Aku Tidak Sendiri
Santi masih termenung di meja kerjanya. Imajinasinya melayang ke pertemuan romantisnya bersama Henson. Pria asal Jepang yang fasih berbahasa Indonesia daripada bahasa aslinya. Santi melihat dirinya dengan dress putih yang membentuk tubuhnya. Sementara Henson, pria yang dia kenal saat perjalanan ke Lombok setahun lalu memakai Polo Shirt biru dan jeansnya.
Henson begitu mempesona matanya tak berkedip melihatnya. Henson tiba-tiba meraih tangannya di sebuah taman indah bernuansa kerajaan dengan gemercik suara kolam yang dipenuhi ikan koi beraneka warna. Suara Henson terdengar selembut tatapan matanya, "San... kamu menyukai taman ini? Indah bukan? Aku akan membuat sebuah rumah mungil di sebelah sana". Santi menatap wajah Henson, tampak kejujuran dan ketulusan di wajahnya. Santi terkejut saat dia merasakan kehangatan tatapan wajah Henson dan hembusan hangat napasnya menyapu wajahnya.
Tercium aroma teh hangat di hidungnya. "Ibu Santi, ini tehnya!" Tersadar Santi dari lamunannya saat dia melihat mbak Yuli, helper di kantornya mengantarkannya secangkir teh hangat.
"Oh iya, makasih mbak!" sahut Santi sambil membanting tubuhnya di kursi. Terlihat mbak Yuli tampak geleng-geleng kepala karena dia sudah menunggu 5 menit untuk mengantarkan teh di hadapannya.
Saat mbak Yuli keluar dari ruangan Santi, tampak Chaca karyawan yang bekerja di Advertising Agency yang sama, bertanya kepada helper itu, "Lagi melamun lagi tuh si pemimpi mbak, ha ha ha...", tawanya sedikit menghina. "Pantas saja sulit dapat jodoh terlalu banyak mikir daripada bertindak", Lanjut komentarnya tanpa menghiraukan si mbak yang jalan berlalu tak menghiraukannya.
Chaca memunculkan wajahnya di pintu ruangan Santi. "Buk, sudah belum naskah untuk klien kita yang terbaru. Kita ada banyak date line, jangan melamun teruslah, nanti rejekimu dipatok ayam", Sapanya.
Santi tampak kesal dengan ucapan Chaca yang terkesan bermaksud menghinanya. "Sudahlah urus kerjaan masing-masing gak usah kepo sama kerjaan aku!", sahut Santi kesal sambil mengangkat telepon genggamnya yang berbunyi.
"Hallo, Ah hai Dimitri! sapa Santi menjawab telpon genggamnya sambil ia bergerak menutup pintu ruangannya. Chaca terkejut dan mundur selangkah, "Huh, sudah diingatkan kok malah marah!"
Dimitri, pria yang baru saja sebulan dikenal Santi. Ia baik dan manis Laki-laki muda yang berusia selisih lima tahun lebih muda darinya. Namun cukup dewasa dan sepertinya dia cukup bisa memberikan prospek baik bagi masa depan Santi karena Dimitri bekerja di perusahaan Asuransi terkemuka di Tangerang. Brondong lagi San? Canda sahabat-sahabatnya. Namun saat ini Santi berusaha untuk belajar mengikuti kata hatinya. Setelah gagal berumah tangga dengan Teguh seorang pria Jawa yang meninggalkannya demi wanita lain.
"San, kamu sibuk hari ini?" sapa Dimitri dari seberang sana. "Ah iya ada saja yang perlu aku siapkan. Ada materi iklan baru yang harus aku siapkan sih!" sahut Santi.
"Aku mau ajak kamu makan malam. Apa malam ini kamu bersedia? Aku mau ke restoran baru milik kakakku di Supermall", ajak Dimitri.
Suatu kesempatan yang tidak boleh ditolak ini. Aku harus bisa pergi pikir Santi.
"Ayo aku bisa kok buat kamu. Biar aku selesaikan dulu nanti jam 6 kita ketemu di mal ya!" Jawab Santi. "Baiklah, sampai jumpa nanti di mal!" sahut Dimitri.
Waktu berlalu begitu cepat. Tanpa terasa sudah jam 17.45. "Oh no... Aku perlu waktu 45 menit ke mal. Mana kencan pertama tidak boleh terlambat harusnya. Eh kok kencan batin Santi, jadian juga belum!"
Santi mencari telepon genggamnya, dia tampak gugup dan mencari kontak Dimitri di telepon genggamnya. "Hai, Dim, maafkan aku sepertinya aku akan terlambat sampai di mal. Kerjaan aku baru saja selesai. Tidak apa-apa ya kamu tunggu sebentar, Maaf!" Jelas Santi.
"Ok, San aku tunggu ya,!" Terdengar sahut Dimitri di seberang sana. Santi segera meraih tas selempang dan tas laptopnya sambil merogoh saku tasnya untuk mencari kunci mobilnya. Saat dia keluar ruangan diluar sudah nyaris kosong tinggal beberapa orang dan ada beberapa artis model iklan yang sedang bersiap-siap. Gedung kantor 8 lantai itu terlihat mulai sepi.
Sesampai Santi di depan Lift, ia menekan tombol ke bawah dan menunggu beberapa saat hingga pintu terbuka. Santi masuk dan dilihatlah ada satu wanita berkemeja putih di sana. Santi yang berada di lantai 7 mulai menekan tombol ke basement. Dia melirik wanita yang bersamanya dan terlihat wajahnya menunduk dan melihat lantai. Sebagian wajahnya tertutup rambut. Tampak tombol angka 4 berwarna merah dan sampai di lantai tersebut pintu terbuka. Tampak ruangan kantor di lantai itu terlihat mulai gelap dan sepi.
Santi menatap punggung wanita tersebut hingga pintu lift menutup perlahan. Santi merasakan hawa dingin sesaat setelah pintu lift tadi terbuka. Kok agak aneh ya suasananya, kata Santi dalam hati. Namun ia kembali ke fokus awalnya yaitu segera berlalu menemui Dimitri, kencan pertamanya yang nyata.