bc

A Little Love

book_age18+
71
FOLLOW
1K
READ
drama
sweet
humorous
like
intro-logo
Blurb

A Little Love. Sebuah cinta kecil yang tumbuh menjadi besar. Cinta yang mempertemukanku dengan seseorang yang mengubah hidupku menjadi lebih berwarna. Cinta yang membuatku bahagia, sedih, bahkan terluka.

Dia, sahabat kakakku. Aku sudah lama menjadi pengagum rahasianya. Aku mengalami cinta pada pandangan pertama padanya. Aku berharap suatu saat nanti, cinta yang kecil ini akan tumbuh besar diantara aku dan dia.

Terdengar mustahil. Rintangannya terlalu sulit untuk kulalui. Tapi, aku akan berusaha menumbuhkan cinta itu dihatinya, membuatnya jatuh cinta padaku.

Adam, tunggu aku di masa depan!

- Cantika.

cover: by etherna86

start writing 2021, edited 2022

chap-preview
Free preview
1. Manis
"Benih cinta bisa saja timbul dari mata yang saling tatap." - E. . Bel pintu berbunyi saat aku berada dianak tangga paling bawah. Sepertinya bi Inah tidak mendengar suara bel. Jadi, aku saja yang menghampiri pintu. "Hai. Kamu pasti Cantika, ya?" sapa seorang pria berkepala botak, yang berdiri dibalik pintu yang kubuka. Dia tau namaku? Siapa dia? Wajahnya sangat asing bagiku. Tapi ... tampan. Aku tidak mengenalnya dan aku yakin kalau ini adalah pertemuan pertama kami. Aku menyesal sudah membuka pintu tanpa memeriksa tamunya terlebih dahulu, lewat lubang pintu. Aku meneliti wajah pria asing itu, sambil tetap waspada. Aku merapatkan diri pada pintu yang sengaja tidak aku buka lebar. Jaman sekarang, banyak sekali penjahat yang berpakaian rapi, bahkan ada yang memakai jas dan berdasi. Mungkin saja pria ini orang jahat, dan mungkin aku dalam bahaya. Aku sedikit takut, tapi tidak menunjukkannya. Aku memang mempelajari ilmu beladiri. Tapi, jika melawan seorang pria yang tingginya aku taksir sekitar 180 cm, dan memiliki lengan berotot seperti itu, aku yakin akan kalah telak. Pria itu kemudian tersenyum kepadaku. Dia mungkin merasa kalau aku mencurigainya. Aku juga tidak menunjukkan sikap ramah padanya. Mungkin karena itu, dia langsung memperkenalkan diri. "Aku Adam, temannya Reza," ujarnya tanpa mengulurkan tangan untuk bersalaman. "Reza nya ada?" tanyanya. Kali ini dia tersenyum sampai terlihat deretan gigi putih dan rapih. Aku masih siaga memantau pria yang katanya bernama Adam itu. Anehnya, ketika melihat bibir merah alami milik pria itu melengkung ke atas, spontan akupun ikut tersenyum. Senyumannya itu termasuk kategori manis dan terlihat tulus tanpa paksaan. Dia sukses membuatku terpesona sampai aku memeluk daun pintu seraya menatap kagum padanya. Ada yang manis, tapi bukan gula, bukan juga madu. Itu adalah senyumnya Adam. Sebagai penyuka yang manis-manis, aku suka senyumnya Adam. "Ehem. Maaf, Rezanya ada?" Adam bertanya dengan suara lebih keras dari sebelumnya. Aku tersentak mendengar suara besar Adam, yang membuatku segera sadar dari lamunan. Ya, ampun. Aku kenapa? Jangan-jangan aku terhipnotis. Toloong, aku khilaf. "Eh ... maaf," ucapku diiringi kekehan canggung guna mengusir rasa malu. Setelah menegakkan tubuh, aku memberinya informasi tentang keberadaan bang Reza. "Bang Reza sedang keluar mengantar mama ke minimarket didekat sini. Sepertinya tidak akan lama. Bang Adam bisa menunggunya di dalam." "O, gitu." Adam mengangkat tangan kiri yang terpasang jam tangan berwarna hitam. Ia mengamati angka digital di dalam jam itu sejenak, lalu berkata, "Baiklah, aku akan menunggu." "Kalau begitu, silahkan masuk. Bang Adam tunggu di dalam, saja," ajakku sambil membuka pintu lebih lebar. "Makasih, ya." Laki-laki yang tingginya hampir mencapai kusen pintu rumahku itu, berjalan melewatiku menuju ruang tamu. Aku mengiringi langkahnya dari belakang. Aroma maskulin yang tidak terlalu menyengat dari tubuh Adam seketika menyapa indera penciumanku. Dia berjarak dua langkah di depanku, namun wanginya masih jelas tercium. Tanpa sadar aku menghirup udara beraroma perfume milik Adam. Tarikan nafasku dalam dan panjang, seakan-akan sedang mengisi penuh seluruh rongga paru-paruku dengan aroma itu. Dia wangi sekali, sedangkan aku masih bau matahari. Mana masih pakai seragam sekolah. Aduh, aku malu. Jika aku tahu lebih awal, kalau yang datang itu Adam, aku akan memakai pakaian yang lebih layak dipandang. Setidaknya tidak menyambut dengan kemeja putih berlogo tut wuri handayani dan rok biru seperti ini. Setelah Adam terlihat nyaman duduk di sofa single di ruang tamu, segera aku pamit ke kamar. Beralasan mau mengerjakan PR, padahal aku malu karena masih memakai seragam SMP. Sementara Adam, terlihat keren. Meskipun hanya mengenakan kaus biru gelap dan celana panjang jeans berwarna senada. "Oke. Selamat belajar ya, Cantika," ujarnya tidak lupa tersenyum. Aku balas tersenyum kikuk lalu beranjak meninggalkan Adam di ruang tamu. :) Sebelum kembali ke kamar, aku mampir ke dapur untuk menemui bi Inah, asisten rumah tangga di rumahku. Ternyata dia sedang mencuci piring. Bi Inah menyadari kedatanganku, seketika menghentikan kegiatannya. "Butuh sesuatu, Dek?" tanya Bi Inah dengan logat Sunda yang khas. "Maaf ganggu, Bi. Bisa minta tolong buatkan minum untuk temannya bang Reza? Tika malu, belum ganti seragam," kataku, merenggut malu. "Oh, kirain teh apa. Oke, siap!" tukasnya. "Untuk berapa orang minumannya?" "Hanya satu orang. Jangan lupa camilannya ya, Bi. Terima kasih." "Siap, Dek," jawabnya langsung menyiapkan minum dan camilan untuk Adam. Aku segera meninggalkan dapur setelah membawa sebotol minuman dingin dari kulkas. :) Tidak sampai 10 menit aku berada di dalam kamar, terdengar suara deru mobil memasuki pekarangan rumahku. Aku mengamati pergerakan mobil itu dari balik jendela kamarku yang terletak di lantai satu. Itu mobil mamaku yang dikendarai bang Reza. Mereka sudah kembali rupanya. Aku akan turun menemui mereka setelah berganti baju. Kaus berlengan pendek berukuran XL dan celana pendek cargo sepanjang selutut, sudah melekat ditubuh kurusku. Bang Reza sering meledekku seperti orang-orangan sawah, jika aku memakai baju kebesaran seperti ini. Tapi aku tidak peduli ucapannya. Bagiku, kenyamanan lebih penting dari pada mengurusi komentar orang lain terhadap penampilanku. I have my own style. Setelah mengikat rambutku, yang panjang sebahu dengan gaya ekor kuda, aku keluar kamar menuju lantai bawah. Saat dianak tangga terakhir, aku sempat melirik ke arah ruang tamu. Ternyata kosong. Mungkin Adam sudah bersama bang Reza, pikirku. Kemudian aku menuju dapur, mencari mama. Ini masih jam 2 siang, seharusnya mama berada di kantor, bukan di dapur. Aku mendekati mama yang sedang berdiri di dekat wastafel. "Mama sudah pulang?" Rupanya mama sedang mengeluarkan aneka buah dari kantung belanja ke dalam wadah besar untuk dicuci. Aku meraih tangan kanannya untuk dicium. "Hai, sayang," balas mama menyambutku dengan memberi kecupan di dahi. "Mama agak kurang enak badan, jadi mama izin pulang lebih awal," jelasnya sambil mencuci buah. Aku mengamati wajah mama yang tidak memakai pewarna bibir dan sedikit terlihat pucat. "Biar Cantika saja yang mencuci buahnya. Mama duduk dan istirahatlah." Aku mengambil alih wadah dari tangan mama. "Terima kasih, Cantik," balas mama setelah mencium pipi kananku. Mama memilih duduk dikursi dapur di sampingku. Kulihat mama mengeluarkan telfon genggam dari saku blazernya. "Bang Reza kemana, Mah?" tanyaku sambil mencuci buah dengan sabun khusus buah dan sayur. "Di halaman belakang, bersama Adam." "Mama sudah kenal bang Adam?" tanyaku menatap tidak percaya pada mama. Mama mengangguk lalu tersenyum kepadaku. "Adam anak yang manis," ungkap mama sambil melipat lengan di atas meja dapur. "Dia juga ramah dan sopan." "He is," gumamku pelan. Aku tersipu mengingat betapa terpesonanya aku pada Adam. Aku alihkan pandangan pada buah-buah yang ku cuci, supaya mama tidak melihat wajahku yang sepertinya sudah memerah. Dialog kami terhenti sampai situ, karena telfon mama berdering. Selagi mama menerima telfon, aku lanjutkan mencuci buah sambil menetralkan rona wajahku akibat mengagumi Adam. Selesai mencuci semua buah, aku meletakkannya di kotak khusus buah. Sebelum dimasukkan ke dalam kulkas, aku menawarkan buah-buah ini pada mama. "Mama mau buah apa?" "Mama ingin buah pir. Bisa tolong ambilkan satu, Nak?" "Sebentar. Tika kupas dulu kulitnya." Setelah mengupas kulit buah pir, aku memotongnya menjadi 10 bagian. Kemudian aku menatanya dipiring buah, baru aku serahkan pada mama. Aku tidak menemani mama menikmati makan buah segar, karena tugasku merapihkan buah belum tuntas. Ketika aku hendak masukkan kotak buah ke dalam kulkas, mama menghentikan pergerakanku dengan perintahnya. "Dek, tolong kamu tata beberapa buah jeruk di piring saji lalu antar ke abang," pinta mama. "Jeruknya manis, tadi Mama sudah coba. Bang Reza pasti suka." Seketika mataku berbinar mendapat perintah mama. Sepertinya hormon endorfin sedang bekerja. Aku merasa bahagia mendapat perintah mama. Mengantar jeruk untuk bang Reza akan menjadi tugas yang paling menyenangkan karena aku akan bertemu dengan Adam, lagi. "Baik, Ma," jawabku bersemangat. "Mama istirahat di kamar, ya. Terima kasih buahnya, Sayang." Mama beranjak meninggalkan dapur. "Selamat istirahat, Ma." Segera aku mengeluarkan jeruk dari dalam kotak buah. Entah kenapa, tiba-tiba jantungku berdegup cepat. Aku kenapa deg-degan? Apa karena membayangkan akan bertemu Adam? Seriously? Dengan semangat membara, aku menyiapkan jeruk-jeruk terbaik untuk disajikan pada Adam. Terdengar berlebihan? Tentu saja. Namun, itulah yang aku kerjakan. Memberikan yang terbaik untuk orang spesial adalah hal yang menyenangkan bagiku. So, Adam. Terimalah jeruk manis ini. :) Revisi: May, 2022. Etherna86.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Tentang Cinta Kita

read
190.6K
bc

(Bukan) Pemeran Utama

read
19.6K
bc

Head Over Heels

read
15.9K
bc

DENTA

read
17.1K
bc

Byantara-Aysha Kalau Cinta Bilang Saja!

read
284.9K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
206.2K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook