Bangun Kesiangan

1374 Words
Bram sudah kembali ke kamarnya ketika tadi sempat keluar sebab kunjung tak bisa tidur, dan malah menemukan Dara duduk di tepi kolam renang rumahnya tengah menangis. Saat itu, Bram seolah ingin memeluk tubuh sang gadis dari belakang. Memberikan kekuatan atau minimal memberikan bahunya untuk bersandar atas kesedihan yang gadis itu rasakan, entah karena apa. Tapi, Bram sadar diri. Hubungannya sejauh ini tidak lebih dari hubungan sosial biasa. Mungkin bisa dibilang hubungan majikan dan asisten rumah tangga, sebab memang itu tugas yang Bram berikan pada Dara, mantan istri Anton yang ia terima ketika lelaki tua itu mengajukan gadis tersebut. "Kau kenapa? Ada peristiwa apa yang membuatmu menangis seperti tadi?" gumam Bram demi mengingat penglihatannya tadi. Sepertinya Lian harus segera bekerja supaya sang tuan tidak mati penasaran. Di tempat lain, Dara pun akhirnya memutuskan untuk kembali ke kamarnya, setelah dirasa cukup menghilangkan beban pikirannya yang tiba-tiba hadir ketika teringat akan keluarganya. "Yah, Bu, di mana pun kalian berada saat ini, aku hanya bisa berdoa pada Tuhan, semoga kalian selalu diberi kesehatan. Di luar kebencian yang aku rasakan pada kalian, kalian tetaplah orang tuaku. Kedua orang yang Tuhan tunjuk sebagai perantara lahirnya aku ke dunia. Setelah ini dan seterusnya, aku berharap tak ada lagi pertemuan-pertemuan di antara kita." Dara akhirnya bisa tertidur, setelah waktu menunjukkan pukul dua dini hari. Alamat gadis itu akan bangun kesiangan jika tidak dibangunkan oleh Bu Sita —kepala asisten rumah tangga. Syukurnya besok hari libur kerja, Dara merasa jika tuannya akan bangun siang sebab tidak harus berangkat ke kantor. *** "Dara!" "Dara!" Suara ketukan di pintu kamar Dara beserta teriakan seseorang dari arah luar, cukup mengejutkan gadis itu untuk membuka mata. Sembari menguap dan menggeliatkan tubuh, Dara masih bertahan di atas kasurnya yang kecil. Ia tidak buru-buru membukakan pintu untuk mengetahui siapa orang yang pagi-pagi sudah mengganggu waktu tidurnya. "Dara!" "Dara!" Lagi suara teriakan itu membuat Dara terkejut. Padahal saat itu ia sepertinya akan kembali tertidur setelah dirasanya tak ada lagi suara dari luar. Akhirnya dengan berat hati dan berat kedua matanya, Dara pun beranjak dari tidur dan berjalan menuju pintu kamar. "Iya!" ucap gadis itu ketika pintu sudah ia buka seraya mengucek kedua mata. "Bu Sita? Ada apa, Bu, pagi-pagi gini sudah membangunkan saya?" tanya Dara terlihat santai. "Apakah kamu belum bangun? Ini sudah siang, Dara. Bagaimana bisa kamu bilang masih pagi. Cepatlah keluar dan temui Tuan Bram seperti biasa." "Lagi?" tanya Dara sedikit histeris sebab kelebatan peristiwa di kamar semalam kembali hadir. "Itu 'kan memang tugasmu, tentu saja lagi dan terus begitu setiap hari." "Tapi, apakah Tuan Bram tidak menikmati waktu weekend-nya dengan tidur atau bermalas-malasan di atas kasur?" "Kenapa Tuan harus melakukan itu?" tanya Bu Sita balik. "Ya ... bukankah orang kalau sedang libur itu lebih menikmati waktunya dengan bersantai atau tidur sampai tengah hari, Bu?" "Tuan Bram bukan orang seperti itu. Beliau tidak pernah bermalas-malasan seperti yang kamu maksudkan." Terlihat dari penampilan dan sifatnya, Dara sebetulnya sudah bisa menebak jika Bram bukanlah seorang pria dengan sifat yang dirinya maksudkan. Ia berkata seperti itu sejatinya hanya ingin menghindar saja dari tugas rutinnya. "Sudah, jangan bengong! Cepat kamu keluar dan temui tuan di atas." "Baik. Tapi biar saya bersihkan wajah saya dulu dan mengganti pakaian ini," ujar Dara dengan keadaan yang kembali melemah. Seandainya ia diberikan satu kali saja kesempatan untuk meminta, ia ingin dipindah tugaskan ke bagian lain, yang tidak harus berhubungan dengan sang tuan. "Iya! Tapi jangan pakai lama. Tuan tidak suka menunggu." "Baik, Bu Sita." Dara pun enggan berdebat, ia lebih memilih mengiyakan agar urusannya segera selesai. Wanita paruh baya itu pun meninggalkan Dara yang kembali ke dalam kamarnya. Gadis itu mengambil handuk mandinya, dan beranjak menuju kamar mandi yang ada di luar kamar, khusus untuk para asisten rumah tangga. Kamar yang Dara tempati juga, adalah kamar khusus pembantu yang terletak di area dapur kotor, berjejer bersama beberapa kamar pembantu lainnya. Bangunan yang terpisah dari rumah inti, terhubung dengan sebuah koridor menuju area dapur bersih. Dara memilih untuk mandi. Ia tak ingin jika kejadian serupa terulang seperti hari kemarin, dirinya dalam keadaan bau dan tidak baik. "Apa yang kamu pikirkan, Dara! Memang apa yang kamu harapkan dengan pertemuan kalian di kamar pagi ini?" batin suara hatinya yang lain, meledek alasan Dara yang ingin membersihkan diri. Gadis itu tak peduli dengan godaan dari sisi hatinya yang lain, yang ia pikirkan sekarang hanyalah untuk segera melakukan aktifitasnya. Jangan sampai aksi bersih-bersihnya membuat ia telat menemui Bram. Setelah menyegerakan mandi sambil tak lupa melakukan keramas supaya rambutnya itu tidak mengeluarkan aroma tak sedap, kini ia berjalan memasuki rumah inti untuk menuju kamar milik Bram. Gadis itu membiarkan rambut panjangnya digerai dalam kondisi masih basah. Dara tak sempat mengeringkan rambutnya dengan handuk, sebab ia tak mau jika sampai terlambat. Langkah kakinya kini sudah berhenti tepat di depan pintu kamar sang tuan. Masih ragu untuk mengetuk pintu kamar, gadis itu pun mencoba untuk mengumpulkan tekad dengan cara menghirup napas banyak-banyak, dan mengembuskannya perlahan. "Semoga kali ini tidak peristiwa aneh apapun lagi." Doa Dara dalam hati. Gadis itu sudah bersiap untuk mengetuk pintu, tetapi belum sempat ia menempelkan kepalan tangan di daun pintu yang begitu kokoh di depannya, seseorang membukanya dari dalam. "Tuan Lian!" seru Dara terkejut. "Selamat pagi, Tuan!" sapa Dara sembari menunduk. "Pagi! Kenapa kamu lama sekali?" "Maaf, Tuan. Saya tadi habis mandi dulu." Dara mencoba memberikan alasan sebenarnya. "Jadi, kamu baru bangun saat Bu Sita membangunkanmu?" "I—iya, Tuan!" jawab Dara yang menyadari ada gejala tidak enak yang ia dengan dari kalimat pertanyaan anak buah Bram tersebut. "Enak sekali hidupmu di sini. Di saat teman-temanmu yang lain sudah sibuk bekerja dan bahkan ada yang selesai dengan tugasnya, kamu malah enak-enakan tidur dan tidak bangun pagi seperti yang lain." "Maaf, Tuan. Kalau tidak salah pekerjaan saya adalah mengurus Tuan Bram, sedangkan tuan 'kan hari ini libur. Jadi, saya pikir saya bisa sedikit lebih santai mengurus pekerjaan yang lain." Dara mencoba membela diri. "Mana ada seperti itu. Walaupun tuan libur, kamu tidak bisa seenaknya bangun kesiangan seperti hari ini. Apakah kamu mengerti?" tanya Lian yang kemudian dijawab dengan anggukan cepat oleh Dara. "Ya sudah, temui tuan sekarang. Beliau sudah menunggumu sampai lelah." Lian kemudian mempersilakan Dara untuk masuk. Sedangkan ia kemudian berjalan mengikuti. Begitu sampai kamar, Dara melihat tuannya sedang sibuk bermain tablet-nya. Sama sekali tak terganggu meski ia sudah berdiri di depannya. Bram sama sekali tidak menoleh. Entah ia memang tidak menyadari kehadiran Dara di kamarnya atau karena layar terang di tangannya lebih menarik ketimbang melihat ke arah gadis itu. Dara melihat Bram masih mengenakan piyama hitam yang semalam ia siapkan. Itu pertanda jika Bram memang benar-benar menunggunya untuk membantunya, membersihkan diri. Rambut sedikit acak-acakan dengan kacamata bertengger di atas hidungnya, membuat lelaki itu sudah membuat Dara terpesona di waktu pagi tersebut. Dara dan Lian sama-sama membiarkan Bram dengan aktifitasnya. Baik Dara atu Lian, mereka tak ingin mengganggu konsentrasi sang tuan daripada nanti kena imbasnya. Terutama sekali Dara, ia memilih tetap diam hingga sang tuan selesai dengan urusannya. Tak lama kemudian, Bram pun menaruh tablet ke atas meja. Lelaki itu lantas menengok ke arah Dara yang berdiri di depannya dengan rambut yang basah, tampak seksi di mata Bram. Lelaki itu bahkan harus meneguk saliva-nya ketika melihat gadis itu menatapnya. "Lian, kamu sudah bisa tinggalkan kami. Tunggu aku di ruang kerja. Ada beberapa pekerjaan kita yang belum selesai." "Baik, Tuan." Lian mengangguk hormat, kemudian lelaki itu pun beranjak meninggalkan kamar besar milik tuannya itu. "Dara, sepertinya aku tidak perlu memberi tahu hal apa yang harus kamu lakukan. Jadi, silakan dikerjakan." "B—baik, Tuan!" Tentu saja Dara sudah mengerti apa tugasnya sekarang jika ia diminta untuk masuk ke dalam kamar Bram, di waktu pagi atau malam hari itu. Gadis itu pun segera beranjak menuju kamar mandi dan menyiapkan air hangat di dalam bathtub untuk Bram pakai berendam. Sedangkan Bram memilih duduk menunggu di sofa, sembari kembali mengambil tablet di atas meja dan membacanya. "Jadi, begini latar belakang keluargamu, Nona! Keluarga macam apa yang dengan tega menyerahkan putrinya sendiri demi hutang yang tak sanggup dibayar." Bram bergumam-gumam kecil. Semua info mengenai Dara yang ia minta pada Lian, sudah anak buahnya itu laporkan tadi. Semua yang Lian laporkan begitu lengkap dan komplit. Entah dapat dari mana semua data mengenai Dara, tapi yang pasti Bram cukup puas dengan pekerjaan yang sudah Lian lakukan. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD