Mabuk

1493 Words
Lyana tengah sibuk mencuci piring, sementara anggota keluarga Shancez lainnya sibuk membahas banyak hal di taman belakang. Ada Momo yang ikut membantu, sang juru masak berusia empat puluhan yang telah bekerja di rumah ini sejak tujuh tahun yang lalu. Magdalena, juru masak yang lama dengan wajah dingin dan mata sinis, telah mengajukan pensiun dan merekomendasikan Momo, seseorang yang masih menjadi kerabat jauhnya untuk menggantikan jobnya. Lyana tidak keberatan. Dia lebih suka kehadiran Momo dari pada Magdalena. Magdalena itu seperti wanita sihir yang kata-katanya seperti racun. Satu-satunya orang yang dia pedulikan, hanya Dad saja. Pernah suatu kali terpikir di benak Lyana jangan-jangan Magdalena memiliki niat tak lurus pada Dad. Tetapi melihat betapa Dad mencintai dan memuja Mom, hal itu pasti tak akan berhasil bagi Magdalena. Bagaimana orang seluar biasa Mom dibandingkan dengan Magdalena? Lyana bersyukur bisa hidup di keluarga ini. Keluarga Shancez adalah orang-orang yang cukup baik padanya, dengan perkecualian Steve, tentunya. Mereka semua selalu melibatkan Lyana dalam setiap moment penting dan selalu menjadikan Lyana sebagai bagian dari mereka. Tak perlu dipertanyakan betapa besar dan berharganya kasih sayang yang telah mereka berikan padanya hingga detik ini. Hanya saja, dengan kepribadian introvert Lyana, dia lebih suka menarik diri dan melakukan banyak hal di balik layar. Seperti sekarang, contohnya. Alih-alih bergabung dengan obrolan keluarga, Lyana lebih suka kembali ke dalam dan menyibukkan diri membantu Momo. Dia lebih nyaman melakukan hal ini. "Kau tak perlu melakukan semua ini, Sayang. Pergilah ke taman belakang dan nikmati pestanya!" nasihat Momo, tak tega melihat Lyana yang menyembunyikan diri di dapur. Sebagai pelayan yang telah bekerja tujuh tahun di tempat ini, Momo tahu hubungan Lyana dan Steve cukup buruk. Dia selalu menilai pelarian diri Lyana semata-mata untuk menghindarkan dirinya dari Steve. Momo tak habis pikir dengan tindakan Steve. Padahal, lelaki muda itu bisa bersikap menyenangkan jika ia mau. Hanya saja, dari dulu sikapnya selalu memojokkan Lyana. Bahkan Celline dan Kendal pun menyerah untuk selalu menasehatinya. "Aku lebih suka di sini. Dapur selalu membuatku tenang!" Lyana menjawab ringan. Dia bergerak cekatan untuk menata piring yang sudah bersih dan tersenyum kecil ketika pekerjaannya selesai dengan hasil memuaskan. "Kau ini. Selalu saja begini!" Momo menyerah kalah. Saat ia melihat semua perabotan telah selesai dicuci, Momo segera mendorong Lyana untuk meninggalkan dapur. "Pergilah, Sayang! Kehadiranmu sudah tak lagi dibutuhkan di sini. Lihat! Dengan dirimu di sini, aku jadi tak punya pekerjaan! Nikmatilah pesta lagi atau beristirahatlah lebih awal!" Momo mendorong Lyana dan mengusirnya dengan halus dari dapur. "Baiklah. Baiklah. Aku akan isrirahat di kamarku! Aku pergi sekarang!" tawa Lyana terdengar renyah, menghargai perhatian tulus dari Momo. Dia segera berjalan menyusuri tangga ke atas, dan memilih beristirahat di kamar yang dulu menjadi miliknya sebelum akhirnya ia pindah ke apartemen. Kamar ini masih sama. Tidak ada satu pun perabotan yang dipindah dan diotak-atik. Celline selalu menghargai anak-anaknya dan tak pernah mengatur tempat pribadi yang pernah mereka tempati. Karena ia tahu, suatu saat mereka semua akan kembali lagi ke sini. Lynelle membaringkan diri di atas ranjang, memejamkan mata, dan memutuskan untuk tidur. Dia akan kembali ke apartemen besok. Malam ini setidaknya ia perlu beristirahat beberapa jam lebih awal. … Lynelle terbangun saat jam masih menunjukkan pukul dua dini hari. Rasa haus yang amat tajam menyentakkan dirinya dari tidur yang nyaman. Dia berguling ke samping ranjang, mendesah kecil, sebelum akhirnya bangkit berdiri. Kebiasaan. Menjelang dini hari, Lyana selalu mudah haus. Dia menatap meja nakas, dan menggelengkan kepalanya dengan lemah saat dilihatnya gelas kristal yang biasanya terisi air putih kini tampak kosong. Sepertinya dia harus ke dapur. Lyana tak pernah nyaman kembali tidur sebelum tubuhnya diberi cairan yang cukup. Lyana hanya memakai piyama tidur dari sutra saat ia turun ke lantai satu. Dapur ada di pojok ruangan. Perlu melewati beberapa ruangan untuk sampai ke sana. Lampu-lampu ruangan telah dimatikan. Hanya menyisakan beberapa bohlam lampu, membiarkan suasana dalam kondisi remang-remang. Di bawah cahaya redup ini, Lyana masih cukup awas untuk melihat sekelilingnya. Saat Lyana tiba di ruang keluarga sebelum dapur, dia cukup terkejut mendapari suara musik samar. Ruangan ini sama temaramnya dengan ruangan lain. Tetapi sepertinya masih ada yang menggunakannya. Saat Lyana menyapu ke sekeliling, dia mendapati Steve sedang duduk di atas sofa tunggal, kedua matanya tampak memerah, dan tangannya mencengkeram botol wine yang berwarna merah. Aroma minuman tercium sangat tajam. Lyana mendesah kecil dan tak berniat mengganggu lelaki itu. Terserah jika Steve mau menghabiskan seluruh malam untuk minum. Toh ia tak terlalu peduli dengan lelaki satu itu. Baru saja Lyana meneruskan langkahnya, suara Steve menghentikan Lyana. "Kau mau ke mana? Tidak ingin menemaniku? Wine ini istimewa!" Suara Steve sedikit lemah, menunjukkan kesadarannya mulai tertelan karena minuman keras. Sepertinya, setelah pesta keluarga semalam, Steve melanjutkannya dengan minum-minum seorang diri. Tidak ada orang lain yang menemaninya. Lyana tidak kaget dengan kenyataan ini. Dia sudah tahu bagaimana pergaulan Steve dari dulu. Lelaki itu tak pernah bisa disandingkan dengan karakter 'baik-baik saja'. Tak ingin melayani Steve, Lyana kembali melanjutkan niatnya ke dapur. Dia sudah sangat kehausan. "Hei, kau tak ingin menemaniku minum, Sayang?" Suara Steve persis di belakang Lyana. Sepertinya lelaki itu mengikutinya dari belakang. "Steve, kau mabuk!" Lyana melihat Steve masih cukup kuat untuk berjalan secara normal, tetapi ia tahu otak lelaki itu pasti sudah kacau. Dengan hubungan mereka yang tak pernah baik, Steve tak pernah sekali pun berbicara baik-baik dengan dirinya. Tidak pernah sama sekali. Seperti saat ini, misalnya. Lyana mengambil minuman dingin dari kulkas, menenggaknya langsung dari botol, dan menyisakan separuh. Dia mendesah lega saat tubuhnya berhasil ia tenangkan. Dehidrasi ini sungguh membuat Lyana tak nyaman. Steve menatap Lyana dengan pandangan asing. Dia berjalan pelan ke arah wanita itu, menatap tubuh Lyana dengan tatapan lain. Tatapan yang belum pernah Lyana dapatkan sebelumnya. "Steve!" Lyana merasa kikuk. Dia mundur beberapa langkah, merasa semakin yakin Sreve pasti sangat mabuk. Senyumnya seperti senyum seekor predator yang siap menerkam mangsanya. Lyana tak yakin ia bisa mengatasi Steve saat ini. "Tubuhmu indah. Hanya saja, kenapa kau menyembunyikannya di balik pakaian kolot itu? Hemh?" Steve menarik pinggang Lyana begitu saja, memenjarakannya di dalam pelukan Steve. Lyana tak mengira meskipun mabuk, tenaga Steve masih cukup besar untuk menariknya. Lyana membeku. Dia merasa suhu ruangan berubah secara tiba-tiba. Dengan linglung, Lyana menatap kedua mata Steve dan mencoba untuk memberontak. Tetapi lengan Steve sangat kuat mengekangnya. Dia berteriak kecil dan memukul bahu Steve dengan keras. "Kau benar-benar kucing liar! Berhentilah memberontak. Aku tak akan menyakitimu. Sshhht. Dengarkan aku! Aku-tak-akan-menyakitimu." Steve berbisil lirih, persis di telinga Lyana. Lyana menatap mata Steve dan terpaku lama. Nada suara Steve bukanlah nada seperti yang Steve gunakan selama ini untuknya. Sebelumnya, hanya ada olok-olok dari Steve untuknya. Hanya ada penghakiman tanpa ujung dari lelaki ini. Mendadak, melihat Steve dengan situasi lain, membuat Lyana dipenuhi perasaan ambigu. Dia menatap wajah Steve dari dekat, mengamati banyak hal dari lelaki yang tak pernah ia dekati ini. Wajah Steve memang sempurna. Tetapi dilihat dari jarak ini, dia tampak beberapa kali lebih menawan. Gurat-gurat samar di sekitar bibirnya menambah kemaskulinannya. Senyumnya yang menggoda, adalah senyuman pertama yang Lyana dapatkan sepanjang hidupnya. Tidak pernah sekali pun Steve tersenyum seperti ini. Baik dulu, maupun sekarang. Jika pun ia tersenyum, bibirnya hanya memamerkan kesinisan dan kebencian mendalam. Sesuatu yang sepertinya sudah mendarah daging dari Steve untuk Lyana. Kini, melihat lelaki ini bisa berekspresi menawan dan menggoda, bagian dari hati Lyana ada yang bersorak senang. Nafas Lyana semakin cepat, mengamati lelaki ini. Dia tidak pernah mengira berada sedekat ini dengan Steve mampu mengguncang jiwanya dengan hebat. Tenggorokan Lyana terasa kering. Tanpa sadar, dia menyentuh rahang Steve yang kasar dan tercengang ketika merasakan dirinya seperti dialiru arus pendek yang singkat. Lyana segera menarik tangannya kembali dan memejamkan matanya dengan ekspresi rumit. Gila. Sepertinya dia mulai gila. "Kau suka apa yang kau sentuh? Kenapa tidak kau lanjutkan saja? Aku tak keberatan untuk menghabiskan malam ini denganmu." Steve mengecup pelipis Lyana, merasakan keringat gugup wanita ini. Lyana tahu rayuan ini bukanlah untuknya. Lyana tahu lelaki seperti Steve tidak akan pernah sudi melakukan hal ini padanya. Hanya saja, situasi ini tetap saja Lyana biarkan terjadi. Entah kenapa, dia diliputi semacam euforia asing. "Steve. Kau mabuk. Perlu kuantarkan ke kamar?" Lyana beringsut menjauh. Dia adalah satu-satunya pihak yang sadar saat ini. Lyana tak ingin dinilai memanfaatkan situasi nantinya. Di dalam pikiran Steve, dia pasti menganggap Lyana sebagai wanita lain. Jenis wanita yang selama ini ia kencani. Lyana hanya menjadi sosok dari bayang-bayang semu. Saat Lyana mencoba melepaskan diri dari kungkungan lengan Steve, tiba-tiba, sebuah ciuman brutal menguasai bibirnya tanpa aba-aba sama sekali. Lyana terkesiap. Dia membuka mulutnya untuk memprotes, tetapi hal itu justru digunakan Steve untuk mengambil keuntungan. Dia menginvasi mulut Lyana, tak membiarkan wanita itu memberontak sama sekali. Lyana memejamkan mata, menerima badai baru yang berkecamuk di dadanya. Dia tidak menyadari apa pun saat ini. Satu-satunya hal yang ia tahu adalah, ciuman ternyata bisa seluar biasa ini. Hingga mengambil semua kesadaran miliknya dan membawanya dalam pusaran gairah baru. Sesuatu yang baru ia kenal sekarang. …
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD