bc

Tangled Up In You

book_age18+
546
FOLLOW
3.0K
READ
love-triangle
sex
badboy
goodgirl
popstar
comedy
sweet
bxg
office/work place
office lady
like
intro-logo
Blurb

21+ Cerita dewasa harap bijak dalam memilih cerita yang akan dibaca.

Luna Maya Putri ditekan oleh Ibunya agar segera menikah, tapi ia seakan enggan untuk menikah. Trauma masa lalu dengan mantan tunangannya membuat Luna tak ingin mengakhiri masa lajangnya. Tapi, pertemuannya dengan Kevin Lucio yang berusia lebih muda darinya membuat Luna merasakan cinta yang dulu hilang.

Di saat Luna mulai menjalin hubungan dengan Kevin. Kafka Marcello, mantan tunangan Luna datang kembali ingin merajut jalinan cinta yang tertunda. Saat ia tahu alasan Kafka memutuskan pertunangan mereka bahkan Kafka tak pernah benar-benar meninggalkannya sendiri, ia menjadi bimbang. Apa lagi Kevin ternyata tak seperti yang ia duga selama ini.

Apakah Luna tetap bersama Kevin setelah ia mengetahui alasan Kafka? Atau ia akan kembali pada Kafka setelah mengetahui kalau Kevin....

chap-preview
Free preview
1
Luna berlari-lari kecil memasuki halaman rumahnya, rasa lelah sepulang sekolah berubah menjadi kebingungan. Ia melihat banyak sanak saudara berdatangan masuk ke dalam rumahnya. "Luna sini, Nak," panggil Rosita. Luna berjalan mendekati Ibunya, ia memperhatikan kedua mata Ibunya yang memerah. "Ibu, kenapa menangis?" tanya Luna. "Luna sekarang kita tinggal berdua, Ayah sudah pergi untuk selamanya," ujar Rosita. "Kenapa Ayah pergi selamanya, Ibu? Kenapa Ayah tidak kembali pulang kerumah? Apa Luna membuat kesalahan?" tanya Luna kebingungan. Pertanyaan Luna malah disambut dengan tangisan, Rosita makin erat memeluknya. Ibunya mencium wajah Luna, melihat putrinya dengan pandangan syahdu. "Nak, kamu sayang Ayah?" tanya Rosita. "Sayang ... Sayang banget. Memang ada apa, Bu?" "Ibu masih ingat sewaktu kamu lahir, Ayahmu lah orang pertama yang memelukmu. Di saat kamu sakit, Ayahmu juga ikut menunggu dan sangat khawatir padamu, Nak." Luna melihat Ibunya dengan kebingungan, ia masih bingung dengan perkataan ibunya. Sambil mendekap Luna dalam pelukannya, sang Ibu berkata, "Luna, Ayah telah tiada. Ayah meninggal dunia dan tak akan pernah kembali lagi." Berbagai pikiran berkecamuk di benak Luna, mencoba mencerna perkataan Ibunya. Secara perlahan ia mulai mengerti dengan kata 'tiada' dan ''meninggal dunia'. Luna terdiam, tak sanggup mengeluarkan satu patah kata pun. Raut wajah yang tadinya kebingungan sekarang seakan mendapatkan jawaban kenapa Ibunya menangis. Wajah Luna memucat, ia melihat pria yang selama ini mencari nafkah, menghidupinya kini terbaring kaku dengan wajah pucat pasi. Bibir Ayahnya tampak kecut dengan kelopak mata yang menutup rapat. Tidak ada lagi candanya saat ia menganggu Ayahnya, kemarahan yang sering ia benci sekarang tak terdengar lagi, ia mulai merindukan suara sang Ayah. Bulir-bulir air mata terjatuh dipipinya, ia menggelengkan kepalanya perlahan, dadanya terasa sakit bagaikan teriris perih direlung hati yang terdalam. Rasanya baru kemarin Ayah baru memarahinya karena ia membolos. Ia ingin mendengar suara Ayahnya, walau hanya sekali saja. Ayah tolong marahi aku karena hari ini menangis. Luna mendekati Ayahnya yang terbaring kaku. "Ayah ... Ayah bangun, jangan tidur terus Ayah. Aku janji ga akan nakal dan ganggu Ayah, tapi Ayah harus bangun." Suara rintihnya terdengar pilu, menyayat sebagian sanubari saat tubuh yang kini terbaring kaku ditangisi sanak saudara. Rosita mendekati putrinya memeluknya dengan erat, membelai lembut rambut Luna. "Sayang ... relakan Ayahmu. Ayah sudah dipanggil oleh yang Maha Kuasa. Anak Ibu harus sabar dan ikhlas," ujar Rosita dengan suara bergetar. Luna menangis di dalam pelukan ibunya, ia memeluk erat tubuh wanita yang telah melahirkannya. Rosita berusaha tegar menyemangati Luna, walau ia sendiri juga seakan rapuh bagai raga tak bertulang. Separuh jiwanya telah pergi untuk selamanya. Di acara pemakaman Ayahnya, Luna hanya bisa meratapi saat secara perlahan jasad Ayahnya masuk kedalam liang lahat. Matanya melihat nanar kepergian sang Ayah yang tak akan pernah kembali lagi kedunia ini. "Ayah, terima kasih telah memberiku kasih sayang dan sudah menjadi Ayahku yang terbaik. Ayah akan selalu di hatiku, meski raga dan suara Ayah tak bisa lagi ku dengar," ujar Luna lirih. Setahun sudah berlalu, Luna masih merindukan Ayahnya. Rumahnya sudah tak seperti dulu lagi, seakan ada yang kurang dalam kehidupannya. Kepergian Ayahnya membuatnya mengerti bahwa rindu yang paling menyakitkan adalah merindukan seseorang yang telah tiada. Waktu terus berlalu, Luna dan Rosita harus melanjutkan kehidupan mereka. Hanya doa-doa yang bisa Luna panjatkan untuk Ayahnya. ******** Luna memasuki sekolah menengah pertama, ia melihat dengan getir. Banyak anak seusianya pergi ke sekolah diantar kedua orang tuanya. Ia sangat ingin seperti mereka, tapi kenyataannya berbeda, ia tidak bisa seperti anak-anak yang lainnya. Ayahnya sudah 'tiada' dan Ibunya harus bekerja. Rosita, Ibunya bekerja sebagai guru sekolah dasar tidak memungkinkan untuk mengantarnya. Seorang anak lelaki seumuran Luna menghampirinya. "Eh, lo sendirian?" tanya pemuda tersebut. "Ga, kan ada lo jadinya ga sendiri." "Kenalan boleh ga?" "Ga." Luna pergi meninggalkan pemuda yang tampak terkejut melihatnya pergi begitu saja. Hari-hari Luna di SMP tidak banyak kejadian menarik. Luna hanya belajar dan belajar. ******* Tanpa terasa waktu terus berlalu sekarang Luna sudah berada di sekolah menengah atas. Ia tidak sama seperti anak-anak gadis sebaya dengannya, ia memilih untuk bekerja sambil sekolah. Saat bel sekolah berbunyi semua anak disekolah bersiap-siap untuk pulang kerumah mereka. Nadia teman sebangku Luna tersenyum ramahnya. "Lun, pulang sekolah ikutan nongkrong, yuk. Gue mau sama anak-anak lain mau jalan, nih," ajak Nadia. "Aduh sorry yaa, Nad. Sebenarnya gue pengen sih nongkrong sama lo, tapi gue mau kerja," tolak Luna. "Ga asyik akh lo. Ayolah gabung sama kita-kita, jangan cuma belajar, kerja aja lo. Nikmati masa-masa muda, kejayaan dan kecantikan yang mempesona jangan sampe telat ntar bisa karatan lo." "Haha, lo tuh yaa bisa aja ngomongnya, seandainya gue bisa kayak lo gitu pasti gue mau, tapi gue harus kerja. Lain kali gue gabung." "Terserah lo dah. Gue ajak seneng-senang malah ga mau. Lo sendiri yang rugi kehilangan masa-masa indah di SMA." "Terima kasih banget yaa, Nad sama perhatian lo but sorry banget gue ga bisa gabung." "Yaa udin, bye Luna. Nikmati hidup lo yang membosankan itu." Nadia berlalu pergi dari hadapan Luna. Luna menghela napasnya, ia memang bukan gadis terkenal dan gaul seperti Nadia. Walau seperti apapun perkataan Nadia tentangnya, ia memilih tidak mempedulikannya. Ia menyukai kutipan dari Steve Jobs, "Don't let the noise of other's opinions drown out your own inner voice." Luna bukannya tidak ingin mendengarkan perkataan orang lain, tapi belum tentu perkataan orang lain itu baik, seringkali hal tersebut terjadi dan mempengaruhi keputusan yang akan diambil. Luna tidak akan menghambur-hamburkan uang hanya untuk berfoya-foya. Keadaan finansialnya yang tidak memungkinkan untuknya melakukan hal tersebut. Begitu tiba dirumah Luna bergegas mengganti seragam sekolahnya dengan celana jeans dan kaos. Rambutnya yang panjang dia sisir kembali dan ia ikat ekor kuda agar terlihat lebih rapi. Ia segera menuju ke toko tempatnya bekerja. "Assalamualaikum, bu Santi," sapa Luna dengan sopan pada pemilik toko sembako. "Untunglah kamu sudah datang, Lun. Sini gantian jaga kasir, ibu capek banget, nih," ujar bu Santi dengan raut wajah lelah. "Baik bu. Istirahat aja." "Terima kasih yaa, Lun. Ooh iya aku lupa bilang, nanti kamu kerokin aku ya." "Ok bu." Luna tersenyum. Ia beruntung memiliki bos yang sangat baik. Statusnya yang masih pelajar tidak menghalanginya untuk bekerja. Ia bekerja di toko sembako saja sudah sangat bagus, sambil menunggu pembeli datang, Luna membuka buku-buku pelajarannya. Langit semakin senja, matahari mulai tenggelam digantikan oleh sinar bulan di dalam kegelapan malam. "Bu, jadi ga dikerokin. Saya sudah tutup toko." "Tentu jadi dong, Lun. Rasanya pegal-pegal semua nih badan." Luna menggerakan jari-jemarinya dengan lincah, menggerakan uang koin seribu rupiah diantara punggung Bu Santi. Membentuk tanda-tanda kemerahan panjang melintang dari ujung keujung. ******** Status Luna sekarang berganti, dari seorang pelajar SMA menjadi mahasiswa jurusan manajemen dan bisnis di salah satu universitas negeri di Jakarta. Apalagi ia mendapatkan beasiswa parsial saat masuk ke kampus tersebut, tak percuma selama ini ia belajar dengan tekun. Beasiswa parsial itu merupakan bantuan dana yang menutupi biaya study. Luna hanya fokus untuk kuliah, jika nilainya tidak memenuhi persyarat beasiswa, ia akan kehilangan beasiswanya. Di saat Luna menjadi mahasiswa dan masih berkerja di toko sembako Bu Santi yang sudah berubah menjadi mini market, ia bertemu dengan Kafka. Seorang pemuda tampan yang menyatakan cinta padanya. Awalnya Luna ragu apa lagi status sosial Kafka yang berbeda dengannya, tapi Kafka tak menyerah. Ia pun luluh dan menerima cinta Kafka. Hubungan Luna dan Kafka sudah terjalim setahun. Kafka ingin memperkenalkan Luna pada orang tuanya, Luna ketakutan dan tak percaya diri dengan keadaannya. Ia hanyalah orang tak punya berbeda dengan keluarga Kafka yang memiliki segalanya. Tapi, ketakutan Luna tidak diterima oleh keluarga Kafka ternyata salah. Ayah dan Ibu Kafka menerima Luna dan menyayanginya seperti anak sendiri. Luna dan Kafka menjalin hubungan selama 3 tahun dan sudah selama setahun mereka bertunangan. Pendidikan dan hubungan asmara Luna berjalan seiring seirama tanpa ada suatu hambatan apapun. Karir Kafka juga menanjak sekarang menjadi seorang direktur keuangan di salah satu perusahaan swasta. Tanpa terasa waktu juga berlalu saat ini Luna akan wisuda. Rosita sangat bangga pada Luna, ia menangis bahagia putri kesayangannya yang mandiri sudah lulus menjadi Sarjana Manajemen Bisnis. Kafka dan kedua orang tuanya turut menemani Luna saat wisuda. Mereka sekeluarga juga dengan Rosita berfoto bersama saat ia wisuda. Setelah acara kelulusannya, Luna, dan Rosita pergi ke makam Faisal, ayah Luna ditemani oleh Kafka. Setelah memanjatkan doa di samping pusara tempat peristirahatan terakhir Ayahnya. "Ayah, sekarang aku sudah lulus kuliah. Aku sudah menjadi seorang sarjana Ayah," ujar Luna dengan air mata mengalir di pipinya. "Aku juga memiliki seseorang yang sangat aku cintai dan sudah menjadi tunanganku, Ayah." Kafka tersenyum pada Luna. Ia menggenggam tangan Luna dengan erat, seakan tak ingin berpisah dengan wanita yang sangat dicintainya. Rosita merasakan kebahagiaan Luna. Ia membelai rambut putrinya dengan lembut. "Ayah dan Ibu sangat bangga padamu, Lun," ujar Rosita. "Terima kasih Ibu." Luna dan Rosita berpelukan, mereka berdua saling menguatkan dengan Kafka berada di samping mereka.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

✅Sex with My Brothers 21+ (Indonesia)

read
927.0K
bc

I Love You Dad

read
283.0K
bc

Perfect Marriage Partner

read
810.2K
bc

Beautiful Madness (Indonesia)

read
221.9K
bc

Papah Mertua

read
530.4K
bc

Mendadak Jadi Istri CEO

read
1.6M
bc

Sexy game with the boss

read
1.1M

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook