Gadis Yang Jatuh Hati

1049 Words
Gadis Yang jatuh Hati pada tetangga Neneknya. *** Gadis itu buru-buru menyebrangi halaman rumah untuk ke rumah tetangganya dengan langkah semangat. Tangannya terkepal erat dan berdoa sebelum memutar knok pintu rumah tersebut. "Ngh?" dia mengerang pelan mengetahui rumah itu tidak terkunci. Dengan mudahnya pula secarik senyum lebar terbit karenanya. 'Terlalu ceroboh.' Pikir Nanna Dia masuk dan menatap sekeliling melihat nuansa rumah yang tetap sama seperti tiga tahun sebelumnya. Interior tak mengalami perubahan seakan dia masih ada di tahun yang sama pula. Dia adalah Nanna. Gadis blasteran yang rela ke indonesia untuk menjemput cerita lamanya. Alasan sederhana, dia jatuh cinta pada anak laki-laki di tiga tahun yang lalu. Yang sebenarnya adalah tetangga neneknya sendiri. Tapi mengingat waktu sekarang laki-laki itu pasti sudah menjadi anak remaja sepertinya. Mungkinkah dia masih mengingatnya? "Apa dia tidak ada niat untuk merubah desain ruangan tamu ini menjadi lebih berwarna? Suram sekali." Decakan miris terlontar dari bibir mungilnya. Sedetik kemudian satu tangannya menutup mulut kala mendengar bunyi air yang mengalir dari lantai dua. Itu adalah kamar si laki-laki. Apa dia sedang mandi? "Aha. Timingnya memang gak pernah salah. Aku memang suka memaksa Keadaan. Tapi kali ini dia sendiri yang memihakku tanpa aku minta. Hehe, sankyuuu." Pujinya dengan penuh kebanggaan. Yah, Nanna adalah gadis pemaksa. Apapun itu, dia ingin agar setiap keadaan memihak padanya. Jika tidak dia akan memaksa! Di kamar laki-laki itu. Nanna menggigit kecil bibir bawahnya. Masuk ke kamar ini adalah yang pertama kali baginya. Sebenarnya dia malu! Tapi sirkirkan itu. Dia jauh-jauh kemari hanya untuk membuat step demi step cintanya terbalaskan. Faktanya kini dia seperti maling, kan? "Ah, masa bodo. Langkah pertama adalah mencuri nomor HP-nya. Ya-ya-ya-aku harus cepat sebelum dia keluar dan memergokiku." Matanya liar mencari alat pintar itu. Dan dapat. Handpone itu berada di atas tempat tidur milik si laki-laki. "Begitu mudahnya Tuhan mempermudahkan jalan pencurian gadis cantik ini. Terima kasih ya Allah..." Kreekkkk "ALLAHU AKBAR!" Pintu kamar mandi terbuka pelan-pelan dengan cekatan Nanna melompat spontan ke atas tempat tidur dan masuk ke dalam selimut tebal. Membungkus dirinya seperti kepompong dan menutup rapat-rapat matanya. Dia terkejut mendengar suara pintu terbuka itu. Dan beginilah dia sekarang. Seakan mencari perlindungan dalam selimut agar tidak di ketahui keberadaannya. "Keadaan apa ini? Apa aku akan mati setelah ini? Ya Tuhan, aku belum mencuri-belum membuatnya jatuh cinta padaku. Aku mohon lindungi gadis cantik ini." Nanna menggumang pelan. Memutuskan diam saja dan pasrah. Dia takut bepikir tinggi yang nanti bisa membuatnya mengalaminya. "Aw..." "Adu-du-duh..." "Awww-sakit. Aduh..." "Eh, tolong. Jangan pukul aku. Aku bukan maling. Aw..." "BERHENTIIII!" Pukulan itu berhenti. Nanna tidak sanggup menceritakannya. Kalian pasti menertawannya kalau sampai tau dia di pukul dalam keadaan tak berdaya dan tak bisa melawan. Dia bahkan tidak bisa bergerak karena tubuhnya terlilit erat oleh selimut. "Lo si...siapa?" Suara itu. Nanna ingin menangis rasanya. Apa laki-laki itu yang memukulnya? Apa benar dia? Teganya. "Aku...aku...ak-" "Lo pasti pasti maling, kan? Keluar lo-keluar!" Laki-laki itu memegang ujung selimut dan menariknya hingga Nanna berguling dan jatuh ke sisi ranjang. Bukh "Awww...." Nanna kembali berteriak menerima kenyataan tubuhnya sangat-sangat sakit kali ini. Remuk dan pastinya memar di sana sini. Nanna bangkit mencoba melawan dan siap meminta pertanggung jawaban. "SAKIT TAU!" Pekik Nanna berdiri tegak dan menunjuk laki-laki di sebelah ranjang yang memegang tongkat bisbol. Tunggu. Apa benda itu yang di gunakan untuk menganiyayaku?! Astagfirullah. Untunglah aku gadis dengan tubuh sekeras baja. Pikir Nanna. "Lo siapa? Beraninya masuk ke rumah orang!" Ucap laki-laki itu. Sorot matanya tajam dan sedikit bingung. Dia baru pertama kali menjumpai maling dengan jenis kelamin perempuan. "Derin ini aku!" "Lo tau nama gue dari mana? Lo siapa?" "Kamu lupa? Tiga tahun lalu aku gadis yang pernah nembak kamu. Tapi....kamu tolak." Ujar Nanna melotot tidak percaya. Secepat itukah dia dilupakan? Bahkan dia saja tidak pernah melupakan laki-laki itu seharipun. Alis tebal Derin bersatu. Dia mencoba mengingat gadis di depannya. Wajahnya memang tidak asing. Rupa yang unik itu terlalu sukar untuk dilupakan. Sedetik kemudian matanya melabu saat memori itu terlukis jelas di ingatannya. Dia.... "Lo...Na..Na.. Nanna?" "Akhirnya kamu ingat! Iya Derin ini aku. Nanna si cantik yang jatuh cinta sama kamu. I LOVE YOU!" Nanna berlari menghampiri Derin yang mematung tak berkutik. Melupakan fakta jika tubuhnya sakit. Tenaga Nanna kembali ke 100% saat Derin mengingatnya lagi. Dia bahagia Derin tidak melupakannya. "Aku datang ingin menepati janjiku. Kamu ingatkan?" Di hadapan Derin Nanna kembali menggali ingatan cowok itu. Derin harus mengingat masa-masa saat Nanna berlaku sebagai gadis pejuang cintanya dari dulu hingga kini. Dan Nanna masih berjuang membuat Derin balas mencintainya. Harus! Derin harus mencintainya. "Janji apa?" Derin membalas santai. Dia mundur saat Nanna maju membuat jarak mereka menipis. "Janji kalau di saat aku kembali nanti, aku akan menembakmu lagi. Saat ini aku sudah kembali, kan? Jadi-" "Shtt. Eh, lo dengar gak?" Tiba-tiba Derin menyela ucapan Nanna. "Dengar apa?" "Dengar baik-baik, deh suara itu!" "Suara apa, Derin?" "Suara Bi Rosa. Dia manggil-manggil lo. Dengar gak?" "Gak. Aku gak dengar? Nenek kenapa?" Derin menghembuskan nafas pelan sebelum menjawab. "Lo pulang, Bi Rosa nyariin lo. Gue takut penyakitnya kambuh lagi, cepat lo samperin!" Ucapan Derin lebih ke sebuah perintah. "A...apa? Nenek punya penyakit? Kenapa aku gak tau sama sekali?" Nanna shock mendengar kebenaran itu. "Gue juga gak tau. Makanya lo pulang, pastikan keadaan Bi Rosa itu baik-baik saja!" Nada suara Derin lebih tinggi dari sebelumnya. "Kalau gitu aku pulang dulu. Aku khawatir Nenek kenapa-kenapa?" Perasaan Nanna tidak karuan lagi. Dia benar-benar khawatir. Nanna segera berlari menuju pintu kamar. Tapi belum beberapa langkah, Nanna berbalik lagi dan hendak berkata untuk yang terakhir kalinya. "Der, kamu harus janji." Kedua netra kelabu itu menumbuk dalam mata Derin. Keseriusan terpancar dari dalam sana. "Kamu...bakal setia nunggu aku, kan? Gak akan khianati dan tinggalin aku, iya kan? Iyakan Derin!?" Derin mengigit kecil bibir bawahnya. Tangannya perlahan ikut mengepal erat. Apa gadis itu serius? Oh tuhan, apalagi ini?! Dia bersumpah tidak pernah bertemu dengan gadis yang hilang kewarasan seperti di hadapannya ini. "A...apaan, sih. Lo gak jelas tau gak! Pulang sana!!" Sedetik kemudian Nanna yang serius tadi menghilang. Sekarang dia tersenyum sangat manis. "Iyah-iyah. Dah Derinnn! Ummah... I Love You, Baby." dia melambaikan tangan dan mengedipkan sebelah mata berjalan ke pintu kamar. "Aku pulang ya, dan nanti aku akan datang lagi, okey." Dan pintu pun di tutup. "Hais, kok aku merinding." tubuh Derin gemertar membayangkan jika Nanna akan datang lagi, "Ujian apa ini, ya Allah?"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD