mengerjapkan mata. Menyadari kalau wajah Sambara hanya tinggal beberapa inchi dari wajahnya, Kahayang langsung mundur sampai dua langkah. "Mau apa kamu?" bentak Kahayang. Sambara terkejut juga malu. Tapi Sambara laki-laki. Tak sulit baginya menguasai diri sendiri dan mengendalikan keadaan. Menguasai Kahayang yang terlihat terkejut bagi Sambara seperti melampaui kesulitan seujung jari jentiknya. "Kenapa?" tanya Sambara yang dengan santai menegakkan tubuhnya. Gaya Sambara membuat Kahayang menahan napas. Ia belum pernah melihat laki-laki semaskulin Sambara. Bahkan Gery pun harus Kahayang akui, biasa saja. "Apanya yang kenapa? Dan lagi, saya yang tanya duluan kenapa kamu balik nanya?" ujar Kahayang sewot. Karena saya tahu kamu mudah dialihkan, ujar Sambara dalam hati dan bibir tersenyum tipis. "Kenapa kamu ada di kantor ini?" Dengan sengaja Sambara memfokuskan pada pertanyaannya ketimbang menjawab pertanyaan awal Kahayang. Kahayang kesal. Ia melipat tangannya di d**a. Sekuatnya menatap mata Saga yang bagai magnet dan berjalan mendekati Saga. Mendapati mata Kahayang yang mengikat matanya, Sambara terpaku semabri menelan air liyrnya, menahan perasaan gelisah yang tak jelas. "Karena.... Saya menjalan sebuah misi. Mengirim bom rakitan. Untuk seseorang yang kemunculannya selalu tiba-tiba, dan teramat sangat mengganggu. Dan saya masih di sini karena ingin melihat dia meledak." Di hadapan Sambara, Kahayang menjijit, mendongak, dan berkata, "Buummm!" Sambara mengerjapkan matanya beberapa kali. Ia mengigit kecil bibir bawahnya, menoleh ke arah lain, mencoba menyembunyikan tawa gemasnya dari Kahayang. Namun, sia-sia. Kahayang melihat ekspresi tawa yang samar. "Gak usah sembunyi-sembunyi ketawanya. Kelihatan juga," ujar Kahayang sewot yang langsung dibalas Sambara dengan atwa lebar. Punggung tangan kanan Sambara mengusap ujung mata yang menimbun air mata karena tertawa. Saat itu Kahayang melihat kalau Sambara memegang kartu nama dari toko bunganya. "Ooo.... Dasar buaya!" Kahayang menendang tulang kaki Sambara. Sontak Sambara mengaduh kesakitan sekaligus kebingungan. Sedangkan Kahayang berlalu cepat menuju ke lift. Sempat ia mengangguk pada sekretaris yang baru keluar dari ruangan Azka. Kahayang masuk ke dalam lift dengan cepat. Sesaat ketika pintu lift hampir tertutup sempurna, sebuah yangan menyelip, menghalangi tertutupnya pintu lift. Dengan paksa, pintu lift dibuka. Sambara dengan wajah yang masih menyisakan sakit, menatap tajam Kahayang di depan pintu lift. Ia pun masuk. "Kenapa saya ditendang?" tanya Sambara menuntut jawab. "Karena kamu buaya!" bentak Kahayang. "Buaya bagaimana?" "Ya, buaya. Laki-laki buaya." "Ngomong yang jelas, agar saya mengerti." "Pikir sendiri. Sudah dikasih jelas tapi pura-pura tidak tahu." Tangan Kahayang terulur, berniat menekan tombol tujuan lift yang ada di belakang Sambara "Jelas di bagian mananya?" tuntut Sambara yang memegang pergelangan tangan Kahayang, menahan tangan gadis itu menekan tombol apa pun. Kahayang memiringkan kepala menatap sengit Sambara. "Kamu gak pernah sekolah? Idiom buaya buat laki-laki memangnya apa?" "Justru saya bertanya, kenapa kamu sebut saya buaya." "Ya karena kamu itu buaya! Sudah punya kekasih tapi berlagak bujangan. Pakai datang-datang ke rumah segala. Mau nipu kita-kita? Mau menjebak saya? Cuih.... Gak akan bisa. Karena saya punya kekasih. Dan lagi, Tuhan itu baik, DIA memberi petunjuknya tentang kamu dengan sangat cepat." Sambara tertegun. Tiba-tiba ia merasa benar-benar bodoh. Tak ada satu pun dari kata-kata Kahayang yang bisa ia cerna dengan kepalanya. "Tunggu, tunggu. Kekasih? Menipu? Saya?" tanya Sambara kebingungan. "I...ya! Memangnya saya bicara sama siapa?" "Kamu tahu saya punya kekasih dari mana?" "Itu!" Dengan lirikan matanya, Kahayang menunjuk pada tangan kanan Sambara yang berkacak pinggang dan jemari masih mengapit selembar kartu ucapan. "Ini?" Sambara menunjuk kartu ucapan di tangannya. "Ini kan dari Elle." "Iya saya tahu dari siapanya. Gak perlu kamu jelasin. Saya tulis kalimat sayang itu darinya untukmu." "Untuk.... Siapa? Saya?" Perlahan, ekspresi tegang Sambara berubah tenang. Senyum tipisnya berubah jadi ledakan tawa. Tawa Sambara membuat Kahayang kesal. Diam-diam ia merasa bahawa ada yang salah dengan analisanya. Tapi ia tidak tahu apa. Sekuatnya Kahayang mencoba membebaskan pergelangan tangan kirinya yang berada dalam genggaman tangan kiri Sambara. Sambara menghentikan tawanya, menyisakan wajahnya yang geli. Ia tak melepaskan tangan Kahayang, malah justru menarik tangan itu, membuat tubuh gadis mungil itu tersentak dan bergerak maju lebih dekat dengan Sambara. "Kamu cemburu?" "Idih! Buat apa juga saya cemburu." Kahayang mundur lagi dan mencoba melepaskan tangan. Sambara menarik lagi. Kali ini sentakannya sedikit lebih kuat dari yang pertama. Membuat tubuh Kahayang maju, lebih dekat dengan tubuh Sambara. Merasakan aroma kayu manis, parfum khas Sambara. "Memangnya di kartu ini ditujukan untuk saya?" tanya Sambara lembut. "Nggg.... Untuk CMO dan saya diarahkan ke sini. Ke ruangan tadi." Kahayang gelagapan. Tubuhnya bereaksi aneh dengan aura hangat yang menguar dari tubuh Sambara. "Dan siapa nama CMO itu?" "Nggg.... Tidak ada nama. Hanya..., nggg..., julukan mesra." "Oke. Tapi, kamu masih ingat kan ini di mana?" "Perusahaan Blenda Grup." "Dan apakah kamu lupa, saat saya mengambil mawar biru, saya perwakilan dari mana?" Kahayang terkesiap. Ia menarik napas dalam. Wajahnya memerah. Kahayang diserang rasa malu yang teramat sangat. Sambara bekerja di Perusahaan Bimantara, terlalu mustahil jika CMO yang dimaksud adalah Sambara. Sambara sangat gemas melihat ekspresi malu Kahayang. Dengan lembut dicubitnya pipi Kahayang, yang langsung ditepis Kahayang. Sambara melepaskan tangan Kahayang, berbalik dan menekan tombol menuju lantai satu. Kahayang segera mundur lebih jauh, mengusap pipinya yang terasa sangat hangat karena dicubit. Bukan kesakitan, hanya saja rasa hangat di jemari Sambara seolah langsung masuk ke pori-pori wajah Kahayang. "Lain kali..., pastikan dulu segala sesuatu. Kecuali...." "Kecuali apa?" sentak Kahayang galak. Sambara menoleh dan meringis. "Kamu terlalu cemburu sampai tak bisa berpikir apa-apa." Sambara tertawa senang, sedangkan Kahayang hanya menahan gemas menerima kekalahannya. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD