"Gimana kalau kamu jadi pengganti mamanya Rafqa, Ri?" tanya Mas Hanif sembari menatapku lekat. Pertanyaan itu benar-benar membuatku tercekat mendadak. "Mak-- maksudnya, Mas?" balasku gugup dan pura-pura tak mendengar jelas pertanyaannya. Aku menatapnya sekilas lalu buru-buru mengalihkan pandangan. Sepertinya Mas Hanif tak sadar apa yang diucapkannya. "Maksudku bagaimana kalau kamu jadi baby sitternya Rafqa?" Ulangnya sembari menj*tak keningnya sendiri. Mas Hanif mendadak gugup dan sedikit salah tingkah. "Kalau boleh sih mau banget, Mas. Mending main sama Rafqa bisa bikin awet muda karena banyak senyum dan ketawa daripada jadi asisten adik Mas Hanif itu, rasanya sakit kepala setiap hari," ujarku sembari meringis kecil. "Gimana kalau nanti saya bilang papa soal ini?" Mas Hanif melipat

