Pertengkaran

1145 Words
"Kau habis dari mana?" Sebuah suara muncul setelah Putri masuk ke dalam rumahnya. Tentu saja Putri sangat mengenali suara itu dan dia hanya bisa berdecak kesal saja. Secara perlahan, dia mulai melirik ke arah seorang pria yang kini tengah terduduk di atas sofa dengan tangan yang terlipat di depan d**a. "Bukan urusan mu." Putri menjawab. Dia terkekeh pelan saat melihat bagaimana suaminya itu terlihat marah karena jawaban yang baru saja dia berikan tadi. Gio membangunkan tubuhnya dan langsung menghampiri Putri. Tangannya memegang dengan kuat bahu wanita itu, membuat Putri hanya bisa meringis pelan. "Apakah kau sudah berani kurang ajar dengan suami mu sendiri?" "Aku hanya pergi dan mengapa kau cerewet sekali? Lagian juga aku pulang saat sore, bukan tengah malam seperti kau." "Aku bekerja, Putri." "Ya, jadikan terus pekerjaan mu itu sebagai sebuah alasan." Putri melangkah, dia memilih untuk meninggalkan tempat itu, berhadapan dengan Gio benar-benar membuat kepalanya terasa pusing. Pria itu membawa pengaruh yang buruk dalam dirinya dan Putri sangat membenci suaminya itu. Mungkin, bisa dijelaskan bahwa Putri berada dalam cinta dan benci. Dia tak bisa melupakan Gio dengan mudah dan melepaskan cinta yang telah dia buat, sungguh Putri tak bisa melakukan hal tersebut. Namun, Putri yakin sekali rasa cintanya itu pasti akan terkikis secara perlahan dan hatinya akan kebal jika melihat suamianya yang berselingkuh. Ya, setidaknya itu terlihat lebih baik. "Putri, aku belum selesai berbicara!" Putri menutup pintu kamarnya dan tak lupa menguncinya. Dia tak peduli jika saat ini Gio tengah menggedor-gedor pintu kamarnya itu, tinggal menutup telinga nya dengan menggunakan headset, dia mulai merebahkan tubuhnya dan mengistirahatkan dirinya. Sungguh, rasanya sangat lelah sekali jika dia harus menghadapi semua masalah yang dihadapinya ini. "Mengapa cerita percintaan rumah tangga ku menjadi seperti ini?" Sementara itu, di sisi lain Gio hanya bisa menggeram marah karena sedari tadi, Putri belum juga membuka pintunya. Ingin rasanya dia mendobrak, tapi mengingat bahwa keamanan ruangan kamarnya yang tinggi, membuatnya yakin kalau pintu ini tak akan bisa dibuka kecuali hanya dengan bantuan kunci nya saja. "Ck, mengapa saat ini dia jadi keras kepala sekali." Gio menendang pintu itu dengan kuatnya untuk melampiaskan kemarahannya. Ponselnya berdering kencang, dia langsung membuka benda pipih itu dan melihat sebuah nama yang muncul dari layar ponselnya. Sebuah senyum muncul di wajahnya, perubahan raut wajahnya tampak terlihat sekali, dia tak lagi tampak marah, justru saat ini dia terlihat tampak bahagia sekali. Langsung saja Gio menjawab sambungan teleponnya itu. "Ya, sayang. Ada apa kau menghubungiku?" tanya Arka dengan suaranya yang terdengar sangat lembut. Dia mulai meneruni anak tangga dan mendengar sahutan dari seberang sana. 'Hey, sayang. Aku ingin bertemu dengan mu malam ini.' Gio terdiam. Dia berpikir sejenak, rasanya tentu tak enak jika dia harus meninggalkan Putri sendirian malam ini, apalagi keadaan istrinya itu tengah hamil besar. "Aku tidak bisa, aku takut jika Putri sampai kenapa-napa." Gio berucap dengan ragunya. 'Apakah kau lebih mementingkan istrimu itu dibanding aku?' Terdengar sekali suara nada wanita itu naik dengan tingginya. "Dia sedang hamil dan aku tak ingin jika Putri sampai kenapa-napa." Terdapat keheningan untuk sementara waktu. Sampai pada suatu saat, Gio kembali mendengar suara dari seseogang yang ada di sebrang telepon sana. 'Malam ini saja, aku hanya ingin bersama dengan mu.' "Tapi---" 'Ku mohon.' Gio terdiam sejenak, dia harus memikirkan hal ini dengan baik-baik. Rasanya dia ingin menolak dan memilih untuk tetap berada di rumah bersama dengan Putri, hanya saja pertengkaran yang mereka lakukan tadi, benar-benar membuat suasana hati Gio langsung berubah menjadi buruk. Dan sepertinya, saat ini dia membutuhkan selingkuhannya itu agar hatinya tak lagi merasa jenuh. "Baiklah, aku akan ke sana secepatnya." *** Saat malam datang, Putri merasakan perutnya yang berbunyi dengan sangat kuat. Dia yang tadinya sedang asik tertidur, kini harus membuka matanya dan berdecak pelan. Sungguh, saat ini dirinya merasa sangat lapar sekali dan ingin mengisi perutnya. Namun, karena tubuhnya yang terasa mager, membuatnya ingin tetap berada di posisi yang sama. Tiduran di atas ranjang. Dia menengok dan tak melihat keberadaan Gio di sisi nya. Ke mana suaminya itu? Tumben tak terlihat. "Astaga, aku tadi mengunci pintu kamar." Putri memukul pelan kepalanya, dia melupakan hal yang satu itu saat ini. Terpaksa wanita itu harus membangunkan tubuhnya saat ini, dia mulai melangkah dengan pelannya menuju keluar dari kamarnya. Pandangannya mengedar, mencari keberadaan Gio. Rumah ini terasa sangat sepi sekali, bahkan lampu yang biasanya sudah mati kini masih tetap hidup. Saat dia mengecek satu-persatu kamar yang ada di sini, tetap saja dia tak menemukan keberadaan Gio. "Ck, apa pria itu pergi ke rumah selingkuhannya?" Putri menggeram kesal. Apakah Gio tak memikirkan keadannya yang saat ini tengah hamil besar? Astaga, bagaimana bisa Putri menikah dengan pria yang pengecut seperti Gio? Sebisa mungkin, saat ini Putri tak memikirkan Gio lagi. Memikirkan pria itu bersama dengan selingkuhannya justru akan membuat hatinya sendiri merasa sangat sakit. Dia memilih untuk ke dapur dan memeriksa makanan yang ada di saja. Ada banyak makanan cepat saji, hanya saja tak ada satupun makanan yang ada di sana berhasil membuatnya tergiur. Karena saat ini, Putri ingin siomay dan sepertinya dia tengah mengalami mengidam, di mana keinginannya itu harus dikabulkan saat ini juga, jika tidak maka anaknya akan menjadi ileran nantinya. Namun, tak mungkin juga dia keluar dari rumah di saat malam seperti ini? Lagian juga tubuhnya terasa sangat lelah. "Apakah kau membutuhkan bantuan ku?" Suara itu muncul secara tiba-tiba, membuat Putri langsung membalikkan tubuhnya. Dia menatap ke arah seorang pria yang berada tepat di belakangnya. Rey. Astaga, pria itu bahkan masuk dan keluar dari rumahnya dengan seenak mungkin dan sekarang, tampang nya saja tak menunjukkan rasa bersalah sedikitpun, membuat Putri hanya bisa berdecak kesal dengan ulah pria itu. "Hey, aku sedang berbicara dengan mu." Rey berucap dengan nada tingginya agar Putri bisa tersadar dari lamunannya. Putri mengedipkan matanya beberapa kali. "Aku ingin siomay, tolong belikan aku, ya." "Suami mu mana?" Putri mengangkat bahunya. "Mungkin ke tempat selingkuhannya saat ini." Dia berucap. "Baiklah, aku akan membelikan mu." Rey pergi meninggalkan tempat tersebut. Putri tersenyum kecil, setidaknya di sini dia memiliki seorang teman yang membantunya saat berada dalam posisi yang sulit. Tiba-tiba saja ponsel nya berdering, dia mengambil benda pipih yang berada di dalam kantungnya dan melihat sebuah gambar yang dikirimkan oleh seseorang. Gambar Gio yang tampak sedang tertidur di atas ranjang.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD