6. jurang

1754 Words
"Jadi begitu ceritanya?" Farhan menundukkan kepalanya, dia malu dengan komandannya sendiri karena telah menuduh yang tidak-tidak. "Benar, farhan. Dan Fikri meninggal di tempat." Jawab Reynand. Reyna masih terdiam Sedari tadi, bersama dengan kedua anak nya yang tak mengeluarkan suara sedikitpun lagi. "Yaudah, maafin saya Ndan." Ucap Farhan, "Saya... s-saya tidak tahu kalau kenyataan sebenarnya seperti itu." Sambung Farhan. Reynand yang memang muka nya muka datar; tak berekspresi. Segera menganggukkan kepala. "Kamu masih ada tugas piket kan? Sana kembali ke tempat, dan lupakan masalah ini." Jawab Reynand yang membuat Farhan mengangguk, lalu berpamitan pada Reynand beserta anak dan istri nya. *** "Mamih, makan dulu yuk." Sekarang ini mereka sedang berada dalam satu mobil. Berhubung tadi Alvin tak membawa mobil ke kantor polisi. Jadilah, Alvin yang akan pulang membawa mobil yang tadi di bawa oleh Rean. Lagi pula, Reynand tak akan mengizinkan anak-anaknya menyetir malam hari, kecuali anak pertamanya yang bernama Raditya Arden Daniyal; pria tampan yang sedang bertugas di perbatasan. "Mau makan dimana, Sayang?" Tanya Reyna tampa melihat anak nya yang duduk di belakang bersama dengan saudara kembarnya. "Dimana aja, mih. Tapi Retha lagi lagi pengen makan mie ayam." Jawab Retha antusias. Reyna tersenyum kecil, lalu mengangguk. Tanpa di minta Reynand segera menyetir untuk sampai ke restoran siap saji. *** Mereka duduk di sebuah kursi yang berada si restoran, pelayan datang dan menawarkan menu yang ada di restoran tersebut. Retha dan Reynand memesan Mie ayam, sedangkan Reyna dan Arden memesan nasi goreng. Dalam hal makanan, Retha dan Reynand mempunyai kesamaan. "Pah, tau gak? Masa kakak naksir sama cewek." Ucap Retha sembari memakan cemilan yang berada di atas meja. "Ya bagus lah, masa naksir sama cowok. Kan gak mungkin dek," jawab Reynand di iringi dengan kekehan pelan. "Tapi kan pah. Kakak masih mal-" "Dek, kamu apa-apaan sih, bibir nya comel banget." Sargah Rean, yang tadi sibuk memainkan handphone sekarang mengantongi benda pipih itu dan segera menatap adik nya kesal. Adik nya duduk tepat di depannya, dekat dengan Reynand. "Hihi.. tapi pah, sayang banget cewek nya beda agama sama kita." Reyna yang awal nya hanya menikmati kehangatan keluarga kecil nya sekarang malah ikutan berbicara. "Kak?" Reyna menatap Rean, meminta penjelasan. "Gak ada yang harus Rean jelasin, Mih. Karena Retha cuman ngada-ngada," "Ihhhhhhhhhh kakak, siapa yang ngada-ngada. Awas aja nanti kalau kakak isen-" "Silahkan di nikmati makanannya." Ucap dua orang pelayan, yang langsung menatap beberapa makanan dan minuman di atas meja mereka. Tak lupa, Retha yang paling antusias dan mengucapkan kata terimakasih untuk pelayan tersebut. "Kak, kakak harus bicara." Ucap Reynand. Rean menghela nafas, lalu mengangguk. Apa nya yang harus di bicarakan? Semuanya sudah cukup jelas. Lagipula sejak keberadaan wanita tadi siang, membuat dirinya terus memikirkan wanita itu. Cantik, manis dan elegant. Satu kata itu sudah sangat menggambarkan bagaimana dirinya mengagumi wanita itu. ** "Papah berhenti!" Teriak Retha dari belakang. Reynand mengerem mobilnya secara mendadak, karena terkejut dengan teriakan anak bungsu nya. Begitu juga dengan Reynand dan Rean. Mereka bertiga segera melirik ke arah Retha. "Astagfirullah adek, lain kali gak usah teriak bisa kan?" Retha menggaruk kepala nya yang tak gatal sama sekali. "Pah, itu ada anak kecil, kasian banget ayo kita turun." Retha segera membuka pintu mobil dan turun, berlari agak cepat. "Astagfirullah, itu jurang sayang." Ucap Reynand begitu panik dan segera keluar berlari menyusul Retha yang lari nya cukup kencang. Rean juga melakukan hal yang sama dengan Reynand, Reyna menyusul di belakang. Wajah nya khawatir. "Astagfirullah, adek. Kamu kenapa sih, susah bedain antara makhluk halus sama manusia." Lirih Reyna, air mata nya tak terasa keluar, dia terus berlari menyusul anak dan suaminya di kegelapan malam. Bagaimana bisa Retha berlari sekencang itu. "Dek, kamu ngapain disana" Retha mengerutkan kening nya bingung, anak kecil itu memakai baju yang sangat lusuh sekali. Retha jadi kasihan dan ingin sekali menolongnya. "Dek, kamu tinggal dimana?" Tak ada jawaban dari anak itu, selain memasang wajah yang membuat siapapun akan iba. Anak itu melambai-lambai tangannya, membuat Retha semakin penasaran. "Yaudah dek, kakak kesana ya." Ucap Retha. Saat Retha akan melangkah dengan senyuman yang terbit di bibir nya. Tiba-tiba saja Retha memekik karena terkejut "Aahhhh." Pekik Retha. "Dek, istighfar. Kamu mau ngapain di depan jurang sayang?" Retha menoleh ke belakang, dan mendapati papah nya yang sedang memegang tangannya cukup erat. Dalam hitungan detik, Reynand memeluk Retha cukup erat. "Ayah kenapa sih? Kok gini? Apa maksudnya?" Tanya Retha. "Kakak, bawa mamih ke mobil. Jangan kesini." Teriak Reynand, saat melihat istri dan anak nya menuju ke arah nya. Rean tak bisa mengelak, apa yang di katakan oleh papah nya benar. Dia segera menggandeng tangan Reyna. "Mamih, ayo kita tunggu di mobil saja." Ucap Rean, Reyna akan menolak. Bagaimanapun juga dia khawatir pada Retha, tetapi tatapan mata Reynand sangat kentara jelas kalau dirinya dan Rean tak boleh menyusul nya. Masih memegang pergelangan tangan anak nya, Reynand segera membalikkan tubuh Retha. "Dek, kamu lihat di depan itu apa?" Seketika Retha segera membulatkan mata nya, dia begitu terkejut dengan apa yang di lihat nya barusan. "Ju-jurang?" Tanya Retha sedikit melirih. Reynand mengangguk-angguk kepala nya. "Dek, yang tadi kamu lihat itu bukan manusia, papah gak ngeliat." Retha segera menangis di tempat, hal bodoh apa lagi yang telah ia lakukan. Selalu seperti ini, dirinya tak bisa mengontrol diri. "Yuk balik ke mobil." Reynand segera membawa tangan anak nya dan membawanya ke dalam mobil. BERSAMBUNG. *** "Jadi begitu ceritanya?" Farhan menundukkan kepalanya, dia malu dengan komandannya sendiri karena telah menuduh yang tidak-tidak. "Benar, farhan. Dan Fikri meninggal di tempat." Jawab Reynand. Reyna masih terdiam Sedari tadi, bersama dengan kedua anak nya yang tak mengeluarkan suara sedikitpun lagi. "Yaudah, maafin saya Ndan." Ucap Farhan, "Saya... s-saya tidak tahu kalau kenyataan sebenarnya seperti itu." Sambung Farhan. Reynand yang memang muka nya muka datar; tak berekspresi. Segera menganggukkan kepala. "Kamu masih ada tugas piket kan? Sana kembali ke tempat, dan lupakan masalah ini." Jawab Reynand yang membuat Farhan mengangguk, lalu berpamitan pada Reynand beserta anak dan istri nya. *** "Mamih, makan dulu yuk." Sekarang ini mereka sedang berada dalam satu mobil. Berhubung tadi Alvin tak membawa mobil ke kantor polisi. Jadilah, Alvin yang akan pulang membawa mobil yang tadi di bawa oleh Rean. Lagi pula, Reynand tak akan mengizinkan anak-anaknya menyetir malam hari, kecuali anak pertamanya yang bernama Raditya Arden Daniyal; pria tampan yang sedang bertugas di perbatasan. "Mau makan dimana, Sayang?" Tanya Reyna tampa melihat anak nya yang duduk di belakang bersama dengan saudara kembarnya. "Dimana aja, mih. Tapi Retha lagi lagi pengen makan mie ayam." Jawab Retha antusias. Reyna tersenyum kecil, lalu mengangguk. Tanpa di minta Reynand segera menyetir untuk sampai ke restoran siap saji. *** Mereka duduk di sebuah kursi yang berada si restoran, pelayan datang dan menawarkan menu yang ada di restoran tersebut. Retha dan Reynand memesan Mie ayam, sedangkan Reyna dan Arden memesan nasi goreng. Dalam hal makanan, Retha dan Reynand mempunyai kesamaan. "Pah, tau gak? Masa kakak naksir sama cewek." Ucap Retha sembari memakan cemilan yang berada di atas meja. "Ya bagus lah, masa naksir sama cowok. Kan gak mungkin dek," jawab Reynand di iringi dengan kekehan pelan. "Tapi kan pah. Kakak masih mal-" "Dek, kamu apa-apaan sih, bibir nya comel banget." Sargah Rean, yang tadi sibuk memainkan handphone sekarang mengantongi benda pipih itu dan segera menatap adik nya kesal. Adik nya duduk tepat di depannya, dekat dengan Reynand. "Hihi.. tapi pah, sayang banget cewek nya beda agama sama kita." Reyna yang awal nya hanya menikmati kehangatan keluarga kecil nya sekarang malah ikutan berbicara. "Kak?" Reyna menatap Rean, meminta penjelasan. "Gak ada yang harus Rean jelasin, Mih. Karena Retha cuman ngada-ngada," "Ihhhhhhhhhh kakak, siapa yang ngada-ngada. Awas aja nanti kalau kakak isen-" "Silahkan di nikmati makanannya." Ucap dua orang pelayan, yang langsung menatap beberapa makanan dan minuman di atas meja mereka. Tak lupa, Retha yang paling antusias dan mengucapkan kata terimakasih untuk pelayan tersebut. "Kak, kakak harus bicara." Ucap Reynand. Rean menghela nafas, lalu mengangguk. Apa nya yang harus di bicarakan? Semuanya sudah cukup jelas. Lagipula sejak keberadaan wanita tadi siang, membuat dirinya terus memikirkan wanita itu. Cantik, manis dan elegant. Satu kata itu sudah sangat menggambarkan bagaimana dirinya mengagumi wanita itu. ** "Papah berhenti!" Teriak Retha dari belakang. Reynand mengerem mobilnya secara mendadak, karena terkejut dengan teriakan anak bungsu nya. Begitu juga dengan Reynand dan Rean. Mereka bertiga segera melirik ke arah Retha. "Astagfirullah adek, lain kali gak usah teriak bisa kan?" Retha menggaruk kepala nya yang tak gatal sama sekali. "Pah, itu ada anak kecil, kasian banget ayo kita turun." Retha segera membuka pintu mobil dan turun, berlari agak cepat. "Astagfirullah, itu jurang sayang." Ucap Reynand begitu panik dan segera keluar berlari menyusul Retha yang lari nya cukup kencang. Rean juga melakukan hal yang sama dengan Reynand, Reyna menyusul di belakang. Wajah nya khawatir. "Astagfirullah, adek. Kamu kenapa sih, susah bedain antara makhluk halus sama manusia." Lirih Reyna, air mata nya tak terasa keluar, dia terus berlari menyusul anak dan suaminya di kegelapan malam. Bagaimana bisa Retha berlari sekencang itu. "Dek, kamu ngapain disana" Retha mengerutkan kening nya bingung, anak kecil itu memakai baju yang sangat lusuh sekali. Retha jadi kasihan dan ingin sekali menolongnya. "Dek, kamu tinggal dimana?" Tak ada jawaban dari anak itu, selain memasang wajah yang membuat siapapun akan iba. Anak itu melambai-lambai tangannya, membuat Retha semakin penasaran. "Yaudah dek, kakak kesana ya." Ucap Retha. Saat Retha akan melangkah dengan senyuman yang terbit di bibir nya. Tiba-tiba saja Retha memekik karena terkejut "Aahhhh." Pekik Retha. "Dek, istighfar. Kamu mau ngapain di depan jurang sayang?" Retha menoleh ke belakang, dan mendapati papah nya yang sedang memegang tangannya cukup erat. Dalam hitungan detik, Reynand memeluk Retha cukup erat. "Ayah kenapa sih? Kok gini? Apa maksudnya?" Tanya Retha. "Kakak, bawa mamih ke mobil. Jangan kesini." Teriak Reynand, saat melihat istri dan anak nya menuju ke arah nya. Rean tak bisa mengelak, apa yang di katakan oleh papah nya benar. Dia segera menggandeng tangan Reyna. "Mamih, ayo kita tunggu di mobil saja." Ucap Rean, Reyna akan menolak. Bagaimanapun juga dia khawatir pada Retha, tetapi tatapan mata Reynand sangat kentara jelas kalau dirinya dan Rean tak boleh menyusul nya. Masih memegang pergelangan tangan anak nya, Reynand segera membalikkan tubuh Retha. "Dek, kamu lihat di depan itu apa?" Seketika Retha segera membulatkan mata nya, dia begitu terkejut dengan apa yang di lihat nya barusan. "Ju-jurang?" Tanya Retha sedikit melirih. Reynand mengangguk-angguk kepala nya. "Dek, yang tadi kamu lihat itu bukan manusia, papah gak ngeliat." Retha segera menangis di tempat, hal bodoh apa lagi yang telah ia lakukan. Selalu seperti ini, dirinya tak bisa mengontrol diri. "Yuk balik ke mobil." Reynand segera membawa tangan anak nya dan membawanya ke dalam mobil.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD