Chapter 9

893 Words
Pasangan Siluman dalah Penyihir. *** Dengan rambut digulung handuk, Kahayang masuk ke kamarnya yang bernuansa abu-abu dan putih. Warna yang tidak perempuan kata ibunya. Sedari Kahayang mengenal warna, yang pertama ia kenal adalah warna merah muda, biru muda, kuning muda, hijau muda, dan semua warna yang bisa di muda-mudakan. Itu warna lembut, kata ibunya lagi. Karenanya, setelah lulus SMA, ia menuntut kebebasan dari ibunya, dan dimulai dari pemilihan warna kamar. Ia menyukai warna hitam dan putih. Demi sang ibu yang paling dicintainya, ia memilih putih dan abu-abu, atau yang kata ibunya adalah warna hitam muda. Setelah memakai segala macam produk perawatan wajah, Kahayang memeriksa ponselnya. Ia mendengkus kesal. Tidak ada notifikasi pesan masuk apalagi telepon masuk dari Gery. Apa susahnya, sih, Nelpon? Sesibuk apa coba? Kahayang melempar ponselnya ke tempat tidur. Dengan cemberut, Kahayang memandangi pantulan dirinya di cermin. Hai, Gery. Kalau kamu kayak gini terus, saya pergi tinggalin kamu. Begini, begini, saya juga gak jelek, kok. Liat aja! Bayangan laki-laki siluman itu muncul dengan kemeja biru langitnya dan kaca mata hitamnya. Ia begitu bersinar di bawah teriknya matahari. Belahan rambutnya bergerak sedikit karena tiupan angin. Tampan.... Ehhh! Tidak, tidak, tidak! Dengan tangan mengepal, Kahayang menatap cermin dengan galak. "Gak usah mikirin orang lain! Gery lebih penting! Ingat itu!" Tanpa menyisir rambut, Kahayang keluar kamar, menuruni tangga dan menuju ruang makan. Wajahnya semakin cemberut mendekati meja makan. Dari arah dapur terdengar sangat jelas pembicaraan ibunya dengan Elis. "Badannya tinggi, tegap. Kulitnya putih bersih. Rambutnya tebal lurus. Pokoknya, Te, percis sama arti Korea.... Nggg...." Elis membuka dan menutup matanya. Ia tahu hanya namanya tak bisa tersebut dengan mudah. "Aduh, siapa, Lis. Yang Jelas gitu, lho, ngomongnya." Lia bicara gemas karena keponakannya itu memberikan informasi yang tanggung. "Itu, lho, Tante, yang dramanya ada putri duyungnya." "Lee Min Ho? Serius?" Kahayang di meja makan hanya geleng-geleng kepala saja mendengar kehisterisan ibunya. Apalagi Elis dianggapnya terlau berlebihan mendeskripsikan orang. Dirinya juga pecinta drama Korea, tetapi dia tak melihat kemiripan potongan rambut si Siluman dengan artis tenar itu. "Heh!" Lia terkejut mendapati putri sulungnya sudah duduk santai dengan satu kaki terangkat dan ditekuk di kursi. "Muncul kayak demit aja. Gak ada suara." "Anak sendiri kok dikatain demit." Andin, muncul bersama Lingga yang berjalan sembari tetap fokus ke ponselnya. "Lingga! Waktunya makan. Ponselnya taruh. Dan kamu Ayang, itu kaki kayak sopir angkot makan di warung. Turunkan!" "Yooo...." Lingga meletakkan ponselnya di meja kecil, tempat piring dan gelas bersih. Sedangkan Kahayang mendengkus dulu baru menurunkan kakinya. Elis muncul dengan membawa piring bulat berisi gorengan udang kecil-kecil yang dilumuri tepung. Dengan wajah tersenyum ia duduk di dekat Kahayang yang mendelik kesal karena sepupunya itu bermulut lebar. "Ma..., jasnya sudah rapi?" tanya Kahayang setelah mengambil makanannya. "Sudah, dong." "Di tempat setrika?" "Ada, deh." Lia mengucapkannya dengan nada genit. Membuat Andin dan Lingga mengernyit, Kahayang melongo. Sedangkan Elis tertawa ditahan. "Ada deh gimana?" "Besok, Mama yang antar jasnya ke toko bungamu, ya." Lia memajukan tubuhnya, tersenyum sangat lebar, dan mengerling. "Buat apa? Tumben-tumbenan. Gak usah. Biar saya bawa aja sendiri, besok," tolak Kahayang yang sudah mencium aroma kelicikan dari wajah manis ibunya. "Itu jas mahal, kamu gak bisa bawanya," jawab Lia yang dengan amat santai menyuapkan makanan ke mulut. "Emangnya seberat apa bawa jas mahal, sih? Gak seberat bawa lemari pakaian Mama, 'kan?" "Mama mau lihat masa depanmu dengan si Lee Min Ho." Andin dan putranya, Lingga, hanya saling toleh dan saling mengedikkan bahu bingung. Setiap kali Lia dan Kahayang itu bicara, selalu ada keributan yang tidak dimengerti oleh dua orang pria beda usia itu. Mau menengahi, percuma. Yang bisa dilakukan adalah meneruskan makan dan menyimak. Sejujurnya, keributan antara ibu dan putrinya itu adalah hiburan menyenangkan di rumah sederhana mereka. "Lee Min Ho apa, sih? Elis ini berlebihan." Kahayang menoleh ke Elis dengan bibir komat-kamit dan mata menyipit sengit. Yang ditatap pura-pura tak melihat dan terus melanjutkan makannya tanpa beban. "Ya, makanya Mama mau lihat, apa bener pemilik jas itu mirip artis Korea." "Halah berlebihan. Artis korengan, iya." Kali ini, Andin dan Lingga bereaksi. Keduanya tertawa bersama Elis dengan sembunyi-sembunyi yang tidak guna. Andin tertawa dengan menutup mulutnya menggunakan tangan. Lingga tertawa dengan memalingkan wajah. Dan Elis tertawa dengan melipat bibirnya ke dalam. "Udah. Di meja makan kok ngomong yang jorok. Pokoknya, besok Mama yang antar jasnya. Titik." Tak bisa dibantah lagi. Lia adalah sosok ibu seperti para Ratu di drama-drama kolosal Korea. Yang ketika ia bertitah, bahkan suaminya sendiri tak bisa berkutik. Menurutinya meski mengesalkan adalah pilihan paling bijaksana. *** Sambara langsung melemparkan tubuhnya ke tempat tidur. Ia baru selesai mandi dan sudah berpakaian santai. Pandangannya ke langit-langit kamar yang bernuansa hitam dan putih. Di setiap kesempatan, bayangan Kahayangan yang marah-marah, membuatnya geli dan tak berhenti tertawa. Ini mungkin karena tubuh Kahayang yang kecil mungil, yang kalau marah justru terlihat lucu menggemaskan. Sambara mengambil ponselnya dari atas nakas hitam yang terbuat dari kayu Mahoni. Diperiksanya panggilan keluar. Ada dua nomer untuk ke toko bunga "Kahayang". Yang satu, sudah ia beri nama Elis. Saat ia memesan bunga mawar, ia sempat menanyakan namanya. Sosok Elis mudah dikenali sejak kemunculannya dan sigap menanggapi pesanannya. Sedang si mungil, ia tidak tahu namanya. "Kita lihat.... Kita kasih nama apa untuk nomer ini? Jelas kalau yang ini adalah nomer si penyihir. Eh? Si Penyihir?" Sambara tersenyum sendiri. Julukan itu cocok untuk si gadis mungil yang galak. Sambara menyimpan nomer itu dengan nama "Penyihir" dan kemudian tertawa sendiri. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD