Kebencian Steve

1301 Words
Tujuh tahun kemudian. Hari ini adalah hari perayaan ulang tahun pernikahan Celline dan Kendall yang ke dua puluh lima. Semua anggota keluarga berkumpul di halaman belakang dan mengadakan pesta barbecue. Alih-alih merayakan dengan pesta mewah dan makan ke restoran mahal, Celline lebih memilih merayakannya secara kekeluargaan. Dengan begini, ikatan masing-masing keluarga akan semakin menguat. Apalagi putra-putrinya telah memiliki tempat tinggal sendiri-sendiri. Revel, di usianya yang ke dua puluh sembilan tahun, menjajaki karir sebagai dokter bedah ternama dan memiliki saham besar di rumah sakit swasta. Dia juga masih sibuk dengan pendidikan profesi lanjutannya. Bella, dengan modal kecantikannya yang memukau, memilih memyelami profesi sebagai model. Dia berhasil memenangkan banyak kompetisi, dan meraup pendapatan besar dari dunia glamor yang ia selami. Sementara Steve, dia satu-satunya putra Kendall yang memiliki minat pada bisnis, dan calon penerus dari Kendall secara langsung. Dua saudaranya memilih profesi yang tak berhubungan dengan bisnis keluarga, mau tak mau, Steve menjadi putra utama yang didorong menerima tanggung jawab lebih. Revel dan Bella, sudah mengatakan secara langsung mereka tak sanggup meniti jalan seperti ayahnya. Jiwa dan minat mereka berada pada hal lain, Kendall tak bisa memaksakan keadaan ini lebih jauh dan hanya bisa mendukung putra-putrinya mengambil jalan yang mereka mau. Revel, Bella, dan Steve memutuskan untuk tinggal terpisah. Revel memilih tinggal di rumah besar di pusat Washington D.C. dengan kekasihnya, Morrisa Rafaello. Bella membeli apartemen di daerah Manhattan, New York. Sementara Steve membeli rumah tak jauh dari kediaman orang tuanya. Hanya berjarak seperempat jam saja. Sementara Lyana, setelah dia menjajaki profesi menjadi agen properti, dia memutuskan untuk tinggal di sebuah apartemen sederhana tak jauh dari rumah orang tua angkatnya. Kendall sebenarnya sudah menawarkan beberapa kali salah satu propertinya yang mewah, tetapi Lyana tolak. Dia lebih memilih apartemen sederhana dengan sistem sewa. Kebaikan Celline dan Kendall sudah sangat besar untuk Lyana. Dia tak ingin terlalu merepotkan mereka dan memutuskan bersikap dewasa dengan hidup mandiri, tanpa tunjangan mereka sama sekali. Baik Kendall maupun Celline, akan selalu Lyana tolak setiap kali mereka menawarkan materiil. Toh Lyana sudah bekerja, dia bisa menghidupi dirinya sendiri meskipun tak semewah gaya hidup saudara-saudari angkatnya. Selain itu, Lyana juga masih memiliki warisan dari ibunya. Warisan itu berjumlah sangat besar. Lyana menyimpan semua itu baik-baik dan memilih hidup dengan cara sederhana. Dia bukan orang yang glamor dan mudah membuang uang begitu saja. "Mom, kau suka dengan kadoku?" tanya Revel, sebelah tangannya memeluk Morrisa dalam pelukannya. Revel dan Morrisa telah berhubungan cukup lama. Dia sudah sering mengajak Morrisa ke setiap acara keluarga, dan menjadikan Morrisa sebagai bagian dari dirinya. "Sangat suka, Sayang. Terimakasih atas kalungnya. Kado dari kalian sungguh membuatku terpesona!" Celline, yang duduk dalam pelukam suaminya tersenyum cerah dengam binar kebahagiaan baru. Malam ini adalah malam yang istimewa. Di usianya yang telah menginjak lima puluh tahun, dia diberkati dengan suami paling penyayang di seluruh dunia dan anak-anak yang menawan. "Kami akan melakukan bulan madu lagi minggu depan. Liburan kali ini akan cukup lama. Kuharap kalian baik-baik saja saat kami melakukan perjalanan." Kendall mengumumkan rencananya. Dia merengkuh istrinya yang sempurna, mengecup keningnya dengan rasa sayang. Lyana yang menatap mereka hanya bisa tersenyum kecil. Kendall dan Celline adalah potret pasangan sesungguhnya. Mereka selalu memiliki pendar cinta satu sama lain, tak pernah hilang meski usia terus menua. Saling memuja dan mengisi. Saling melengkapi dan menemani. Terkadang, Lyana iri dengan mereka. Tujuh tahun ia menjadi anak angkat mereka dan telah menyaksikan ketulusan mereka secara nyata. Mungkinkah, nasib Lyana akan seberuntung Celline? Alangkah bahagianya jika ia memiliki lelaki yang memuja dirinya dengan tulus dan langgeng tak mengenal waktu. Lelaki yang setia, menjadi senyum dari setiap fase kehidupan. "Dad, kau selalu mengambil liburan setiap tahun. Tidakkah kau mulai bosan?" Bella yang sibuk memanggang iga sapi, melirik ke arah orang tuanya. Kepalanya menggeleng pelan, tak habis pikir. Orang tuanya telah menasuki usia tua, tetapi romansa mereka tak pernah layu, seperti pasangan remaja yang keranjingan cinta. "Bosan? Bagaimana bisa bosan? Tahun depan, kami merencanakam untuk berkeliling eropa dengan kapal pesiar. Bagaimana, Sayang? Kau setuju dengan ideku?" Kendall menatap istrinya, menunggu jawaban. "Hentikan itu, Sayang! Kau mulai berlebihan. Jangan buat anak-anak merasa khawatir dengan cara berpikirmu yang kekanak-kanakan!" tegur Celline, memukul lembut tulang rusuk suaminya. "Oh, baiklah! Mari kita rahasiakan perjalannan kira dari mereka semua!" Kendall tak mau kalah. Dia mengerling penuh arti, membuat Celline menggeleng pasrah. "Lyana Sayang, kau jadi pendiam malam ini. Bisakah kau ambilkan steak untukku?" pinta Celline, menyadari putri angaktnya bersikap pasif. Lyana tersenyum kecil, berjalan ke arah panggangan dan mengambil steak yang baru saja matang, tak jauh sari Steve. Mata mereka bersirobok sesaat, dan Lyana segera memalingkan wajah. Steve masih tak berubah dari sejak tujuh tahun yang lalu. Mata lelaki itu semakin sinis, seolah-olah merendahkan Lyana dalam setiap situasi. Inilah yang selalu membuat Lyana kikuk. Dia sering kali tak tahu harus bersikap bagaimana. Brak! Tanpa sadar, steak yang baru saja Lyana ambil jatuh ke tanah. Daging yang dibaluri rempah-rempah khusus itu kini kotor karena bersinggungan dengan tanah. Dengan kikuk, Lyana menatap Celline canggung. "Tidak apa-apa, Sayang! Biarkan Sreve memanggang yang lainnya lagi!" Celline mengibaskan tangannya, tak ingin memperpanjang masalah. "Kau memang selalu menjadi pengacau!" Steve berkata tajam. Dia melirik ke arah Lyana, berdecih kecil. "Steve! Jangan kacaukan suasana!" Kendall memperingatkan. Sudah menjadi rahasia umum Steve memiliki ketidakcocokan dengan Lyana. Kata-kata tajam Steve selalu saja ia lontarkan, meskipun hanya untuk hal-hal sepele. Kendall sendiri terkadang tak habis pikir dengan sikap putranya yang satu itu. Tadinya, dia pikir seiring berjalannya waktu, Steve mampu menerima kehadiran Lyana dengan baik. Tetapi yang terjadi justru sebaliknya. Steve seperti sengaja mendorong Lyana dalam situasi canggung. "Hei, itu hanya steak panggang. Jangan berlebihan, Steve!" Bella mengingatkan. Dia menepuk bahu Lyana pelan, membela saudarinya. "Biarkan saja dia. Kau tahu sendiri kakakku bisa bersikap tak rasional," bisik Bella, memberi dukungan. "Tidak masalah." Lyana hanya bisa menyunggingkan senyum kecil. Bella dan Revel adalah orang-orang yang selalu membelanya, setiap kali Steve sengaja memojokkan dirinya. Suasana canggung kemudian tak lagi terasa. Revel sengaja mengalihkan topik membahas seputar tentang pasiennya untuk mengisi keheningan. Morrisa yang berada di sisinya, menanggapi dan sesekali menambahkan beberapa poin cerita. Kebetulan Morrisa asalah dokter umum. Mereka berdua mudah berkomunikasi mengangkat topik yang sama seputar tentang medis. "Kalian sudah menjalani hubungan cukup lama. Kapan kalian akan pergi ke altar dan mengucap janji setia?" tanya Bella, menggoda kakaknya dengan kerlingan manja. "Tak akan lama. Yang jelas, hubungan kami cukup serius. Jangan khawatirkan kami, Bella. Yang perlu kau khawatirkan adalah Steve. Dia sudah dewasa dan wanitanya belum tetap. Setiap minggu berganti pasangan. Kapan dia dewasa?" Revel tertawa kecil, menatap adiknya yang masih sibuk mengolesi beberapa lembar steak di atas panggangan. Celline menatap Kendall yang ada di sisinya dan membisikkan sesuatu. Kening Kendall berkerut sesaat, sebelum akhirnya terkekeh pelan. "Aku memang suka berpetualang. Tetapi itu lebih baik, bukan? Dari pada aku bersikap sok suci tetapi nyatanya b******k?" Steve melirik Lyana secara seksama, seolah-olah secara jelas menyindir wanita itu. Lyana adalah satu-satunya orang yang jarang mengekspos pasangan di hadapan keluarga. Dia cenderung menutupi semuanya. Berbeda dengan Steve dan Bella yang meskipun tidak selalu membawa pasangan, tetapi hubungan romansanya diketahui banyak orang. "Steve!" Celline memperingatkan. Putranya selalu memiliki anti pati terhadap Lyana. Celline sendiri tak tahu kenapa. Ia menebak mungkin semua itu disasari oleh latar belakang Lyana yang memiliki riwayat sebagai putri seorang p*****r. "Kenapa? Sekarang, banyak wanita munafik yang menampilkam sikap suci terselubung, Mom. Bisa saja di sekitar kita ada orang yang memiliki karakter ini!" Sekarang, Steve menatap Lyana secara terang-terangan. Siapa pun bisa menebak jika kata-katanya memang diperuntukkan Lyana. "Dari dulu, kau selalu mudah mencurigai orang, Sreve!" Lyana membalas pelan, tak kuat karena disindir oleh lelaki tersebut secara terang-terangan. Mata Steve tampak menantang, bibirnya mencebik kecil. Tikus yang dulu ketakutan dan selalu berpura-pura polos sekarang sudah mulai menunjukkan taringnya. Menarik. Sungguh menarik. …
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD