bc

Theo Ry

book_age16+
367
FOLLOW
4.8K
READ
love-triangle
friends to lovers
powerful
confident
dare to love and hate
drama
twisted
bxg
campus
enimies to lovers
like
intro-logo
Blurb

Disini kita akan belajar mengenai arti ikhlas dalam mencintai. Mencoba untuk berpikir dewasa mengenai orang yang tidak bisa digenggam untuk selamanya. Atau bahkan mengikhlaskan hati untuk melihatnya bersama yang lain. Karena Tuhan paling tahu kebutuhan seorang hambanya.

Halo, mohon baca sebentar ^-^

Selamat datang di kehidupan si kembar dan segala urusannya. Ini adalah lanjutan untuk cerita My Little Wife dan lebih berfokus pada Tho Ry, anak kembar mereka.

Ingin mengingatkan sebelum membaca, disini akan ada pergantian latar tempat, yang semula di Korea Selatan kini berpindah ke Indonesia untuk kebutuhan cerita.

chap-preview
Free preview
PROLOG
Selamat bmembaca, - “Kamu terlihat sempurna dengan semua yang melekat pada dirimu.” Galen Gibson Rajendra~   -               Langkah kaki laki-laki itu bergerak dengan cepat saat melihat target yang sedari tadi di carinya. Ia berjalan menuju gadis yang sedang duduk tepat di bawah pohon besar yang mampu memberikan efek segar bagi siapa yang berada di dekatnya. “Sena,”             Gadis yang memiliki nama pun mendangak. Ia tampak terkejut dengan kehadiran lelaki berparas tampan dengan tinggi yang tidak semampai dengannya. Dia Galen Gibson Rajendra, laki-laki dingin yang menjadi bualan mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya.  Pasalnya ia memiliki wajah cukup tampan yang tidak pernah ia banggakan atau pamerkan pada siapapun. Sikap dinginnya yang tidak memperdulikan apapun, terkadang menjadi daya tarik tersendiri untuk sebagian mahasiswi yang melihatnya.             Gadis yang bernama Alena Senakila Lopika itu menatap Galen dengan pandangan bingung, “Ada apa?” tanyanya. “Temenin gue buat maju ya,” ucap Galen cepat namun dengan wajah datarnya yang penuh akan keseriusan.             Sena mengernyit bingung, mendengar ucapan Galen. Mereka bahkan tidak terlalu mengenal satu sama lain. “Maju apaan?” “Jadi Kahim sama Wakahim,” balas Galen.             Sena tersedak karena sebelumnya ia sempat menegak air mineral yang di bawanya setelah selesai mengikuti mata kuliah hari ini. Ia pun menatap Galen tidak percaya dengan menunjuk dirinya sendiri. “Gue?” tanya Sena pada Galen untuk kembali memastikan. “Iya. Lo.” Tegas Galen tanpa mengalihkan pandangannya sama sekali dari Sena.             Sena menggeleng, menolak tanpa berpikir. “Ayolah, bantuin gue.” Pinta Galen pada Sena.             Sena tertegun, ini adalah kali pertamanya Galen meminta tolong padanya. Bahkan ini adalah kali pertama Galen berbicara lama dengannya, biasanya mereka hanya sekedar bertukar sapa atau bahkan tidak sama sekali. “Kenapa gue yang harus bantuin lo? Lo yang mau maju juga,” tanya Sena dengan nada tak terima. “Karena gue maunya sama lo. Jadi gue harus majunya sama lo,” jawab Galen. “Ya kenapa harus gue? Banyak yang lain, bukan cuma gue.” “Karena lo pantas. Lo sempurna dengan karakter lo yang kuat, tegas, dan percaya diri.” Sahut Galen.             Sena menghela napas berat. Ia terdiam setelah mendengar ucapan Galen yang entah memang sedang memujinya, atau hanya sekadar merayunya untuk bisa maju bersamanya.             Informasi untuk kalian, Galen dan Sena merupakan teman fakultas namun berbeda kelas. Pernah mereka selama satu semester berada di kelas yang sama, tapi mereka juga tidak terlalu mengenal karena sifat Galen yang dingin dan Sena yang cuek. Mereka pun tidak pernah di satukan menjadi sebuah kelompok disaat ada tugas untuk membuat kelompok.             Tapi saat Sena mendaftar Himpunan di Fakultasnya, ia terkejut karena melihat ada Galen yang juga berjajar dengannya karena sudah lolos menjadi anggota HIMA. Sena pikir, orang seperti Galen tidak pernah berniat untuk mengikuti unit kegiatan mahasiswa yang sangat menyita waktu ini.             Sena pun tertawa setelah lama berdiam, membuat Galen bingung dengan perubahan sikap gadis di hadapannya ini. “Kenapa?” tanya Galen tiba-tiba. “Lo lucu,” balas Sena dengan mendongak untuk menatap Galen.             Sena pun bangkit, membuat Galen memundurkan langkahnya beberepa kali kebelakang untuk menciptakan jarak dengan Sena. “Kenapa lo bisa simpulin karakter gue se-detail itu?” tanya Sena dengan menatap tajam Galen penasaran. “Karena gue selalu perhatiin lo di Himpunan.”             Sena tertegun, ia kembali di buat diam oleh laki-laki dingin di hadapannya ini. “Jangan jawab sekarang. Masih ada waktu dua hari lagi sebelum gue ajuin formulir ke divisi PSDM. Pikirin baik-baik dan tanpa emosi. Semangat Sena.” Lanjut Galen dengan menepuk pundak Sena sebanyak dua kali sebelum ia meninggalkan Sena sendiri bersama pikirannya yang sudah hanyut terbawa hembusan angin sore.   -                 Galen masuk kedalam rumah sesudah menemui Sena setelah ia mencari keberadaannya selama satu jam penuh. Galen mengitari fakultas mereka, pergi ke kantin, perpustakaan, ruangan Himpunan, dan tempat lain yang memungkinkan di kunjungi oleh Sena. Ia merasa sangat lelah hari ini hanya karena seorang Senakila. “Kucel amat kak muka lo,” ucap Leta saat menyadari kehadiran kakak keduanya itu sudah pulang. “Bacot.” Balasnya dingin.             Bahkan di rumah ia juga menjadi dingin. Galen pun langsung naik keatas saat menyadari rumahnya sepi. “Bunda sama Ayah masih di kantor.” Seru Leta memberitahu keberadaan kedua orang tuanya yang sibuk.             Galen terus menaiki anak tangga dengan sisa tenaga yang dimilikinya tanpa menghiraukan teriakan adik kecilnya itu. Galen pun masuk kedalam kamarnya yang minimalis dengan paduan warna putih dan abu muda yang mendominasi ruangannya, warna yang menggambarkan dirinya karena tidak jelas antara putih atau abu tua yang mencolok.             Galen kini menghempaskan badannya diatas ranjang miliknya. Memejamkan matanya sebentar untuk merefleksikan diri setelah seharian sibuk di kampus dengan berbagai aktivitasnya. Memang benar, kamar merupakan tempat ternyaman yang pernah ada.             Ya, semenjak memasuki dunia perkuliahan. Galen memutuskan untuk lebih aktif seperti Gavin, saudara kembarnya. Gavin yang memang sangat aktif sejak mereka bersekolah, ia bahkan menjadi Ketua Osis di SMP dan SMA mereka dulu. Sedangkan Galen, hanya anak basket yang pendiam dan jarang berinteraksi dengan sosial. Mereka berdua memang bertolak belakang.             Gavin Gibson Rajendra, mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis semester 5. Mereke memutuskan untuk berpisah setelah sudah lama bersama dari dalam kandungan, hingga sekolah menengah atas. Tapi perpisahan mereka hanya sebatas berbeda Fakultas dan Jurusan. Gavin memang turunan Adira yang sangat menyukai dunia bisnis dan sosial sejak kecil, berbeda dengan Galen yang hanya diam bersama pikiran dan permainan di ponsel miliknya.             Dulu, saat mereka sedang memilih jurusan untuk kuliah. Ayana sempat terkejut dengan pilihan Galen yang memutuskan untuk masuk kedalam dunia sastra. Sebenarnya ia tidak benar-benar terkejut, karena putranya ini sangat suka membaca. Ia pikir itulah mengapa Galen ingin menjadi sastrawan. Adira tidak mendukung pada awalnya, karena hanya Gavin dan Galen yang mampu melanjutkan perusahaan keluarga mereka kelak. Tapi Ayana berusaha untuk membebaskan kedua putranya itu, ia pun meyakinkan Adira untuk melepaskan Galen berjalan di jalannya sendiri. Tentu saja tidak muda bagi Adira, hingga Galen mengalah dan berjanji untuk mengambil S2 dunia bisnis setelah ia lulus.             Terdengar suara ketukan pintu, sebelum akhirnya terbuka lebar. “Ry, gue pinjam kemeja dong,” ucap Gavin pada adiknya yang sedang berbaring dengan nyaman diatas ranjangnya.             Tanpa menjawab Galen hanya dehem untuk membalas izin Gavin. Ya, di saat dirumah panggilan mereka tetap sama, yaitu Theo untuk Gavin, Ry untuk Galen, dan Zea untuk Leta. Itu merupakan panggilan sayang yang kedua orang tuanya dedikasikan untuk mereka. “Lo kenapa? Kelihatan lesu gitu?” tanya Gavin pada Galen yang sedang menutup matanya tanpa kehilangan kesadarannya. “Capek.” Balasnya singkat. “Kenapa?” “Kuliah.”             Gavin menghela napas, masih saja Galen bersikap dingin walau sedang bersama dengannya. “Cerita sini sama gue, kenapa sama kuliah lo.” Ucap Gavin dengan berjalan mendekat kearah Galen.             Galen pun membuka matanya dan melihat kearah Gavin yang sudah berdiri di dekatnya. Ia pun tampak mendorong tubuh Gavin dengan kaki panjangnya, menyuruh Gavin untuk cepat pergi dari kamarnya. “Lo mau pergi kan? Cepetan, kasihan yang nungguin lo.” Sarkas Galen dengan kakinya yang terus menendang tubuh Gavin.   -                   Sena menatap arloji yang melingkar sempurna di pergelangannya. Ia tampak sedang menunggu kedatangan seseorang yang sudah membuat janji dengannya untuk bertemu. Sesekali ia menyeruput minuman yang sudah di pesannya lebih dulu, sembari menunggu kedatang orang tersebut.             Butuh menghabiskan waktu sepuluh menit Sena menunggu kedatangan laki-laki tersebut, kini ia sudah berdiri dihadapan Sena dengan rasa penyesalan yang di bawanya. “Sorry gue telat, macet banget jalanan kalau sore.” Ucap Gavin pada Sena yang kini menatapnya dengan penuh senyuman. “It’s okay. Duduk aja, gue juga udah pesan minuman buat lo.” Jawab Sena dengan tersenyum maklum.             Ya, Sena dan Gavin adalah teman saat mereka bertugas bersama dalam divisi Informasi dan Komunikasi (Infokom) di dalam Fakultasnya masing-masing. Saat itu, seluruh divisi Infokom tampak menjalin hubungan baik dengan cara membuat pertemuan setiap Fakultas di Universitas mereka. Gavin dan Sena merupakan staff atau anggota Infokom, dan mereka juga yang di tunjuk oleh Kadiv untuk mewakili anggota dalam pertemuan tersebut.             Gavin duduk sembari menyeruput kopi pahit yang biasa ia minum. Mengapa Sena tahu? Karena mereka memang sangat dekat, Gavin suka membantu Sena, juga sebaliknya. Begitulah mereka bisa dekat. “Gue dengar Fakultas lo mau open recruitmen,” tanya Gavin pada Sena yang sibuk dengan layar ponselnya.             Sena mengangguk, membenarkan pertanyaan Gavin. “Lo ngga mau maju?” tanya Gavin lagi dengan menatap Sena.             Kali ini Sena yang mengalihkan fokusnya dengan menatap Gavin, ia menghela napas beratnya. “Sebenarnya gue males banget. Tapi gue diajakin buat maju,” ucap Sena dengan malas.             Gavin tertawa renyah, membuatnya terlihat sangat tampan. “Maju aja kali. Lo mau stuck untuk terus jadi anggota Infokom?” tanya Gavin. “Karena gue terlalu nyaman di Infokom.” Balas Sena dengan akhiran tawa.             Mereka pun tertawa bersama dengan jawaban receh Sena. Begitulah setiap kali mereka berjumpa, di penuhi akan tawa. “Maju aja Na. Lo pasti bisa,” ucap Gavin meyakinkan Sena.             Sena menghela napas berat, “Gue ngga yakin bisa sih,” jawabnya melas. “Emang siapa yang ajakin lo maju? Kalau dia ajakin lo, berarti dia lihat kemampuan lo juga.” Sahut Gavin yang terus berusaha memabangun semangat gadis cantik di hadapannya ini. “Gue diajak Galen maju,” “HAH?! GALEN?” “Iya, Galen.” Tegas Sena dengan anggukan mantap.             Gavin terkejut saat mendengar ucapan Sena tentang saudara kembarnya itu. Bagaimana tidak, ia bahkan tidak tahu jika Galen mengikuti Himpunan saat ini. memang Galen lebih banyak diam di rumah, dan menghabiskan waktunya bersama buku di dalam kamarnya dalam kesunyian. “Lo kenal?” tanya Sena dengan mengernyit bigung melihat ekspresi terkjeut Gavin. “Dia saudara kembar gue,” jawab Gavin.             Kali ini Sena yang terkejut. Ia membulatkan matanya tidak percaya dengan jawaban Gavin barusan. Sena tertawa seraya menggeleng tidak percaya. “Bercanda mulu lo, heran gue.” Seling Sena dalam tawanya. “Lo lihat aja kenyataannya. Apa muka gue ngga mirip sama Galen?” tanya Gavin yang membuat Sena berhenti tertawa. “Sedikit,” jawab Sena ragu.             Gavin menggeleng, “Gue yakin lebih.” Ralatnya. “Kalian tuh beda seratus delapan puluh derajat. Lo friendly, dia dingin kayak es. Lo perhatian, dia bahkan melirik sekilas aja ogah,” jelas Sena. “Itulah Galen. Tapi dia baik, lo harus ingat itu. Karena Galen itu ya gue, Gavin.” Tegas Gavin pada Sena dengan di akhiri simpulan senyuman tipis.             Sena menatap lurus lawan bicaranya dengan tatapan datar, pikirannya bergelut pada bagaimana sikap dan wajah Galen saat menemuinya sore ini. Ia pun dengan cepat menggeleng samar sembari menggedikkan bahu sebagai tanda acuh untuk menormalkan pikirannya kembali.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Mendadak Jadi Istri CEO

read
1.6M
bc

Bad Prince

read
509.5K
bc

Kupu Kupu Kertas#sequel BraveHeart

read
44.2K
bc

Hurt

read
1.1M
bc

Bridesmaid on Duty

read
162.2K
bc

My Husband My Step Brother

read
54.9K
bc

Dear Doctor, I LOVE YOU!

read
1.1M

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook