TUJUH

1304 Words
"Andra, ini daftar belanjaan yang harus kita beli" ucap Renata seraya memberikan selembar kertas pada Andra yang beberapa hari lalu Mbak Siti berikan padanya. Andra mengambil kertas itu dan membaca dari atas sampai bawah. "Yasudah, langsung ke supermarket sana" ucap Andra mengembalikan kertas tersebut pada istrinya. "Uangnya?" tanya Renata hati-hati. Andra mengeluarkan sebuah kartu kredit dari dalam dompetnya dan memberikannya pada Renata. "Kartu kredit ini khusus untuk beli keperluan rumah tangga dan setiap bulan akan aku isi, ingat keperluan rumah tangga, bukan keperluan pribadi kamu. Untuk itu pakai uang kamu sendiri" ucap Andra meninggalkan sebuah kartu kredit berwarna hitam dan perak. Mendengar kalimat itu hati Renata teriris. Bagaimana bisa suaminya mengatakan hal seperti itu? Kalimat itu seakan menegaskan padanya bahwa Andra tidak ingin menganggung sepeser pun keperluannya. Renata hanya bisa menghela napas mendengarnya. Semakin hari ia semakin tahu sikap asli Andra seperti apa. Ia menatap pigura foto pernikahannya yang terletak tepat di atas tempat tidur mereka. Renata tersenyum pasrah melihatnya dengan hati kecil yang memohon agar Andra bisa bersikap lebih baik padanya meskipun sedikit saja.     "Mbak Siti, nanti sore ikut saya ke supermarket ya. Kita belanja keperluan rumah" ucap Renata sambil mengaduk sayur sop di dalam panci yang sedang ia masak. "Oke nyah" ucap Mbak Siti semangat. "Masak apaan?" tanya Andra yang datang tiba-tiba. "Sayur sop, terus tumis kankung dan perkedel. Ada kerupuk juga" jawab Renata yang beralih memotong bawang putih. "Nasinya di masak berapa cup, Nyonya?" tanya Mbak Siti sambil mencuci wadah untuk memasak nasi. "Masak tiga aja" jawab Renata. Andra tidak dapat berbohong. Ia berada di dapur karena mencium sedapnya wangi masakan yang tengah di masak oleh Renata dan Mbak Siti. "Perkedelnya udah jadi?" tanya Andra celingak-celinguk. "Belum, kentangnya belum aku bentuk" jawab Renata yang sibuk dengan tumis kankungnya. "Yaudah cepet masak sana!" suruh Andra yang kemudian berlalu meninggalkan dua chef  tersebut. Renata mengeleng-gelengkan kepalanya sambil menatap Andra yang menjauh.        "Nanti sore aku dan Mbak Siti mau ke supermarket beli keperluan rumah. Sekalian aku mau makan malam di luar, kamu mau aku masakin apa buat makan malam?" tanya Renata sambil mengambil piring kotor sisa makan siang mereka. "Aku ikut" sahut Andra sambil mencomot perkedelnya yang ke lima. Akhirnya setelah sebulan menikah, Renata tahu makanan kesukaan suaminya, perkedel. "Kita belanja dimana nanti?" tanya Andra sambil tetap melahap makan siangnya. Jika Andra masih di usia pertumbuhan mungkin ia akan tumbuh sehat karena makannya banyak. "Gak jauh dari sini kok, aku dapat voucher belanja sekalian mau ajak Mbak Siti makan. Aku dengar kuliner di sekitar  sana banyak dan enak-enak" jawab Renata. "Oh, baguslah. Kita bisa hemat yang ada di kartu kredit" jawab Andra sekenannya. Lagi-lagi Renata hanya bisa menghela napas saja melihat tingkah suaminya itu.            Mereka bertiga sudah berada di mobil. Andra, Renata dan Mbak Siti. Renata dan Mbak Siti asyik membicarakan seputar harga bahan pokok yang ada di beberapa katalog supermarket yang di sebar melalui selembaran dari rumah ke rumah tersebut. Dari mulai membandingkan harga hingga menggosip tentang artis-artis ibukota. Dasar wanita gumam Andra dalam hatinya. Awal pembicaraan harga bahan pokok, ujung-ujungnya malah menggosip artis. Setelah sampai, Renata dan Mbak Siti turun lebih dulu, Andra memarkirkan mobilnya dan mereka sudah berjanji untuk bertemu di depan Carrefour dan masuk bersama. Niat Andra ingin ikut sebenarnya adalah ingin mengetahui apakah Renata tipikal wanita yang boros seperti Reva atau jurus pintar menghemat. Ia sejujurnya bukan tipe pria yang menyukai wanita boros meskipun ia mampu dan sekarang ia beruntung karena memutuskan bercerai dengan Reva.  Dari kejauhan ia sudah melihat istri dan pembantunya sudah menunggu dirinya. Renata yang mengenakan kaus santai dan celana joger itu terlihat cantik dengan rambut sebahunya yang di ikat. Di tambah dengan sikap manis dan baiknya. Hati kecil Andra tak mampu berbohong istrinya itu sebenarnya memang cantik. Namun, dendam dan gengsinya sudah menguasai hati dan pikiran sehatnya. Hingga secantik apapun Renata, ia tidak akan pernah mau mengakuinya.  "Yuk" ajak Andra sambil memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana jeansnya – karena ogah menggandeng tangan istri cantiknya -  itu justru melangkah lebih dulu masuk ke dalam toko swalayan tersebut. "Mbak ambil trolley ya" suruh Renata dengan sangat lembut. Mbak Siti dengan sigap dan berhati-hati mengambil trolley dan berjalan mengekor Renata dan Andra sambil mendorong trolley dengan kecepatan sedang. Pertama mereka menyusuri bagian kebutuhan dapur seperti terigu, minyak, gula, garam, kopi dan teh. Renata mengambil barang-barang yang di butuhkan sesuai dengan catatan yang ia pegang. Andra sedikit kagum melihat istrinya yang pandai dan cermat dalam memilih kebutuhan rumah tangga. Bahkan Reva dulu tidak sepandai dan secerdas Renata.    Saat mereka hendak mengambil beberapa keperluan mencuci, Renata dan Andra terpisah dengan Mbak Siti. Saat hendak menaruh dua buah deterjen berukuran besar, Renata kaget karena tidak mendapati Mbak Siti dan trolley belanjaan mereka di belakangnya. "Mbak Siti kemana?" tanya Renata sambil celingkungan mencari pembantunya. "Kan di belak... heh kemana Mbak Siti?" tanya Andra heran. "Sudah sini belanjaannya aku yang bawa" Andra mengambil alih dua buah deterjen yang ditenteng Renata. "Sambil jalan kita sambil cari Mbak Siti"         "Aduh Tuan sama Nyonya kemana ya? Perasaan tadi ada di depan deh. Kok ilang yah?" Mbak Siti terjebak di antara deretan perlengkapan bayi. "Kan tadi mau ambil deterjen sama pewangi. Kok jadi peralatan bayi? Nyonya juga belum hamil" ucap Mbak Siti yang semakin bingung. Ia menatap trolley yang berisi barang belanjaan majikannya tersebut. "Untung belanjaannya bener, kalo ketuker repot!" ucapnya. "Mbak Siti ya?" tanya seorang wanita muda dengan pakaian yang cukup ketat tersebut. Tangan wanita muda tersebut menggandeng tangan seorang laki-laki muda yang cukup belagu menurut Mbak Siti. "Mbak Reva?" ujar Mbak Siti kaget. "Apa kabar Mbak? Masih kerja sama Andra?" tanya Reva dengan nada yang terdengar meremehkan. Mbak Siti mengangguk. "Duh, apa kabar ya dia?" tanya Reva seakan ia ingin tahu kabar mantan suaminya tersebut. "Mbak Siti kemana aja?" suara itu datang dari arah belakang Reva. Saat Reva menoleh, ia kaget melihat mantan suaminya bersama dengan wanita lain. Andra yang mendapati mantan istrinya tengah berbicara dengan pembantunya langsung menunjukkan wajah tak sukanya. "Maaf Tuan, tadi saya salah jalan. Malah kesini" ucap Mbak Siti hati-hati. Seperti roll film, adegan pertengkaran antara Reva dan Andra terputar kembali di otak Mbak Siti. Dalam hati, Mbak Siti berharap tidak ada adegan memalukan itu lagi terjadi di depan umum. Sedangkan Renata yang tidak mengetahui Reva hanya terdiam. "Yaudah gak apa-apa. Udah kita mau belanja lagi" Andra langsung menaruh beberapa belanjaan mereka ke dalam trolley dan hendak berlalu pergi meninggalkan Reva dan laki-laki yang dengan sok sibuknya bermain dengan ponselnya. "Sayang ayo kita belanja lagi, abis ini kita sama Mbak Siti makan" ucap Andra sambil merangkul mesra pinggang ramping istrinya. SAYANG?! kelakar Reva dalam hatinya. "Eh ada kamu Reva, apa kabar?" tanya Andra dengan sangat manis namun terselip nada mengejek. "Oh ya perkenalkan, ini istriku, Renata" ucap Andra. Renata kaget mendengar nama yang baru saja Andra sebutkan. Matanya langsung melihat wanita yang berdiri di depannya. Jadi ini yang namanya Reva? Mantan istrinya Andra sebelum aku? Renata menatap mantan istri Andra dengan mata yang tidak berkedip. Reva pun melakukan hal yang sama. Namun diam-diam dalam hati Reva terbesit rasa iri. Renata jauh lebih sederhana darinya. Tidak memakai riasan wajah berlebih, pakaian yang sederhana namun sopan serta perawakannya yang sepantaran dengan Andra membuat Reva iri. "Dia penerus SP Materials loh, kamu tahu kan? Perusahan pemasok bahan material furnitur ternama di Indonesia?" ucap Andra lagi. Tentu saja Andra tidak lupa salah satu tujuannya untuk memamerkan Renata pada Reva. Dan siapa sangka ia mendapatkan momen tersebut tanpa harus ia susah payah menunggu. Mission accomplished! Hal ini semakin membuat Reva iri dengan Renata. Bagaimana tidak? Cantik senatural itu tanpa bersusah payah memoleskan riasan, fisik yang tidak kalah menawan darinya di tambah dengan posisinya yang akan menjadi penerus salah satu perusahaan terkenal jelas membuat Reva iri setengah mati pada wanita muda tersebut. "Hmm sudah ya, kita mau belanja lagi. Dah" pamit Andra sopan dan berlalu meninggalkan Reva dan pria yang tidak terlalu memperhatikan sekelilingnya itu. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD