AKAD NIKAH

2906 Words
“Bismillah—Ya Allah bila dia memang jodohnya Nala, tolong selalu yakinkan Nala, Amin.” Doa Nala sebelum dering menyambung “Hallo—“ Suara berat Akhtar menyapa “Pak Akhtar—Nala—“ ¤¤¤ “Hallo—iya Nala?” “Saya menerima pinangan Bapak.” Ujar cepat Nala “Alhamdulillah—baik saya akan segera mengatur pernikahan kita.” Balas Akhtar penuh syukur “Pernikahan?” “Abis lamaran bukannya langsung nikah?” Jawab lugas Akhtar “Nggak ada acara pertunangan-pertunangan, Pak?” Tanya Nala “Ribet—saya mengundang yang penting saja, masalaha resepsi bisa sehabis kamu wisuda.” Akhtar mengatakan alasannya “Nanti malam saya dan keluarga saya akan datang ke rumahmu membahas pernikahan yang secepatnya kita laksanakan.” Kata Akhtar tak ingin di bantah “Sekali saya katakan Nala, saya tidak suka hal yang bertele-tele apalagi melalukan kegiatan yang menghabiskan waktu—bila kamu ingin pamer nanti setelah kamu wisuda.” Pilihan talak Akhtar “Terserah Pak Akhtar sajalah, Nala capek—Assalamu’alaikum.” Salam Nala yang kesal Nala melemar ponselnya ke tengah kasur, mendengus kesal pada perkataan yang baru saja Akhtar katakan, ribet? Ribet apanya eraang kesal Nala. Namun dengan begitu Nala tetap bergagas turun dari dapur menugaskan Mbak Ila untuk membuat beberapa sajian makanan ringan untuk menyambut tamu yang nanti malam akan datang yang katanya akan membicaraan tentang pernikahan Nala dan Akhtar. “Mbak Ila, bisa bantu saya bikin cemilan buat acara penyambutan tamu nanti?” “Wala—ya bisa dong Mbak, bisa cepet jadi kalo bikinnya nggak susah.” Ujar Mbak Ila “Mbok Atmi kemana ya?” “Oh—lagi di ruang cuci Mbak,” Ila mmeberitahukan “Mbak Ila bikin roti spons keju sama greentea ya, terus nanti Nala bikin kue pie s**u, terus Mbok Atmi masakin makan malam.” Nala mengatur tugas masing-masing Beruntung Nala memberikan kabar pada Akhtar masih di jam pagi, membuat semuanya cukuplah waktu seharian ini. “Mbok Atmi belum belanja tapi, Mbak.” Ujar Mbak Ila “Iya biar belanja sama Abang aja, mbak mulai bikin ya soalnya acaranya malam ini.” “Acara apa to Mbak, kok mendadak sekali?” Tanya Mbak Ila “Hehehehe—acara pernikahan saya mbak—sebenarnya lagi penentuan sih nggak ada pertunangan soalnya calon Nala kemarin udah lamar langsung ke Ayah.” Nala menjelaskan dengan malu-malu “Walaahh gustii—alhamdulillah, Mbak. Lancar yo tak doa’in lancar.” Doa Mbak Ila dengan medok jawa “Amin Ya Allah—sekarang mbak mulai bikin ya, aku ke Mbok Atmi dulu.” “iyo-iyo, ya sudah tak bikinnya sekarang.” Nala keluar dari dapur, bergagas ke ruang cuci untu meminta Mbok Atmi untuk memasakkan beberapa menu untuk makan malam para tamu nanti malam. Sebelum Nala masuk ke ruangan cucian, orang yang ia cari sudah lebih dulu keluar dari ruang cuci. “Nah, Mbok—tolong belanja bahan makanan ya sama Bang Ethan, masak yang sekiranya patut di makan buat para sesepuh gitu.” Ujar Nala “Ada acara apa to, Neng? Kok kayanya mendadak banget.” “Hehehehe—anu Mbok, Acara penentuan nikahan Nala sama calon Nala nanti.” “Ya Allah selamat Neng—kok yo baru bilang to, yowes tak siap-siap dulu.” “Oke, Mbok atur ya makanan apa aja yang patut buat makan malam mereka nanti.” “Iya—siap Neng, yowes tak siap-siap dulu.” Mbok Atmi semangat “Sama Bang Ethan belanjanya Mbok, di super market aja.” Pinta Nala dengan memberikan kartu ATM yang isinya adalah tabungan pribadinya “Bawa ini ya, Mbok. Bayar pake ATM Nala, nanti Nala tulis pinnya.” “Iya—uwes to seng tenang.” Ujar Mbok Atmi “Ya sudah, Nala ke Bang Ethan dulu ya Mbok—ngejar waktu banget.” Akhirnya Nala menuju ke kamar Ethan mengatakan bahwa ia harus mengantar Mbok Atmi untuk pergi berbelanja. ¤¤¤ “Ayahh—nanti malam keluarga Pak Akhtar mau kerumah.” Ujar Nala di telepon “Loh ada apa, La?” Tanya heran Wira “Mmm—Nala udah menerima pinangan Pak Akhtar, Yah.” “Alhamdulillah, nanti Ayah pulang cepet ya La—Abangmu suruh bantu-bantu dulu.” “Iya Ayah, ya udah Nala tutup ya, harus masak ini cepet-cepet.” Pinta Nala setelah memberi kabar pada Ayahnya “Iya, La. Assalamu’alaikum.” “Wa’alakumsalam.” Sore harinya semuanya sudah siap dari makanan untuk menyambut juga keadaan rumah yang rapi, di tata dengan kursi-kursi, kata Akhtar saat di hubungi oleh Ayah Nala, keluarga yang di bawa tak terlalu banyak begitupun Ayah Nala hanya mengundang adik-adiknya saja. Pernikahan Nala dan Akhtar memang termasuk pernikahan yang tersembunyi hingga Nala wisuda nanti bahkan teman Nala saja yang di beritahu hanya Amira mengingat Amira adalah tempat terbaik Nala di sepanjang mas. Seperti saat ini keduanya sedang sibuk meriasa lebih tepatnya Amira yang mendandani Nala, bukan karena Nala tak bisa berdandan bisa namun Nala memiliki tim makeupnya sendiri yaitu Amira. Baju yang di pilih Nala kali ini adalah dress batik karena acara mendadak maka Nala dan Akhtar tak bisa menyiapkan baju couple—jangankan baju couple acara tunangan saja Akhtar tidak mau melaksanakan, bukan karena Akhtar pelit namun memang ciri Khas Akhtar yang tak ingin ribet. Amira menyelesaikan ulasan di makeup Nala, kemudian membentuk sederhana rambut sebahu Nala dengan cantik. Tak rugi Nala menjadikan Amira tim mendandaninya hasilnya luar biasa bagus—Nala yang jarang berdandan terlihat lebih cantik dan manis. Jam sudah menunjukkan pukul lima itu artinya tak lama lagi keluarga Akhtar akan datang singgah di rumah orang tuanya. Gugup? Jangan di tanyakan lagi, setelah Amira benar-benar selesai mengerjakan tugasnya dan meninggalkan Nala sendiri untuk mandi, Nala tak berhenti meremas jarinya, mengalihkan pikirannya menscrool dunia maya untuk meredakan rasa gugupnya. “Lamun aja lo, dzikir.”Celetuk Mira yang baru saja keluar dari kamar mandi “Mir—gue udah benerkan ya ambil keputusan ini.” Nala mempertanyakan “Tanya ke hati lo—kalo lo ragu nanti penentuannya.” “Di sisi lain gue yakin, di sisi lain gue kaya ada yang ganjel.” Cerita Nala “Makanya berdoa jangan buat lo scrool timeline—dzikir.” Amira mengulang sarannya dan bergantian ia yang berdandan “Semoga deh—akhhhh perut gue mules nih, Mir.” “Yailah baru lamaran aja lo udah gini, gimana nanti pas lo sidang—pingsan apa ya lo hahahaha.” Mira mencairkan suasana “Gue seriusan Mir, gini ya ternyata rasanya mau ketemu calon suami.” Gugup Nala “ceillahhh—calon suami banget nih hahahah—kemarin-kemarin aja keknya lo benci banget sama Pak Akhtar.” Goda Mira “Emang benar kata pepatah sih jangan membenci bilang tak mau jatuh cinta eh lo malah benci jadi cinta deh lo.” Ledek Mira dengan puas dan Nala hanya mendengus kesal ¤¤¤ Acara malam itu berjalan dengan mulus, penentuan pernikahan mendadak antara Nala dan Akhtar akan di laksanakan besok lusa, Akhtar meminta untuk tak ingin bertele-tele lebih cepat lebih baik, maka mulai besok ia dan Akhtar akan mengurus berkas-berkas untuk syarat menikah. Kini keduanya sedang duduk berdua menikmati sajian makan malam setelah beberapa jam tadi berjibaku menyusun acara pernikahan Nala dan Akhtar. Di keadaan canggung seperti ini bukan keinginan Nala, coba Tiara mau berada di sini dan tidak memilih bergabung dengan Abang dan Mira disana keadaannya tak akan secanggung ini. “Sudah siap?” Tanya Akhtar tiba-tiba “hah?” Bingung Nala “Nikah sama saya?” Akhtar menatap datar kedepan “InsyaAllah—Nala siap menikah dengan Bapak.” “Mas. Panggil saya Mas, La.” “Ahh—oh iya Pa—Mas.” Gugup Nala “Terima kasih, sudah mengnimbangkan lamaran saya.” Akhtar mengelus puncak kepala Nala “Sama-sama, Mas.” Senyum Nala Pagi ini Nala harus buru-buru ke kampus untuk meminta surat ijin cuti beberapa hari untuk menyiapkan acara pernikahannya dan Akhtar, hanya cui singkat namun memang harus segera Nala urus pasalnya nanti siang ia dan Akhtar akan mengurus berkas-berkas yang di butuhkan. Nala bertemu dengan Amira, teman Nala itu tersenyum sumringah menyambut kedatangan sahabatnya yang beberapa hari lagi akan segera melepas masa kejombloannya itu. “Mau urus cuti?” Tanya Mira “Iya, soalnya nanti siangan mau urus berkas, Mir.” Bisik Nala “Oh iya—ya, sampai abis nikah nikahnya?” Tanya Mira “Iya—paling cuman seminggu cuti gue.” “Yahh—gue sendiri dong, La.” “Gaya amat lo, rumah cuman beda kompleks aja lo.” Ledek Nala “Jangan lupa lo juga dateng, Mama-Papa lo juga wajib dateng ya.” “Siap kapten, eh gue temenin ayo.” Dan Nala pun menyetujui permintaan Amira ¤¤¤ Sejak semalam Mira sudah menemani gadis itu menghabiskan malam gadisnya, bercerita kesana-kemari mengingat masa kecil mereka hingga sekarang Nala akan melepas masa lanjangnya Mira menemani dengan perasaan bahagia akhirnya sahabatnya menemukan pelabuhan hatinya. Sekarang keduanya sedang di rias kali ini Nala menyewa makeup artist untuk acara nikahnya. Nala ingin membuat pernikahannya berkesan, kemarin sudah tidak ada acara pertunangan maka acara akad ini Nala ingin menjadi kenangan yang tak pernah akan ia lupakan. Nala pernah bilang bukan sebenarnya nikah memang belum menjadi hal yang terpenting dalam list hidupnya namun Nala mencoba menerima dan sudah beberapa kali Nala meyakinkan dirinya tentang pinangan Akhtar dan selalu mendapat jawaban yang muncul dalam mimpinya adalah pria berumur dua pulih tujuh dengan predikat duda. Nala tak mengelak bahwa perasaan ragu kerab menghampiri ia namun ia harus meyakinkan dirinya bahwa Akhtar adalah jodoh terbaik dari Tuhan. Seperti ibadah lainnya—harus kyusuk melakukannya karena bisikan syetan mampu membuatnya gagal dan ragu, sikap Nala adalah meyakinkan dirinya. Akadnya memang dilaksanakan di kediaman orangtua Nala karena keinginan kedua calon pengantinnya. Agar acara lebih ke nuasa kekeluargaan. Tak banyak tamu yang datang hanya sebagain saja, keluarga dan kerabat kedua belah keluarga. “Acara jam berapa, La?” Tanya Mira “Jam delapan sih akadnya.” Jawab Nala tanpa mengalihkan pandangannya “Terus ada garden partynya?” “Kagak elah, calon lakik gue mana mau begitu, cuman syukuran aja sih.” Jelas Nala “Kirain garden parti soalnya gue liat di taman samping di hias bunga-bunga.” Mira bertanya “Sengaja biar enak di lihat, meski orangnya terbatas kan harus tetep berkesan kan ya.” “Iya bener.” “Mbak Nala, mau saya bantu make kebayanya? Soalnya mau saya gelung rambutnya terus saya mau pasang veil ini.” Sela si periasnya “Boleh deh mbak—aku pake kamisol soalnya nggak bisa.” “Ayo kalo gitu.” Nala berada di kamar pengantinnya, dengan di temani oleh adik-adik dari ayahnya yang ia panggil tante itu, sedangkan Amira sedang mengkoordinasikan kondisi di bawah dengan Ethan sedangkan ia harus berada di kamar sebelum akad di laksanakan. Tak lepas suara dzikir dari mulut Nala, rasa gugup pasti namun sebaik mungkin Nala menimalisir dengan berdoa. Pintu kamarnya terbuka, Amira masuk ke kamar dengan membawa gaun serta jas miliknya dan Akhtar untuk mereka kenakan nanti setelah akad selesai akan di lanjutan syukuran kecil-kecilan yang sederhana. “La, aku siapin di sini ya.” Ujar Mira menempatkan Dress Nala dan Jas Akhtar Nala hanya mengangguk “Doa, La. InsyaAllah lancar acaranya ya.” celetuk Adik nomer dua dari sang ayah “Iya, Tante. Sesek banget ini d**a, Tan.” Eluh Nala “Tante Kendorin dikit apa ya, La.” Diana menawarkan “Masih ada waktu kok kalo mau di kendorin, nanti kamu pingsan.” Lavia menawari “Tante, Nala mules.” Eluh Nala yang pias “Lah—gimana udah pake jarik juga—hirup minyak angin mau.” “Aneh-aneh aja kamu La, ini aja baru nikah belum nanti wisuda kamu naik ke depan dosen-dosenmu “Beda atuh Tante.” “Sudah sabar, ayo dzikir lagi tenangin diri. Ethan masuk ke dalam kamar Nala, abang Nala itu mau dengan ikhlas bila di langkahi oleh sang Adik. Ethan menghampiri Nala yang sudah terlihat cantik itu. “Tante Lavia, tante Diana—pemelai laki-lakinya sudah datang boleh di ajak keluar Nalanya.” “Ayo La.” “Bilang dulu ke abangmu.” Lavia mengingatkan “Abang—Nala mau bilang, terima kasih sudah mau Nala langkahin, sudah menjadi Abang terbaik yang Nala punya, Abang yang sudah selalu memasang badan untuk Nala dikala Nala sedang menghadapi masalah, maaf kalo selama ini Nala merepotkan abang sebagai adik, restui Nala sama Mas Akhtar ya Bang.” Ujar Nala mengatakan maafnya dengan berurai air mata “Sama-sama, maaf abang juga yang belum menjadi Abang yang baik di mata Nala. Semoga kamu menjadi istri yang sholehah ya La, turuti apa kata suamimu, tugas Abang dan Ayah sudah berakhir menjaga berganti Akhtar yang menjagamu, terima kasih sudah menjadi adik abang yang paling kuat.” Ujar Ethan yang menahan laju air matanya dan kemudian mencium kening Nala Kedua tante Nala dan Ethan menghapus tetesan air matanya. “Sudah? Yuk keluar, calon suamimu menunggu.” Ajak Diana Ethan yang memimpin jalan di depan Nala di hampit oleh kedua tantenya serta Amira mengikuti dari belakang, sengaja Mira tak ikut masuk karena ia memberi waktu privasi Abang dan Adik itu. ¤¤¤ Akhtar sudah duduk tepat di depan penghulu, semuanya sudah siap, Nala terlihat sangat cantik dengan kebaya putih gading itu. Akhtar juga tak kalah terpana kala melihat Nala yang hari ini benar-benar spesial itu namun secepatnya Akhtar menguasi mimik mukanya—gugup bukan lagi, ia benar-benar gugup. “Bundaa.” Panggil Tiara yang duduk di belakang sang Ayah Nala menyapa dengan tangan melambai dan suara sapa lirih dengan senyuman. Mana pernah Nala membayangkan akan menikah sekaligus menjadi Ibu dari Mutiara gadis cilik yang mampu menarik perhatiannya. Akhtar berdiri dari duduknya, menghampiri Nala bergantian menggandeng calon istrinya untuk duduk di sebelahnya, dengan perlahan Akhtar membantu Nala untuk duduk di kursinya. Sebelum memulai akad Pak penghulu menyampaikan beberapa hal tentang pernikahan, mengecek berkas, dan berkas-berkas yang harus di tanda tangini seusai akad selesai di ucapkan. “Baik, sudah siap Mas Akhtar?” Tanya Pak Penghulunya “InsyaAllah, Pak sudah siap.” Tegas Akhtar “Mbak Nala, sudah siap dengan Akadnya?” Tanya Pak penghulu ke Nala “Siap, Pak, insyaAllah.” “Pak Wira, silahkan di mulai akadnya.” Pinta Pak penghulu “Baik, Pak.” Jawab Wira “Ananda Akhtar Hakim wijaya Bin Gandhi Hakim Wijaya, saya nikahkan dan saya kawinkan engkau dengan anak saya Nala Ashana Mahya Binti Wira Salman dengan maskawin berupa uang tiga juta tiga ratus ribu dan seperangkat alat sholat di bayar tunai!” Lantang Wira “Saya terima nikah dan kawinnya Nala Ashana Mahya Binti Wira Salman dengan maskawinnya tersebut di atas tunas!” Lantang Wira tak ingin kalah “Sah, para saksi?” “Sah—“ Koor para kedua saksi “Alhamdulillah.” Syukur Pak penghulu dan para keluarga dan kerabat kemudian Pak penghulu memimpin doa “Mas Akhtar, boleh di pasangkan cincinnya Mas, setelahnya di cium kening istrinya ya.” Ujar Pak Penghulu yang tadi mendampingi Ayah dari Nala mengucapkan ijab           “Baik, Pak.”           Akhtar menyematkan cincin di jari manis Nala, untuk kedua kalinya lagi Akhtar kembali menyematkan benda lingkaran yang katanya bermakna sakral ini dengan orang yang berbeda, dengan perasaan hambar. Usai saling menyematkan cincin Akhtar kembali memajukan wajahnya untuk mencium kening Nala mencoba meresapi meski terasa gugup ia tetap melakukan senatural mungkin, Nala memejamkan mata di kala suaminya—Akhtar mencium tepat di keningnya, Akhtar bukanlah laki-laki yang tidak mengerti ajaran agamanya, ia menyentuh ubun-ubun Nala dan membacakan doa.           “Kita memang di pertemukan karena sebuah perasaan yang mendasar, kita di temukan karena takdir Tuhan tanpa perasaan, tapi saya akan mencoba menerima dan mencintai kamu, meski itu butuh waktu. Saya tak ingin menjanjikan suatu bahagia hidup bersama saya tapi saya akan mengusahakan agar hidupmu tercekupi dengan kebahagiaan.” Bisik Akhtar di telinga Nala tepat setelah membacakan di ubun-ubun Nala           Nala mengerti, bukanlah sudah jalannya menerima dengan ikhlas, menyayangi Tiara berbonus sang Ayah. Nala menatap netra Akhtar memberi balasan atas ucapan Akhtar dengan anggukan setuju dan tatapan menerima.           “Bukannya cinta akan datang karena terbiasa?” Lirih Nala sebelum keduanya kembali harus mendatatangani berkas pernikahan Sekarang Nala sudah sah menjadi Nyonya Akhtar Hakim Wijaya sebagai Istri dan juga Ibu bagi Mutiara. “Terima kasih, Nala.” Nala mengangguk mantap Jodoh, kematian, kehidupan, sudah di atur oleh Tuhan, tinggal kita menunggu semuanya. Namun di awal pernikahan ini adalah awal hidup Nala dan juga Akhtar meski sebuah cinta belum tersemat pada mereka. Namun keduanya juga akan mencoba untuk saling membuka hati satu sama lain. “Mas Akhtar, boleh di pasangkan cincinnya Mas, setelahnya di cium kening istrinya ya.” Ujar Pak Penghulu yang tadi mendampingi Ayah dari Nala mengucapkan ijab           “Baik, Pak.”           Akhtar menyematkan cincin di jari manis Nala, untuk kedua kalinya lagi Akhtar kembali menyematkan benda lingkaran yang katanya bermakna sakral ini dengan orang yang berbeda, dengan perasaan hambar. Usai saling menyematkan cincin Akhtar kembali memajukan wajahnya untuk mencium kening Nala mencoba meresapi meski terasa gugup ia tetap melakukan senatural mungkin, Nala memejamkan mata di kala suaminya—Akhtar mencium tepat di keningnya, Akhtar bukanlah laki-laki yang tidak mengerti ajaran agamanya, ia menyentuh ubun-ubun Nala dan membacakan doa.           “Kita memang di pertemukan karena sebuah perasaan yang mendasar, kita di temukan karena takdir Tuhan tanpa perasaan, tapi saya akan mencoba menerima dan mencintai kamu, meski itu butuh waktu. Saya tak ingin menjanjikan suatu bahagia hidup bersama saya tapi saya akan mengusahakan agar hidupmu tercekupi dengan kebahagiaan.” Bisik Akhtar di telinga Nala tepat setelah membacakan di ubun-ubun Nala           Nala mengerti, bukanlah sudah jalannya menerima dengan ikhlas, menyayangi Tiara berbonus sang Ayah. Nala menatap netra Akhtar memberi balasan atas ucapan Akhtar dengan anggukan setuju dan tatapan menerima.           “Bukannya cinta akan datang karena terbiasa?” Lirih Nala sebelum keduanya kembali harus mendatatangani berkas pernikahan ¤¤¤
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD