I'm Back!
Dia, Nanna. Gadis periang dengan wajah manis karena kelebihan gula pasir. Tapi, sayang. kisah cintanya tak semanis senyumnya, tak semulus wajahnya, tak juga setinggi percaya dirinya dengan kepedean tingkah dewa bisa mudah mendapatkan cinta Laki-laki yang ditargetnya.
No!
Nanna harus berjuang keras. Kalau jatuh bangkit lagi. Dan jika gagal lagi, dia akan terus coba sampai dapat. Begitulah, Nanna.
"Jangan berhenti berlari karena sepatu heels menghalangimu. Lepaskan saja sepatu itu dan larilah dengan kencang mengejarnya. Lalu saat kau sudah mendapatkannya, segera ikat dia agar tak bisa lari lagi darimu," Pesan Nanna untuk semua gadis.
Dan Kisah Nanna pun dimulai
***
"Nanna, Kumohon. Aku bisa mati kalau ayahmu sampai tau kau kabur!"
Gadis berpaikaian luaran Blezer itu memperingati dengan mencegat langkah Nanna yang hendak masuk ke dalam taksi.
Nanna berhenti. Dia berbalik mengahadap gadis itu.
"Aku akan ke indonesia dan tinggal dengan Nenek. Ayolah Pin, jangan mencegahku." Gadis yang di panggil Pin itu membuka kacamata dan memijat pangkal hidungnya. Dia leleh harus berdebat dengan nona majikannya yang keras kepala.
"Tapi Nona. Tuan memberiku tanggung jawab untuk terus memantaumu. Aku harus bagaimana?!" Pekik Pin frustasi.
Nanna tertawa geli. Dia sudah menganggap Pin sebagai teman yang setia padanya. Melihat dia cemas cukup membuatnya prihatin.
"Bilang padanya. Anaknya sudah besar. Bukan seekor anak bebek yang butuh penjagaan lagi. Aku bebaskan kau dari tugas. Kau dipecat-kau bebas! Paham?"
"Ya ampun, Nanna. Jika kau lupa hanya tuan yang boleh memecatku!" Pin memukul pelan wajah piasnya. "Aku benar-benar akan mati."
"Kau percaya, hidup itu di tangan Tuhan-bukan di tangan Ayahku, kan?"
Pin mengangguk
"Percayalah kau akan baik-baik saja." Nanna mengerlingkan mata di tengah kepanikan yang didera oleh Pin.
Nonanya tidak tau saja jika Pin setengah sekerat menunggu saat-saat itu datang padanya. Nona cantiknya itu terlewat santai dan menganggap semua akan baik-baik saja.
"Oh, Pin aku harus berangkat. 30 menit lagi aku akan ketinggalan pesawat. Salam sama Ayah, katakan jangan mencemaskanku. Aku akan baik-baik saja. Dah!"
Taksi yang ditumpangi Nanna melaju meninggalkan Pin yang mematung berdiri. Mungkin lebih baik dia juga kabur daripada harus memberi kesaksian pada Ayahnya jika Nonanya melarikan diri. Nyalinya seketika menciut mengingat Geori, ayah dari Nanna. Lupakan soal kabur itu, dia tidak punya nyali melakukannya.
***
"Hah. Tiga tahun yang lalu ini masih sama, dan sekarang ini juga masih sama." Nanna mengendus-endus sekitarnya. "Aromanya juga masih sama. Indonesia banget. I Miss You."
Namannya Nanna Geori. Gadis Blasteran indonesia-Kanada. Yah, ibunya bernama Navita Ar-Rahman lahir di Indonesia dan seorang islam. Dia juga tidak tahu pasti kisah kasih asmara kedua orang tuanya. Mungkin saja Ayahnya jatuh hati pada ibunya dan memutuskan untuk menikah dalam syariat islam. Ah, entahlah itu bisa jadi. Bukan masalah juga. Yang terpenting dia sekarang lahir ke dunia dan bisa bernafas. Tumbuh dengan baik dan sehat. Dia sudah bersyukur.
"Aduh, lupa. Alamat Nenek di mana ya? Ya ampun, kok bisa lupa, sih?"
Nanna memiliki wajah yang unik. Perpaduan indonesia-kanada memang tidak diragukan hasilnya. Wajahnya lancip dengan manik ke abu-abuan yang terang. Bibir yang tipis dengan kulit putih menambah kesan seorang putri pada Nanna. Dan karena itu dia di sukai oleh banyak laki-laki.
Ayahnya bahkan mengangkat Pinci untuk menjadi asisten pribadinya agar dia tidak kerepotan. Bukan tanpa maksud. Ayahnya tidak mau dia jadi anak keluyuran dan bergaul bebas dengan lawan jenis. Pin itu pandai bela diri dan jago berkelahi.
Dia bukan anak manja. Kabur ke indonesia, tinggal bersama nenek hanya itu pilihan agar bisa menghirup oksigen bebas tanpa pengawasan Ayahnya. Itu juga hanya alasan klasik, sih. Sebenarnya ada sesuatu yang dia rancang di kepalanya. Dia ingin menjemput cerita lamanya, dan orang itu. Nanna juga akan melanjutkan study di sini saja. Di tanah kelahiran ibunya.
Terpaksa. Dia menekan nomor kontak Neneknya. Dia harus menelfon. Padahal tadi dia berencana memberi Surprice dengan kedatangannya.
"Assalamu'alaikum, Nek?"
"...."
"Aku ada di bandara. Alamat Nenek aku lupa. Kirim email dong, Nek."
"...."
"Hehe, iya dong. Nanna kan mau tinggal sama Nenek. Seneng banget sih, Nek."
"...."
"Oh Nenek jemput? Aku tunggu di sini kalau gitu. Dah Nenek..."
Sambungan itu terputus.
Setelah beberapa menit menunggu, akhirnya kendaraan yang kata Neneknya akan menjemputnya kini telah tiba di tempat. Nanna yang memang kenal dengan supir neneknya tersebut langsung naik ke mobil, Setelah si supir mengangkut kopernya ke bagasi.
"Nona sekarang sudah tambah besar ya? perasaan waktu itu masih agak pendek, tapi sekarang sudah tinggi dan of course semakin geulis pisan." komentar Pak Tio saat masuk ke mobil.
"Yaiya atu, Nanna gitu, loh. Jalan, Pak Tio!" sahut Nanna dengan gaya dan juga super percaya dirinya.
"Hahaha ... Jos, gak ada tandingannya, deh."
Nanna yang makin di puji oleh pak Tio semakin besar kepala dan membanggakan dirinya lagi dan lagi hingga tanpa di sadari mobil sampai di rumah Neneknya.
***
"Udah dong cepika-cepikinya. Pipi aku bisa tambah langsing nih, Nek." Adu Nanna mengehentikan perbuatan neneknya.
Rosa Adinda adalah orang tua kandung ibunya. Suaminya telah lama meninggal sejak insiden kecelakaan 7 tahun yang lalu. Sekarang dia sendiri di rumah ini dengan menghabiskan sisa-sisa hidupnya bersama kenangan sang suami.
"Nenek masih kangen juga. Yasudah kamu ke atas, istrahat. Kamu pasti lelah, kan?"
"Eh, Nek. Si Dia masih ada nggak?" Bukannya menjawab. Nanna malah balik bertanya membuat kening neneknya yang keriput bertambah.
Rosa diam.
Nanna menduga neneknya mungkin lupa makanya tidak menjawab. Faktor usia.
"Aduh, Nek. Pikunnya dibuang dikit dong. Nanna kebelet, nih."
"Si DIA loh, nek."
"Yang mana, Nan? Lupa nenek."
"Ya ampun, Nek. Dulu setiap malam saat Nenek ingin tidur aku selalu ceritain Dia. Nenek sampai ketiduran karena keasikan dengar cerita aku." Nanna tak menyerah ingin membuat neneknya kembali mengingat DIA. "Nenek gak asik, ah."
Bibir Rosa berkedut. Dia sebenarnya sudah tahu maksud dari cucunya. Dia hanya ingin mempermainkan Nanna yang tengah menanti jawabannya.
"Nenek gak ingat, Nan. Coba kamu ambilin es-batu."
"Buat apa, Nek?"
"Kompres kepala Nenek. Siapa tau bisa langsung ingat, Nan."
"Aduh. Nenek ada-ada saja. Ngaco, ih." Dengan kesal Nanna membuang tas ransel kecilnya di sofa dan berjalan ke pintu rumah.
"Mau kemana, Nan?" Rosa bertanya dengan raut wajah yang di buat kebingungan.
"Nanna mau pastikan sendiri. Nanna bakalan ke rumah Dia dan ketemu langsung. Nunggu nenek ingat seperti nunggu Dia peka kalau aku suka sama dia. Kesel tau gak!"
Brak
"Haha. Anak muda sekarang sukanya instan saja. Usaha, kan perlu."
"Ayo, Nan kamu bisa. Luluh kan, es-batu itu!"