Disentuh Tuan Muda

1025 Words
Sepertinya Maya harus benar-benar mencuci otaknya yang mulai tak beres, atau memeriksa kesehatan hati dan jantungnya yang juga sepertinya bermasalah. Masa sih hanya karena satu kata sapaan 'hai' dari tuan mudanya itu, Maya jadi berdebar. Aduh, Maya tak terima, pasti ada yang nggak beres. Apalagi, Juna secara terang-terangan mengajaknya makan bareng keluarga Juna alias majikan Maya di tambah lagi ada calon nyonya bawel disitu. Maya, nggak perlu baper, tuan muda kamu itu nggak normal. Maya mencoba fokus pada kerjaannya, membereskan sisa-sisa kekacauan bekas Tari memasak di dapur. Dibantu dengan Mbok Yem yang tugasnya memang mengurus bagian dapur. Sedangkan Ibu Maya adalah urusan bersih-bersih perabotan rumah. Meski Maya sok-sok an fokus pada kerjaannya, nyatanya dia memasang pendengarannya dengan baik untuk mendengar pembicaraan keluarga majikan di ruang makan. Meski terdengar samar-samar, tapi Maya tahu kemana arah pembicaraan keluarga itu, yaitu memantapkan acara pertunangan Juna-Tari yang tinggal satu minggu lagi. Tapi yang terdengar antusias dari obrolan itu adalah Nyonya Widia. PRANGGGG !!! Sebuah wadah berbahan kaca terjatuh dari atas kitchen set hingga hancur berkeping-keping di akibatkan oleh Maya yang ceroboh tak sengaja menyenggolnya dengan siku saat sedang membersih dapur. Obrolan di ruang makan terhenti seketika. Maya yang panik, sangat merasa bersalah langsung mengambil langkah mundur dan justru telapak kakinya menginjak serpihan kaca. Astaghfirullah.... Maya menahan rasa perih di telapak kakinya yang kini mulai mengeluarkan banyak darah segar. "Ya Allah Nak Maya, kok malah di injak sih serpihan kacanya?" Teriak Mbok Yem histeris saat melihat telapak kaki Maya yang sudah mengeluarkan darah. Sementara Maya masih diam tak berani bergerak kemanapun, karena saat ia bergerak justru semakin sakit. Juna mendengar nama Maya di teriaki oleh Mbok Yem, langsung bangun dari duduknya dan segera melangkah ke dapur. Dan tentu seketika semua yang ada disana pasti heran dengan tingkah Juna. Lantas lelaki itu langsung menggulung kedua lengan kemejanya sampai sesiku. "Maaf Tuan, saya nggak maksud mengganggu obrolan-“ Maya gemetaran melihat raut wajah Juna yang penuh amarah, dia yakin pasti lelaki itu merasa terganggu dengan suara wadah kaca yang terhempas ke lantai dan sektika membuat kegaduhan. Tapi kalimat Maya segera terhenti saat merasa tubuhnya terhempas ke dalam gendongan Juna. Ini benar-benar gila. "Ceroboh banget sih kamu?!" Hentak Juna. Sambil berjalan dengan menggedong Maya ala bridal style. Hingga wanita paruh baya yang menyaksikan itu bereaksi berlebihan, menutup mulutnya dengan tangan. Tuan muda mereka sedang kesambet apa? Kenapa terlalu peduli dengan Maya. "Tuan, turunin saya!!" Maya berontak tanpa berani menyentuh Juna. Dia mengepal kedua tangannya dan melipatnya di d**a, melindungi bagian tubuh yang tak seharusnya terlihat dan tersentuh oleh siapapun, meski saat ini sedang tertutup oleh jilbab. Tapi keadaan ini memang sangat mengerikan. Dimana dadanya menyatu dengah tubuh Juna. Ya Allah, dosa dosa dosa. Ampuni Maya !! Dia merasa cukup risih, disentuh dengan tuan muda dan juga karena untuk pertama kalinya ada lelaki yang menggendongnya seperti ini. Posisi mereka pastilah cukup dekat dan Maya hanya berani melihat jakun milik tuan mudanya itu. "Tunggu disini!!" Titah Juna saat sudah meletakkan Maya dalam posisi duduk di bangku taman halaman belakang. "Ada apa ini?" Bu Widia sudah berada di dapur, melihat Mbok Yem sedang mengambil sapu dan serokan sampah untuk membersihkan serpihan kaca. "Maaf Nyonya, Maya nggak sengaja nyenggol wadah kaca." Sahut Mbok Yem takut-takut. "Itu... darah siapa? Ya ampun...." Nyonya tidak mempermasalahkan wadah kaca yang pecah berkeping-keping, justru merass ngeri melihat darah yang ada di lantai. "Maya, Nyonya." "Juna kemana ya?" "Tuan muda... anu... lagi." "Mbok, kotak obat dimana ya?" Juna muncul tiba-tiba menanyakan kotak obat tanpa peduli ada ibunya disana. Dan Mbok Yem segera bergerak mengambil benda yang di minta oleh majikan mudanya. "Kamu ngapain sih?" Tanya Bu Widia. Tari pun tiba-tiba muncul disana, pastilah dia penasaran kenapa Juna tiba-tiba meninggalkan makannya. "Juna ada apa? Kamu belum selesai makan loh." Ujar gadis itu. Tak ada satu pun pertanyaan yang di jawab oleh Juna, dia hanya meraih kotak obat yang di berikan oleh Mbok Yem. Dan yang dilakukan Tari adalah mengikutinya sampai ke taman belakang, sementara Bu Widia kembali ke meja makan. "Si bohay kenapa Bu?" Tanya Wini, ya selama ini Wini memang menjulukinya dengan istilah itu. "Nggak tahu tuh kakinya berdarah, tapi heran sama si Juna perhatian banget. Nggak menghargai Tari." Sahut Bu Widia dengan nada kesal tanpa berani marah. "Perhatian sesama manusia Bu, biasalah." Pak Pranaja berujar. Dan Wini justru tertawa terbahak-bahak. Dan hanya dia sendiri yang paham maksud dari tawanya itu. Entah apa yang lucu. "Selesai makan ini, Tari mending disuruh pulang aja deh Bu." Wini berujar pelan, jangan sampai terdengar sama yang punya nama. * "Perempuan murahan, cari perhatian banget sama majikan sendiri. Padahal tau kalau Juna udah punya calon istri, punya otak nggak sih?!" Tari berteriak kala melihat Juna berlutut di hadapan Maya, menyiram luka-luka di telapak kakinya dengan alkohol. Maya meringis perih, sementara Juna langsung berdiri dan mendekat ke Tari. Jika yang berteriak dan mengumpat itu bukanlah seorang perempuan, mungkin sudah di gamparnya saking geramnya dengan ucapan Tari yang selalu menghina Maya. "Jaga ucapan kamu! Yang aku lakuin ke Maya nggak ada urusannya sama kamu, jangan lupa kalau kita nggak ada hubungan apapun." Jelas Juna dan dia ingin kembali ke pada Maya. Namun, Maya sudah menghilang dari posisinya, dengan kaki yang perih penuh luka di tambah alkohol. Gadis itu setengah berlari, kearah berlawanan dari mereka. "MAYA!! BERHENTI!!" Teriak Juna. Tari tertawa sinis, "Nggak heran sih, emang lagi musim ya pelakor berkedok lugu, polos. Kejar sana pembantu kamu!!" Tari berkata dengan nada yang cukup kasar. Dan Juna tak lagi peduli dengan ocehan Tari. Ya, dia sengaja, terus saja berusaha membuat Tari ilfeel dengannya dan akhirnya menyerah san membatalakan perjodohan sialan itu dengan sendirinya. Bisa saja kan? Tari kembali masuk dengan peraasan tidak keruan. Dan dengan polosnya Bu Widia bertanya " Di mana Juna? Udah selesai ngobatin lukanya Maya?" Tari menelan salivanya kasar. Dia hanya menggeleng, tak lagi berselera makan, namun masih duduk kembali di tempatnya. "Juna ngapa dah perhatian banget sama si Maya bohay? Naksir kali ya Bu?" Wini, kakak tertua berkicau tidak pernah lihat kiri dan kanan, ada siapa, dia tidak peduli. "Ngomong apa sih kamu Wini?!" Hentak Bu Widia. Dan Tari hanya tersenyum saja. Dia tak boleh goyah, tak boleh nyerah juga. Masa sih posisinya terkalahkan dengan pembantu?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD