MELAWAN

915 Words
MENIKAH DENGAN LELAKI MISTERIUS "Mogok lagi motornya." Ucapan bapak membuatku buru-buru menutup handphone lalu menyimpannya ke saku gamis. "Kenapa senyum-senyum begitu, Mbak? Dapat pesan dari siapa sih? Pacar?" Liana menatapku dengan alis tertaut. Sepertinya dia begitu penasaran dengan isi pesan yang k****a barusan. "Kepo ah. Bocil dilarang kepo," ledekku sembari mencibir. Liana mengomel pelan sembari mencubit lengan. Dengan sedikit terburu, aku menghampiri bapak yang masih memeriksa motornya. Motor bapak mungkin memang sudah tak layak pakai, sering kali mogok dan bocor tiap kali diajak jalan agak jauh. "Kalau mau ngobrol soal budhemu, kita pulang dulu. Lihat itu, mereka masih di teras memperhatikan kita dari tadi." Bapak setengah berbisik saat aku berdiri di samping bapak. Aku gegas menoleh ke samping. Benar kata bapak, budhe dan Sesil masih di teras rumah yang sembari menatap ke arah kami sedari tadi. "Kenapa, Man? Mogok lagi?" Pertanyaan Pakde membuat bapak berdiri lalu membalas pertanyaannya. "Iya, Mas. Mogok. Maklum motor tua memang sepantasnya istirahat." Bapak menanggapi dengan senyum lebar. Begitulah bapak, selalu sabar dan ikhlas menjalani segala takdirNya tanpa mengeluh. Meskipun sering mendapatkan caci maki atau bahkan fitnah, bapak selalu menanggapinya dengan santai. "Allah nggak tidur, Nduk. Allah mboten sare." Hanya itu. Simple dan tak neko-neko. Kadang aku berpikir, kenapa pribadi bapak dan emak terlalu berbeda jika dibandingkan denganku dan Liana. Aku dan Liana cenderung sama. Tak sabaran, kesal dan benci tiap kali keluarga besar Emak memperlakukannya dengan semena-mena. Sebenarnya Pakde Rudy tak demikian, hanya saja dia memang tipe suami-suami takut istri. Jadi, terlalu patuh pada apapun yang diinginkan anak dan istrinya sekalipun itu menyakiti hati adik kandungnya sendiri. Pakde melangkah perlahan menghampiri kami yang masih bergerombol di samping gerbang. Emak dengan kresek di tangan yang berisi aneka sayur sisa, Liana yang berdiri tanpa ekspresi dan aku yang masih memperhatikan usaha bapak untuk memperbaiki motor bututnya itu. "Sudah sore bahkan hampir maghrib. Nginep saja semalam, besok pagi baru pulang," saran Pakde Rudy setelah berusaha membantu bapak, tapi nihil. Motor tetap tak bisa jalan. "Nginep, Mbak." Liana menyikut lenganku. Seperti biasa, aku dan dia memang paling malas ada acara nginep segala. Yang ada hanya akan mendengar celotehan nggak penting dari budhe Umayah dan anak sulungnya itu. Membosankan. "Nggak ya, Pak. Kita pulang sekarang kan?" Aku menatap ke arah bapak penuh harap. "Naik apa, Nduk? Angkot sudah habis. Kalaupun ada angkot, Emakmu juga nggak bisa naik. Bisa pusing seharian kalau dipaksa naik angkot. Benar kata Pakde, malam ini kita nginep saja di sini. Besok bapak bawa motor ini ke bengkel. Kalian bisa naik angkot berdua karena Emak ikut sama bapak seperti sebelumnya." "Iya, Nduk. Mau hujan juga itu, geluduk." Pakde terus membujuk. Aku menunggu perintah dari Emak. Jika emak bilang iya, mau tak mau aku pun ikut mengiyakannya. Namun, jika emak menggeleng, makan aku pun bersikeras menggeleng sepertinya. "Mogok, Pa?!" Budhe Umayah mulai bertanya. Perempuan dengan kaftan gold itu melangkah terburu mengikuti suaminya yang berdiri di samping bapak. "Mogok lagi, Ma. Papa minta mereka nginep aja biar besok motornya dibawa ke bengkel dulu sama Nurman. Lagipula mau hujan, takut mereka kehujanan di jalan. Kalau sakit bersamaan malah repot nanti. Iya kan?" Pakde Rudy tampak begitu iba. Ekspresinya berbanding terbalik dengan ekspresi budhe yang menegang. "Mau tidur di mana kalau mereka nginap semua, Pa? Papa ini ih!" Mimik wajah Pakde Rudy pun berubah seketika. Memerah mungkin karena malu mendengar balasan istri yang tak sesuai ekspektasinya. "Di rumah banyak kamar loh, Ma. Kok tidur di mana?" Tak ingin melihat saudaranya berdebat dengan sang istri, Emak pun angkat bicara. "Kamu nggak jadi nginep kok, Mas. Ini biar dititip di rumahnya Bu Ayu saja, besok baru diambil taruh di bengkel." Emak tersenyum tipis meski kutahu dari wajahnya menyiratkan luka. "Mau hujan, Las. Nggak ada angkot. Itu adzan Maghrib juga sudah berkumandang. Masuk ayo, besok aja kalian pulangnya." Pakde tetap bersikeras, tapi lagi-lagi Emak menggeleng pelan. "Kamu ke masjid sebelah saja, Mas. Habis itu pulang jalan kaki sama-sama. Lumayan lama juga kami nggak jalan kaki kok, Mas. Mumpung weekend kan kata anak-anak muda memang waktunya buat jalan-jalan. Sudah kamu masuk aja, Mas. Kami ke rumah Bu Ayu dulu." Emak tetap dengan keputusannya dan kami bertiga tak akan bisa membantah. Kami tahu apa yang Emak rasakan tidaklah mudah. Helaan napas kasar terdengar. Ada kecewa dan kesal yang terlintas di hati Pakde. Namun, mungkin memang itu lebih baik daripada Emak harus melihat kakaknya cekcok dengan sang istri hanya demi membelanya. "Sudahlah, Pa. Orang mereka sendiri yang nggak mau menginap di rumah kita kok kamu yang ribet!" Budhe kembali menyahut. "Iya, itu semua gara-gara kamu, Ma. Kamu memang keterlaluan." "Kok malah nyalahin mama sih, Pa? Ingat ya, Pa. Kesuksesan papa itu berkat doa istri dan anak-anak. Bukan berkat doa mereka. Jadi, jangan sampai mereka bergantung dan memanfaatkan papa setelah papa sukses. Mereka nggak ada hak. Kalau papa kenapa-kenapa, mama dan anak-anak juga yang repot. Saudara tahu apa!" Pakde meradang. Dia hanya menggelengkan kepala pelan lalu meninggalkan kami begitu saja tanpa sepatah katapun saking kesalnya melihat kelakuan istri yang keterlaluan baginya. "Ayo pulang," ajak Emak kemudian setelah menyeka kedua sudut matanya yang basah. "Seneng kalian ya lihat papanya Sesil marah-marah begitu? Puas kalian kan? Dasar gembel!" Sakit sekali mendengar kata-kata itu keluar dari bibir perempuan yang seharusnya bisa merangkul Emak yang berstatus iparnya. "Kami gembel, tapi nggak pernah minta apapun dari budhe dengan cuma-cuma. Ingat ya, Budhe. Apapun yang kamu terima dari budhe itu adalah hasil dari kerja keras yang kami lakukan. Selayaknya pekerja yang mendapatkan upah. Jadi, jangan sok menjadi pahlawan kesiangan!" ucapku lantang lalu menarik lengan Liana dan Emak bersamaan. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD