Live perform

1334 Words
Live perform ------------------------------------ Waktu sedikit lagi menunjukkan pukul sembilan malam, sepuluh menit berselang untuk tampil mengisi acara yang telah di sediakan pihak Cafe. Sesungguhnya kami adalah band pengganti, yang berfungsi sebagai pengisi waktu kosong, menggantikan home band saat rehat dan kembali sebelum pertunjukan utama nya yang biasa di sebut "Stand Up Comedy", yang tengah menjadi suatu pertunjukan kekinian. Segera kami menuju stage setelah home band meminta ijin untuk rehat dan memanggil kami sebagai pengganti. "Selamat malam para pengunjung" Cafe Starlight", terima kasih atas attensinya dan silahkan menikmati hidangan. Sebagai pengantar, kami coba mempersembahkan sebuah lagu berjudul, "Cinta Kan Membawamu Kembali",semoga anda berkenan. Dan begitulah, setelah beberapa lagu telah di bawakan, mataku memperhatikan semakin lama semakin banyak cahaya yang berasal dari gawai mengarah kepada kami. Tiba pada saat lagu penutup, sebagai penampil adalah utama untuk ber-interaksi dengan pengunjung untuk menawarkan bernyanyi bersama kami.tujuannya adalah untuk membuat nyaman dan menikmati kunjungan di Cafe ini. "Baiklah, ada yang mau sekedar mendonorkan suaranya bersama kami?, wanita mungkin, untuk lagu terakhir yang berjudul," Aku Dan Dirimu", ada? ", tanyaku. Perlahan seorang wanita maju dan langsung mengambil mike, aku tak begitu memperhatikan dikarenakan terganggu beberapa kilatan gawai dari pengunjung. Namun ketika berhadapan, tampak wajah wanita yang tak asing dengan tampilan yang sedikit dewasa. Sukses mengakhiri duet bait demi-baitnya kami meminta ijin dan berterima kasih kepada pengunjung atas apresiasi yang di berikan. "Wow, ngga nyangka Neno ! ... Suaranya bisa nge-blend, penjiwaannya ajib. aku sih yes! ", ujarku sedikit memuji. "Biasa aja ah, lagian kalo nyanyi dari hati kan nyampe", ucapnya serius. "kesini sama siapa?", tanyaku mengalihkan perhatian. "Sama kak Dewi dan Suami, yuk", lalu mengajak untuk mengenalkan ku "Kak Dewi, ini Senja anaknya temen Ibu yang kemarin di ceritain itu", ujar Neno antusias. Obrolan berlanjut hingga akhirnya mereka berpamitan untuk pulang. Begitu pun denganku,karena Bimo dan yang lainnya telah terlebih dahulu pulang. Setelah berpamitan dengan Mas Angga, aku pun bergegas menuju apartemen dimana Bimo telah memberikan kunci dan terlebih dahulu sampai. Setelah memasuki lift, menuju lantai lima yang kali ini unit 504 seperti yang Bimo tempat minggu lalu. Namun setelah masuk tak kudalati keberadaan Bimo disini,"mungkin sedang cari makanan", fikirku karena mengetahui bahwa Bimo adalah tipe pemakan segala. Terdengar pada gawai tanda pesan masuk. "Lagi ngapain !", Neno ternyata. "Bersih-bersih !", jawabku ngasal. "Ya sudah....., aku dah dirumah!", balasnya. "Ooh...., iya.., dah makan belum?", Tak kunjung ada balasan rupanya. "Ya, sudahlah", kataku dalam hati. Namun tak berapa lama sebuah pesan masuk. "Selamat malam, saya dari Need Food memberitahukan bahwa pesanan sudah sampai di lobby, sebentar lagi sampai", tak beberapa lama pintu unit terdengar ketukan. "Selamat malam Need Food ! ", "Pesan antar atas nama Bimo?", "Oh, iya Mas terima kasih", lalu memberi tips sebagai tambahan. "Bimo kemana nih?", tanyaku dalam hati sambil melihat pesanan tersebut yang ternyata sate dan sop kambing. Ku buka pintu halaman sambil memandangi suasana dari atas apartemen lalu kembali kedalam sesaat sebuah pesan lainnya, "Senja, sorry gw tinggal sebentar, he, he, he.... Gue jalan sama Arin dulu". Tak lama, "Itu..., Pesan antarnya lo habisin aja, kalo dua jam gue ngga nongol berarti langsung pulang ke rumah!", pesan Bimo di akhirinya dengan emoticon lambaian tangan. Ku buka bungkus plastik pesanan, dan mengambil peralatan makan yang letaknya tak jauh dari ruang utama. Sambil menyiapkan untuk bersantap mataku melihat ke sekitar ruangan yang terasa cukup luas dari unit yang ku tempati kemarin, "atau karena konsep tanpa sekat", entahlah, karena hanya kamar mandi yang terdapat sekat kaca tebal, berlukis tirai bambu menutupi beningnya seluruh kaca. Tiba-tiba terdengar suara indikator pintu menyala ! "Bimo!", ucapku pelan. Perlahan pintu terbuka dan, "Jingga?!", "Senja... Sudah lama?", matanya kembali menatap gawai di tangannya, tampaknya sedang menonton sesuatu. "Lumayan..., Jingga temenin makan?", sambil tanganku menawarkan. "Bimo, ya ?, orangnya mana !?", matanya berkeliling mencari. "Ngapel !", jawabku sambil menggigit sate. "Wah, sama dong?", sambil senyum. "Maksud loh?!", godaku sambil menyodorkan sop kambing yang masih hangat. "Hmm..!", hanya mengerlingkan mata. ****' Tak terasa makanan yang ku santap ternyata habis, hanya menyisakan bekas tusuk sate kambing saja. Jingga segera membersihkan meja lalu membawa kantong pembungkus untuk di masukkan ke tempat sampah. "Mau di buatin kopi?", Jingga menawarkan aku yang hendak bangkit menuju beranda. "Di bawa ke beranda saja ya?", pintaku sambil menyalakan sebatang rokok. Duduk di atas bangku panjang yang menggantung seperti ayunan. "Senja merokok ?", sambil meletakkan cangkir di meja, lalu duduk merapat. "Ah, ngga begitu sering", ku perhatikan Jingga kembali mengeluarkan gawainya untuk melihat sesuatu. "Lagi nonton apaan siy?", tanyaku merasa sedikit terganggu. "Nonton kamu !", jawabnya sambil memperlihatkan rekaman streaming saat aku sedang berduet. "Siapa yang rekam?", tanyaku. "Ini akun Cafe, tiap malam kan live streaming, viewer ya juga lumayan", sambil kembali menunjukkan. Terlihat raut masam di wajahnya. "Kenapa, cemburu ya?", godaku sambil tertawa lalu mengambil cangkir kopi. "Emang ngga boleh kalo cemburu?!". "Enggak!" jawab ku. "Jingga, boleh tanya yang serius ngga?" , ucapku sambil mengalihkan percakapan. "Enggak !!!", balasnya sambil beranjak pergi Meninggalkan ku, kembali ke dalam. Kulihat dirinya menuju pintu dan keluar. "Waduh... !!! ***'*** "Sudah pukul dua belas.".pikirku, namun mengapa aku belum merasakan kantuk. Ku nyalakan televisi layar datar yang mungkin dapat membuat mataku lelah, "pikirku lagi". Baru saja kutekan remote untuk mencari saluran, tiba-tiba pintu kembali terbuka. Kulihat Jingga masuk dengan membawa sebuah bantal, "untuk apa", tanya ku dalam hati. "Bete..!", hanya itu kata yang terucap, dan merebahkan diri di sisiku sambil memejamkan matanya. Ku biarkankan dan tetap menonton, hingga mata ini terasa berat dan sudah berada di alam mimpi. Hingga saat ku terjaga karena serasa sesuatu yang terjadi pada tubuhku, saat ku buka mata serta mencoba untuk bangkit kembali terhempas. Ku lihat Jingga yang tadinya tidur di sisiku kini tengah berada tepat di atasku. Namun hanya memandang hingga kesadaranku pulih sepenuhnya dan bertanya, "ada apa Jingga?!". Tanpa kata, Jingga mendekatkan wajahnya, perlahan meletakkan kepalanya di dadaku suara nafasnya tenang seakan merasakan kenyamanan. Ku arahkan tangan serta membelai rambutnya, mengelus pipinya dengan jariku, tarikan nafasnya serasa berat kudengar. " Senja...., Jingga Cemburu !", ucapnya. "Tolong, jangan perlihatkan lagi kemesraan itu di mataku",lelehan air mata mengalir perlahan. Ku belai kembali rambutnya, ku usap sisa air mata yang mengalir di kedua sudut matanya , lalu ku tersenyum. Jingga mengangkat kepalanya, "terima kasih Senja. Selanjutnya Jingga mengajakku pergi ke alam mimpinya, dalam kesadaran. Gemericik suara air yang sedang di tuangkan membuatku kembali terjaga, " Masih setengah enam pagi", ku lihat Jingga meminum segelas air dengan hanya berselimutkan kain sprei, lalu kembali duduk sisiku. "kok bangun?", tangannya melepas sprei yang di kenakan, lalu menyibukkan selimut penutup untuk berbagi. "Jingga boleh aku bertanya ?". "ya, boleh lah..., mau tanya, apa?", sambil meletakkan tangannya di dadaku, dilanjutkan dengan menyentuhkan jarinya di pipiku. "Kita berbuat hal seperti ini, apa kamu tidak takut ?", tanyaku sedikit ragu. "Tidak!", jawab Jingga singkat, sambil meneruskan jarinya menyentuh leher. "Ada alasan khusus, kenapa tidak takut ?", sambil aku bergerak menyamping sehingga saling berhadapan, serta ku tatap wajahnya. "Senja mau tau alasannya?," alasannya ya tidak ada alasan.... He,.. He,.. He.. ", canda ya sambil menciumku. " Maksud Jingga ? ", tanyaku sedikit heran. " Buat Jingga, hal ini bukan tentang alasan senja tetapi pilihan." Lalu menjelaskan bila dirinya tidak ingin terjebak dengan hasil dari olah pikir manusia yang merasa paling benar ataupun yang terbiasa melakukan pembenaran terhadap hal ini. Namun pada akhirnya malah menjadikan objek semata,bahkan sebuah eksploitasi dengan label terselubung. "Ngga ngerti !", ucapku bingung. Jingga tersenyum dan akhirnya tersadar. "Oh iya, ya.... Maksudnya, Jingga lebih memilih untuk mengikuti naluri dengan segala konsekuensi", "malah semua temen yang Jingga kenal melakukan dari Smp". Jelasnya. "Nanti kalau sampe....", "Iya ngerti!", potong Jingga, makanya itu pilihan. Jarinya perlahan mulai diturunkan hingga.... "Jingga,,,, ucapku sedikit mengerang", dengan sengaja tangannya menggenggan. Jemarinya memainkan notasi secara konstan. Aliran darah dalam tubuhku terasa hangat, nafasku tertahan sesaat. Jingga meraih tanganku,menciumnya..., perlahan tanganku dibawanya.... "Senja... Perlahan saja ", bisiknya. Kuturuti maunya untuk meniti setiap inci, meremasnya perlahan. Tangannya meraih kepalaku, sambil mengangguk dibenamkan... hisaplah senja...!, desahnya manja. Di arahkannya tanganku untuk menyentuh sensitifnya.... Aaargh, matanya tertutup. Kali ini tak perlu Jingga menuntunku... Perlahan kecupaku, turun... terus turun Hingga menuju sensitifnya.... Memainkan secara perlahan.., sesekali Jingga mendesah, mengerang.... Aah... sshh... Sen..... nja, desahnya..., lalu "Sekarang senja...!", perintahnya tak kuasa lagi. ***''*********************************************************
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD