Re-Tired (Part 3)

3168 Words
Ku tatap gadis ini, dia masih tetap menundukkan kepalanya. Jadi, ia pikir aku makan malam hanya dengan Hellina?. "Jadi kamu gak mau makan malam sama aku dan Hellina?" tanyaku menatapnya datar. Nabila mengangkat wajahnya dan mengerutkan keningnya. "Siap-siap, habis Maghrib kita berangkat" ucapku berlalu. ••••• Setelah selesai mandi dan melakukan ibadah sholat, ku lihat Nabila sibuk menata rambut Hellina. Tak sadar aku tersenyum melihat mereka yang sangat akrab sekali. Sesekali Nabila mentoel hidung mancung Hellina, dan Hellina hanya bisa menolehkan wajahnya ke kanan dan ke kiri sambil tertawa. Akupun segera menghampiri mereka. "Papa" panggil Hellina. "Hey, kenapa sayang?" tanyaku mensejajarkan tinggiku dengannya. "Ita mau akan ya? (Kita mau makan ya?)" tanya Hellina. "Iya, kita makan di kfc ya sayang, makan ayam goreng" ucapku mencubit kedua pipinya pelan. "Akannya ama Mama ya Papa?" tanya Hellina. "Mmm.." Nabila membuka suara. "Ah, iya, kita makan sama Mama sayang" ucapku menatap wajah Nabila. Nabila sedikit berekspresi kaget ketika aku menyebut kata Mama. Padahal memang kami tidak akan makan bersama Lisa, mungkin dia bingung maksud Mama yang ku sebut. Kalau dilihat seperti ini wajahnya semakin cantik, dan akan selalu cantik. Maksud Mama disini adalah Mama tiri. Tapi aku tidak ingin memperkenalkan Hellina pada sosok Ibu tiri, apalagi Ibu tirinya adalah Tantenya sendiri, tidak. Itu tidak akan terjadi. "Tapi makan sama Mamanya nanti sayang, kita makan sama Tante dulu" ucapku. "Adi ita gak adi akan ama Mamana, Pa? (Jadi kita gak jadi makan sama Mamanya, Pa?)" tanya Hellina lagi. Aku menggeleng, ku lihat Hellina memanyunkan bibirnya. "Oke, yuk sekarang kita makan nanti Papa belikan es krim pelangi!" ucapku. "Yeyyy" ucap Hellina senang. Segera ku gandeng tubuh Hellina dan berjalan lebih dahulu keluar dari rumah. Ku masukkan Hellina di kursi belakang kemudi. Ku lihat Nabila berdiri di belakangku. "Kenapa?" tanyaku heran. "Mm.. Apa sebaiknya kita makan dirumah aja?" tanyanya pelan. Aku mengernyitkan dahi, kenapa gadis ini?. "Aku takut teman-temanku atau teman-teman kamu melihat kita, dan aku lebih takut lagi kalau ketika Mbak Lisa sadar, mereka memberitahukan kita ke Mbak Lisa, kalau kita pernah jalan bersama" ucap Nabila. "Gak usah takut" ucapku. Nabila mengangkat wajah, matanya sendu. Mata ini, sungguh aku tidak tega jika terus berpura-pura menyakiti hatinya. "Ayo masuk" ucapku. Nabila mengangguk dan berjalan menuju pintu mobil tepat disebelah Hellina duduk. "Kenapa duduk disitu?" tanyaku. Nabila menatapku heran. "Duduk disamping aku aja" ucapku. Nabila menggeleng, "Aku duduk dibelakang saja". "Oh, oke" ucapku. Aku dan Nabila pun segera masuk ke dalam mobil, ku starter mobil dan mulai menjalankan mobilku. Disepanjang perjalanan Hellina dan Nabila bercanda, dan tertawa, aku ikut tersenyum. Menempuh perjalanan sekitar 20 menit, kamipun tiba disebuah restoran cepat saji. Nabila segera menggendong tubuh Hellina dan keluar dari mobil, aku pun ikut turun dan mengunci mobilku dengan remote setting keamanan yang tergantung dikunci mobilku. Segera aku mengikut langkah Nabila dan Hellina yang lebih dahulu beberapa langkah dariku. ~ "Kamu pesan apa?" tanyaku ketika kami sudah duduk dimeja paling sudut yang tidak terlalu ramai. Nabila menatapku sebentar "Terserah kamu saja". Akupun mengangguk lalu melambaikan tanganku pada pelayan yang menghampiri kami. "Saya pesan 2 nasi goreng spesial, kamu mau apa sayang?" tanyaku pada Hellina yang sibuk membolak-balikkan buku menu yang menarik perhatiannya sejak tadi. "Bur ma esklim pangi Papa! (Bubur sama es krim pelangi Papa!)" ucap Hellina bersemangat. "Oke, 2 nasi goreng spesial, 2 jasmine iced tea, 1 bubur ayam porsi kecil, dan 1 mangkuk es krim pelangi" ucapku. Pelayan itu mengangguk, "Pesanan akan datang kurang lebih 10 menit dari sekarang ya Bapak, Ibu". "Oke" ucap Nabila tersenyum pada pelayan itu, pelayan itu juga ikut tersenyum. "Oke saya permisi dulu Bapak, Ibu" ucapnya berlalu dari meja tempat kami duduk. Aku mulai mengajak Hellina bercanda, sesekali Nabila ikut tersenyum dan ikut menoel-noel pipi Hellina. Tak menunggu lama, pesanan kami pun datang segera Nabila menyuapi Hellina dengan telaten, aku ikut menikmati makanan sambil menatapnya yang sibuk dengan bubur Hellina. "Kenapa kamu gak makan?" tanyaku membuka suara ketika ia mengambil tissue yang ada dihadapanku, posisinya ia mendekat kearahku. Ia menatapku datar, namun segera tersenyum, "Hellina kan belum selesai makan" ucapnya. Ia kembali fokus dengan Hellina, ketika Hellina sudah selesai dengan makanannya, Ia mulai memaksa Nabila untuk menyuap sendiri es krimnya. "Sama Tante ya, nanti baju kamu kotor sayang" ucap Nabila. "Ga au Ante Abil, Ina au sendili (Gak mau Tante Nabila, Ina mau sendiri)" ucap Hellina. "Oke, kalau gitu Tante makan ya" ucap Nabila, dibalas dengan anggukan kepala oleh Hellina. "Iya kamu makan dulu, biar Hellina sama aku" ucapku. Nabila menatap sebentar ke arahku, lalu mengangguk dan mulai menyantap makanannya. Setelah Nabila selesai makan makanannya, begitu juga Hellina dengan es krimnya, kami pun beranjak dari sana. "Kamu sama Hellina duluan aja, aku ke kasir dulu" ucapku. "Mm.. Oke" ucap Nabila tersenyum tipis, "Hellina ayo kita ke mobil duluan, Papanya mau ke kasir dulu". "Ayo Ante" ucap Hellina yang segera digendong oleh Nabila. Akupun segera menuju kasir dan membayar makanan yang kami pesan tadi. Setelah selesai, aku bergegas menuju mobil. Ku lihat Nabila dan Hellina sudah duduk dibelakang, dengan posisi Nabila memangku kepala Hellina yang merebahkan dirinya dikursi. "Papa" panggil Hellina. "Iya sayang" ucapku menstarter mobil dan mulai menjalankan motorku. "Papa, Mama napa lum pul lang pul lang ke umah, Mama acih lama di umah akitnya ya? (Papa, Mama kenapa belum pulang-pulang ke rumah, Mama masih lama di rumah sakitnya ya?)" tanya Hellina. Ku lirik Hellina melalu kaca depan mobil yang ada ditengah-tengah mobil dihadapanku. Wajahnya terlihat murung. "Iya sayang, masih lama, makanya Lina bantu do'ain Mama biar Mama cepet bangun terus pulang sama-sama kita" ucapku kembali fokus ke jalanan. "Oh, adi Ina arus do'a iyar Mama angun ya? (Oh, jadi Lina harus do'a biar Mama bangun ya?" tanya Hellina. "Iya sayang, kalau gak do'a Mama gak bangun-bangun" ucapku tersenyum, melirik Hellina lagi melalu spion. "Pa, lau nanti Mama angun, Ante Abil tap di umah kita kan Pa? Iyar Ina gak kecepian.. (Pa, kalau nanti Mama bangun, Tante Nabila tetap di rumah kita kan Pa? Biar Lina gak kesepian)". Aku terdiam dan menjalankan mobil dengan kecepatan pelan, ku lirik Nabila melalu kaca lagi, ku lihat ia membuang muka keluar jendela, sesekali ia menyeka wajahnya. Dia menangis?. "Papaa" panggil Hellina merengek, aku kembali fokus ke jalanan. "Iya sayang, kenapa?" tanyaku. "Papa enger kan, Ina tanya Papa tadi! (Papa denger kan, Lina tanya Papa tadi!)". "Iya sayang, Papa denger. Tante Nabilanya gak akan pergi kok" ucapku. "Yeyy, enelan Ante?" tanya Hellina pada Nabila. "I, i, iya sayang hiks.." ucap Nabila, ia terisak, dan aku bisa mendengarnya walau tidak terlalu nyaring. Dugaanku benar, Nabila menangis. Entah kenapa, aku kembali merasa bersalah padanya. Perkataanku memang egois, bagaimana bisa aku membiarkan ia dirumah ketika Lisa sadar, sementara aku dan dia otomatis sudah bercerai saat itu, ia harus pergi dari rumah karena memang itu perjanjian yang ku pinta. Tapi aku malah mengatakan sebaliknya, seolah-olah aku meminta ia dirumah sekedar untuk menemani kesepian Hellina, ia berkorban lagi untuk itu. ~ Mobilku segera ku parkirkan ke depan halaman rumah, ku matikan mobilnya, dan membalikkan tubuhku. Sejak tadi, setelah meng-iyakan permintaan Hellina yang meminta Nabila tetap dirumah ketika nanti Mamanya kembali ke rumah, aku tak mendengar bunyi suara bercanda dari belakang. Hellina sudah tertidur, sementara Nabila... Terlihat ia menyandarkan kepalanya ke arah jendela, pandangannya kosong. Apa ia belum sadar kalau kita sudah tiba dirumah?. "Nab, Nabila" panggilku pelan. Ia masih bergeming, dari kilatan lampu halaman, ku lihat ada setetes bening air mata yang mengalir ke pipi kanannya. "Nabila, Nab" panggilku. Ia tersentak kaget dan menyeka sudut pipinya, "Oh, sudah sampai? Biar aku yang bawa Hellina". "Oke" ucapku. Ia segera menggendong tubuh Hellina pelan dan turun dari mobil, aku mengikutinya dari belakang ketika mobilku sudah dipastikan terkunci aman dengan control remote safety alarm tergantung bersama kunci mobil ditanganku. Aku mengikuti langkah Nabila menuju kamar Hellina, ku lihat ia dengan telaten melepas sandal, dan mengenakan selimut untuk Hellina, persis seperti Lisa. Aku menyaksikan ia mengecup kening Hellinaku lembut. "Good night kesayangan Mama" ucapnya pelan, namun aku bisa mendengar itu. Ia menyebut dirinya Mama untuk Hellina? Entah kenapa ucapannya itu membuatku tidak suka. Hellina bukan anak kandungnya, kenapa ia seenaknya menyebut dirinya Mama untuk Hellina?. Nabila berbalik dan dia sedikit terkejut melihatku ada di sana. Sesaat ia tersenyum lalu keluar dari kamar Hellina dan menutup pintunya. "Terimakasih untuk makan ma.." ucapannya segera ku potong. "Berhenti menyebut kamu Mama untuk Hellina" ucapku mengeraskan rahangku. Ia menunduk. "Berapa kali sudah kamu sebut dirimu Mama meski Hellina tidak tahu?" tanyaku. Ia tidak menjawab, malah saling menautkan kedua tangannya. "Sudah ku bilang, bersikap layaknya Tante, bersikaplah seperti bukan Ibu untuk Hellina karena memang sejatinya kamu adalah Tante-nya!" ucapku meninggikan nada bicaraku. "Maaf" gumamnya tubuhnya bergetar. "Aku gak suka kalau Lisa sadar nanti Hellina malah bergantung kepada kamu, bukan Lisa" ucapku. Ia mengangkat wajahnya, air matanya keluar begitu deras, walau bagaimanapun memang Hellina bukan anaknya, Hellina anakku dan Lisa. Aku tidak suka ia bersikap lemah lembut pada Hellina, dan merubah posisi Lisa yang notabene adalah Ibu dari Hellina. ~ Nabila POV Bagaimana bisa ia melarangku untuk menyebut diriku sendiri Mama untuk Hellina? Lagi pula aku mengucapkannya tidak saat Hellina bangun dari tidur, ataupun juga dihadapan dia sendiri ketika kami bersama-sama. Apa maunya, dan apalagi yang harus ku lakukan? Sebegitu bencinyakah dia mendengar aku mengucap kata 'Mama' tadi?. "Kasih tau aku, gimana cara aku berhadapan sama kalian berdua.." ucapku menyeka air mata. Sial, air mata ini, kenapa terus-terusan berlomba untuk keluar? Aku terlihat lemah sekarang. Andrew terdiam, ku alihkan pandanganku darinya, karena dia tinggi dan aku lelah jika harus mengangkat wajahku. "Kasih tahu aku, apa yang aku lakukan tadi salah, dan jelaskan dimana letak kesalahannya". "Aku istrimu, istri sah kamu dihadapan Allah.." ucapku pelan. "Kamu hanya istriku untuk sementara, bukan istri sahku untuk selamanya, kamu bukan Lisa" ucapnya. "Meskipun aku istri sementara kamu, apa salah jika aku menyebut aku Mama untuk Hellina?". Kembali aku menyeka kasar air mataku, ia menatapku dingin, tanpa ekspresi, dan aku benci sikapnya yang seperti ini, ia angkuh dan menganggap pernikahan ini semua karena permintaanku. "Lagi pula aku tidak pernah meminta Hellina memanggilku Mama, aku mengucapkan kata Mama bukan ketika berhadapan dengannya, ataupun dihadapan kamu sekalipun. Hanya aku yang mengucapkan, dan yang mendengar juga aku dan Allah, bukan Hellina, dan bukan kamu". "Maaf jika aku membuat kamu marah. Aku berjanji, aku tidak akan menyebut diriku Mama lagi untuk Hellina dimanapun saat Hellina tidur juga, karena memang ucapan kamu benar, aku bukan Ibunya, aku tau itu" ucapnya tersenyum, menyeka air matanya, lagi. "Bisakah aku mengajukan permintaanku yang kelima?". "Jika aku sudah lelah, bolehkah aku pergi lebih cepat? Walaupun Mbak Lisa belum pulih sekalipun?". Ku tatap datar ke arahnya, karena percuma jika aku tunjukan tatapan luka ataupun kecewa padanya, dia takkan pernah peduli akan hal itu. "Permintaanku tidak ada yang membebani pikiranmu, tidak seperti permintaanmu, aku harus berpikir dan melangkah hati-hati, karena jika aku salah sedikit saja, semua kesalahan itu ada pada diriku" ucapku menyeka lagi air mataku yang keluar terus menerus. "Aku bisa menyanggupi permintaanmu, semuanya. Jadi.. permintaanku, aku harap kamu sanggupi juga, jangan beranggapan aku egois dan mementingkan keinginanku. Aku sudah pikirkan ini matang-matang". "Sekali lagi, terimakasih untuk makan malamnya. Terimakasih banyak karena setidaknya kamu tidak membiarkan aku makan sendirian dirumah". "Maaf jika aku banyak bicara, beristirahatlah, selamat malam" ucapku berlalu dari hadapannya dengan langkah cepat. Aku tidak ingin terus menikmati pemandangan aku yang menangis. Aku tidak ingin dia tertawa dibelakangku hanya karena aku menangis dan terlalu dramatis. ~ Langkahku terhenti didepan kamar, ku balikan tubuhku, mataku terhenti pada satu objek. Sebuah pigura besar dimana terdapat Mas Andrew, Mbak Lisa, dan Hellina ditengah-tengah mereka. Entah kenapa, air mataku kembali menetes. Mereka semua bahagia, lalu.. untuk apa aku ada disini?. Segera ku seka air mataku dan masuk ke dalam kamarku. ~ Andrew POV Aku sudah mendengar semuanya, semua keluhannya, semua yang dipendamnya selama ini. Dia keluarkan semua unek-uneknya. Dan, sekarang aku kembali merasa bersalah padanya. Entah kenapa, aku kembali membuat hatinya semakin terluka. "Bisakah aku mengajukan permintaanku yang kelima?". "Jika aku sudah lelah, bolehkah aku pergi lebih cepat? Walaupun Mbak Lisa belum pulih sekalipun?". Tidak, tidak mungkin. Kenapa bisa dia mengajukan permintaan terakhir yang aku belum tentu bisa wujudkan untuknya? Permintaannya bisa aku sanggupi, tapi bagaimana dengan Hellina? Hellina menyayanginya, dan berharap Nabila tetap tinggal dirumah meski nanti suatu saat Lisa sadar dan berkumpul lagi bersama kami. Sungguh, permintaannya tadi membuat hatiku, sedikit sakit, aku mencintainya dan sekarang aku terus melukai hatinya. Apakah ia sanggup tetap bertahan dengan pernikahan ini?. Aku akui aku tidak menjanjikan apapun pada pernikahan ini, aku juga tidak bisa mempersembahkan apapun untuknya, tapi aku harap dengan berbaikan dengan Nabila setidaknya tidak menambah rasa bersalahku padanya makin bertambah ketika berpisah nanti. Itulah yang sekarang ingin aku lakukan untuknya. Dedikasi sederhana untuk seorang Nabila. Tapi hari ini, kembali aku melakukan kesalahan yang semakin menambah jurang dalam hubungan keluarga kami. Aku melukainya, lagi dan lagi. ~ Sinar mentari yang mengganggu tidur nyenyakku, mau tak mau aku terbangun. Mataku membelalak ketika melihat jam yang sudah menunjukkan pukul 07.30 pagi. Satu jam lagi aku harus tiba di kantor, mau tak mau aku segera berlari menuju kamar mandi dan membersihkan tubuhku, 10 menit bukan waktu yang cepat bagikuu ntuk selesai mandi, setelah mengenakan setelan kantor aku segera keluar dari kamar. Di ruang tamu, ku lihat Hellina sibuk memainkan boneka barbienya. Aku menengok ke kanan dan ke kiri, mencari keberadaan Nabila. Dimana dia?. "Hey sayang" ucapku mencium puncak kepala Hellina, rambutnya terlihat masih basah, pasti dia sudah mandi, dimandikan Nabila lebih tepatnya. "Hallo Papa" ucapnya tersenyum. "Kamu sudah makan sayang?" tanyaku. "Elum Papa, Ante Abil bil-ang lau Antena agi asyak (Belum Papa, Tante Nabila bilang kalau Tantenya lagi masak)". "Kalau gitu ayo kita ke dapur" ucapku segera menggendong tubuh Hellinaku yang mungil. Terlihat olehku Nabila sedang sibuk mengaduk-aduk di penggorengan dengan spatulanya, bau harum makanan menyeruak didalam sini, perutku keroncongan hanya karena mencium bau masakannya. "Ante Abil" panggil Hellina. "Hmm, iya sayang" ucap Nabila masih sibuk dengan masakannya, "Sebentar lagi ya sayang, Tante bikin nasi goreng, telor ceploknya ada 2 nanti Tante gambarin manusia deh piringnya". "Yeyyy" ucap Hellina senang. "Mm.. Hellina mau gak bantu Tante?" tanya Nabila masih fokus ke penggorengan. "Apa Ante?" tanya Hellina. "Bangunin Papanya Hellina, nanti Tante antar ke kamarnya Papa, terus Hellina yang bangunin, mau kan? Papa kerja hari ini sayang kasian kan kalau Papanya telat" ucap Nabila. Bahkan saat seperti ini dia masih memperhatikan aku.. "Yayaya" ucap Hellina sibuk dengan mainannya yang ia bawa dari ruang tamu tadi. "Oke, nanti sebagai hadiahnya kita makan siang dikantor Papa kamu, terus kita beli es krim pelangi lagi, mau kan Hellina bantuin Tante?" Nabila antusias dengan masakannya dan kembali sibuk menuang nasi goreng ke atas piring. Ketika Nabila berbalik, ia melihatku, aku yakin ia terkejut, hingga nasi gorengnya terjatuh, piringnya pecah dan berserakan dilantai. "Ante elan-elan (Tante pelan-pelan)" nasihat Hellina yang segera menghampiri Nabila. "Hey jangan sayang, ini kaca, nanti kamu luka oke, biar Tante aja" ucapnya segera mengambil pecahan kaca. Aku segera menghampiri mereka dan ikut berlutut membantu Nabila membersihkan pecahan kaca. "Mas, gak usah aku bisa kok, kamu sama Hellina tunggu aja dimeja makan" ucapnya menahan tanganku. "Gapapa, biar aku bantu" ucapku. "Gak usah Mas" ucapnya lagi. Aku tetap memaksa untuk menolongnya, Nabila yang tidak ingin merepotkan menolak, alhasil tangannya terkena pecahan kaca. "Astaga.." ucapnya meringis, "Sudah ku bilang biar aku saja" kali ini ia menatapku kesal. Ia segera meraih pecahan kaca yang lain, mengambil sapu dan serok, lalu membersihkannya hingga bersih. Setelah selesai, ia kembali mengambil piring dan menata 2 nasi goreng, satu piring berbentuk lucu dengan dua mata telur ceplok dengan porsi kecil yang ku yakini adalah milik Hellina, dan satu piring dengan tampilan biasa yang sepertinya untukku. Aku mengikuti langkahnya dengan Hellina digendonganku, Nabila meringis, darahnya mulai menetes. Segera ku dudukan ia dikursi dan ia sibuk memandangi nasi goreng lucunya tanpa suara. "Ayo ikut aku" ucapku segera menarik tangannya dengan langkah sedikit cepat. "Mau kemana Mas? Gak usah aku gak apa-apa" ucapnya pelan. Gak apa-apa bagaimana? Tangannya terluka dan itu juga karena ulahku. Halo Nabila, terbuat dari apa hatimu itu? Tadi malam aku sudah melukai hatimu, dan pagi ini aku melukai tanganmu, kamu masih bisa menampakkan topengmu seolah kamu baik-baik saja?. Segera ku ambil kotak P3K yang ada diatas lemari disudut ruang tamu, dengan tangan kanan yang masih menggandeng tangan mungilnya ku bawa ia duduk disofa ruang tamu. "Duduk" ucapku. "Aku gak apa-apa, biar aku aja yang bersihin lukanya, kamu makan aja" ucapnya melepas pegangan tangannya dari tanganku. "Duduk" ucapku lagi. "Nanti kamu telat ke kantornya, biar aku aja Mas" ucapnya hendak mengambil kotak itu, namun ku jauhkan dari jangkauannya. Segera ku dorong pelan tubuhnya hingga terduduk disofa, aku berjongkok dihadapannya, dan mulai membersihkan lukanya dengan hati-hati, darahnya agak banyak, aku saja tidak yakin kalau dia baik-baik saja sekarang. "Terimakasih" ucapnya ketika aku sudah memasangkan hansaplast ke tangannya. Aku menganggukkan kepalaku. "Terimakasih sekali lagi" ucapnya tersenyum sangat tulus. "No problem" ucapku. Nabila segera berdiri begitu juga denganku. Ketika ia mulai berjalan mendahuluiku, aku ingin mengatakan apa yang sudah aku rencanakan tadi malam, aku ingin berdamai, seperti yang ku ucapkan tadi malam. "Nabila, ayo kita berdamai, melupakan masalah yang telah lalu, dan memperbaiki hubungan kita yang sempat buruk. Mari kita mulai hubungan kita sebagai Kakak dan Adik ipar, yang sekarang ditugaskan merawat Hellina hingga Ibunya pulih". ~ Ku lihat napasnya turun naik, tidak berniat berbalik menatapku, untuk sekedar tersenyum seperti biasanya ataupun mengeluarkan sepatah kata sedikitpun. "Oke" ucapnya membalikkan badan menatapku. "Mari bekerja sama" ucapku dengan tangan sedikit bergetar ku ulurkan tangan, dan segera disambutnya. "Papa! Ante Abil! Ayo akan! (Papa! Tante Nabila! Ayo makan!)" panggil Hellina dari dapur. "Sebaiknya kita ke dapur sekarang, Hellina sendirian" ucapnya. Aku mengangguk dan kami pun berjalan berdampingan menuju ruang dapur. ~ ~ Nabila POV Melihatnya yang telaten mengobati luka ditanganku, membuat aku tersenyum. Sebenarnya, luka ini tidak terasa sama sekali karena diingatanku masih terngiang-ngiang ucapannya tadi malam. Lagi-lagi aku memaafkan dan mencoba melupakan semua ucapan dan tingkahnya yang membuatku kecewa dan lelah menjalani pernikahan ini. Tapi selalu ada momen yang membuatku melupakan perih di hatiku. Contohnya sekarang ini, ia mengobati lukaku. "Terimakasih" ucapku ketika dia sudah memasangkan hansaplast ke tanganku. Ia menganggukkan kepalanya. Dia masih irit bicara denganku. "Terimakasih sekali lagi" ucapku tersenyum sangat tulus, ya tulus hanya untuknya. "No problem" ucapnya singkat. Aku segera berdiri, dan Mas Andrew juga ikut berdiri. Ketika aku mulai berjalan, ucapannya membuat aku berhenti melangkahkan kaki. "Nabila, ayo kita berdamai, melupakan masalah yang telah lalu, dan memperbaiki hubungan kita yang sempat buruk. Mari kita mulai hubungan kita sebagai Kakak dan Adik ipar, yang sekarang ditugaskan merawat Hellina hingga Ibunya pulih". Hubungan Kakak dan Adik Ipar.. Ditugaskan untuk merawat Hellina hingga Mbak Lisa pulih.. Aku tersenyum miris, ku pejamkan kedua mataku, dan menarik napas dalam-dalam. Oke Nabila, hanya sebentar lagi, sebentar lagi tugasmu selesai, lupakan semuanya, karena setelahnya hidupmu akan kembali berjalan. Tugasmu sekarang hanya merawat Hellina dan melupakan semua tentang dia, dia takkan pernah bisa kamu miliki, dia sudah punya satu hati, dan menetapkan nama Lisa dalam hatinya, bukan namamu. Jadi, lupakan semuanya. "Oke" ucapku membalikkan badan. "Mari bekerja sama" ucapnya mengulurkan tangan. Ku sambut ulurannya. "Papa! Ante Abil! Ayo akan!" panggil Hellina dari dapur. Segera kami melepas jabatan tangan ini. "Sebaiknya kita ke dapur sekarang, Hellina sendirian" ucapku. Ia mengangguk dan kami pun berjalan berdampingan menuju ruang dapur. ~ Acara sarapan sudah selesai, aku dan Hellina mengantar Mas Andrew hingga didepan pintu utama rumah. "Aku berangkat dulu, kalau ada apa-apa telpon aku" ucap Mas Andrew. Aku mengangguk, Mas Andrew beralih menatap Hellina yang ada di gendonganku, dan mencium puncak kepalanya. "Papa pergi dulu sayang". "Ati-ati Papa.. (Hati-hati Papa..)" ucap Hellina. "Oke sayang". Ketika Mas Andrew ingin berbalik, tangan kananku yang bebas dari aktivitas menggendong tubuh Hellina menahan lengannya. "Kenapa Nabila?" tanyanya heran. "Nanti siang, boleh aku dan Hellina ke kantor?" tanyaku menatapnya. "Kalau gak merepotkan, gak apa-apa" ucapnya tersenyum, senyuman yang sekarang lebih tulus, aku menikmati senyuman ini. "Gak sama sekali, sekalian aku mau jenguk Mbak" ucapku, raut wajahnya berubah sendu. "Oke, hati-hati nanti dijalan" ucapnya. Akupun melepas pegangan tanganku, dan membiarkan tubuhnya berjalan menuju mobil dan meninggalkan halaman rumah ini. Setelah kepergian Mas Andrew ke kantor, segera ku bawa Hellina masuk ke dalam rumah. Meletakkannya di karpet didepan tv ruang tamu. Dan aku kembali melakukan aktivitasku membersihkan rumah. Selesai membereskan rumah, aku kembali sibuk di dapur, menyiapkan makanan untuk makan siang, rencananya aku memang ingin mengajak Hellina ke kantor makan bersama dengan Mas Andrew, lalu pulang dan mampir ke rumah sakit menemui Mbak Lisa. Setelah makanan siap ku letakan di box makan, aku memandikan Hellina, begitu juga denganku, dan bersiap menuju kantor Mas Andrew. ~ Aku dan Hellina tiba dikantor Mas Andrew, disambut hangat oleh pegawai kantornya yang ramah karena gemas melihat Hellina yang lucu. "Permisi Mbak, Mas Andrewnya ada?" tanyaku pada receptionist kantor yang tersenyum ramah menyambut kedatanganku dan Hellina. "Pak Andrew sedang meeting, tapi sebentar lagi selesai, apa sudah membuat janji dengan Pak Andrew?" tanyanya ramah. "Kami sudah membuat janji dirumah tadi pagi" ucapku. "Mohon maaf, kalau boleh saya tau, Mbak siapanya Pak Andrew?" tanyanya lagi. "Saya is.. Ipar! Saya ipar dari Mas Andrew" ucapku gagap, hampir saja aku keceplosan. "Ipar Pak Andrew? Oke, sebentar saya coba tanya sekretaris Pak Andrew dulu ya Mbak, menanyakan apa meetingnya sudah selesai atau belum" ucapnya. "Oke, silahkan Mbak" ucapku. Receptionist itu kemudian menelpon sekretaris dari Mas Andrew, setelah menunggu satu menitan, wanita itu mengakhiri pembicaraan. "Pak Andrew sudah selesai meeting, ruangannya ada dilantai 5, lorong sebelah kanan, ada tulisan Mr.Andrew didepan pintunya" ucapnya. "Terimakasih Mbak" ucapku. "Sama-sama Mbak" ucapnya lagi. Akupun berjalan menuju lift dengan Hellina digendonganku, dan lengan satunya membawa box nasi yang sudah ku siapkan. ~ Aku sudah berdiri di depan pintu bertuliskan "Mr.Andrew" ku ketuk pintu itu sebentar menunggu sebuah suara dari dalam yang menyuruhku untuk masuk. "Masuk" ucapnya. Aku pun membuka perlahan pintu tersebut. "Papa" teriak Hellina gembira. "Hey sayang, selamat siang" ucapnya tersenyum lembut. Ku letakkan Hellina di kursi dihadapan Mas Andrew, sambil menahan napas karena terpana melihat dia sekarang ini. Hanya mengenakan hem bahan licin berwarna biru muda lengan panjang yang di gulung hingga siku lengan, sementara jas hitam-nya tersampir di belakangnya. "Bawa apa?" tanya Mas Andrew tersenyum ke arahku, membuyarkan lamunanku. "Eh? Nasi, ada bakwan jagung, ayam kremes, sama sambel" ucapku gugup. "Duduk, kenapa berdiri disitu Nabila" ucapnya tersenyum hangat. Bagaimana bisa aku duduk dihadapannya yang sedang dalam mode tampan kuadrat seperti ini? Aku deg-degan sekali sekarang, apa aku mampu makan berhadapan selama satu jam kurang? Aku rasa tidak sama sekali, pesonanya semakin membuatku jatuh cinta. Apakah aku berdosa lagi memuji makluk sempurna ini?. Akupun segera duduk disamping Hellina yang sibuk memperhatikan bingkai foto berisi dirinya, Mbak Lisa, dan Mas Andrew diatas meja. "Lihatin apa sayang?" tanyaku pelan. "Ina, Mama, Papa" ucapnya menunjuk foto tersebut. Aku menggigit bibir bawahku pelan, ada ngilu di hatiku mendengar Hellina yang mengucap jeluarga lengkapnya disaat seperti ini, apalagi ketika aku melihat lagi ke sekeliling yang fotonya terpampang foto keluarga harmonis ini. Tersenyum miris adalah salah satu cara untuk menutupi semua kesedihan dan kelelahan. Seseorang mengetuk pintu dan langsung masuk ke dalam ruangan, ku rasa dia adalah seorang OB yang datang membawa nampan dengan 3 gelas cangkir berisi air putih serta 3 sendok diatasnya. "Terimakasih" ucapku dan Mas Andrew bersamaan. "Sama-sama Pak, Ibu, saya permisi" ucapnya mengangguk sopan lalu leluar dengan nampan yang sudah kosong. "Aku buka ya" ucapku tersenyum membuka box itu dan memberikan satu box berisi nasi pada Mas Andrew, dan satu box kecil berisi bubur untuk Hellina, dan satu box untukku, kemudian aku letakkan satu potong ayam, bakwan jagung keatas box Mas Andrew, begitu pula denganku, sementara Hellina ku berikan sendok kecil dihadapannya, bubur itu sudah berisi ayam goreng suir halus diatasnya. Sama seperti makan malam kemarin, aku memulai makanku dengan menyuapi Hellina, berulang kali Mas Andrew mengingatkanku untuk makan juga, namun Hellina prioritasku, ia kenyang baru aku makan. Setelah selesai makan bersama, OB lelaki tadi datang lagi membawa gelas dan box yang ku bawa, sekalian di cuci kata Mas Andrew, aku menolak namun Mas Andrew tetap memaksa, biar boxnya dia yang bawa pulang. Mau tak mau aku menurut dan kamipun berpamitan karena kami ingin mengunjungi Mbak Lisa. "Hati-hati" pesan Mas Andrew mengacak rambut Hellina begitu juga denganku. Baru pertama kali ini dia menyentuh tubuhku, rasanya hangat, dan darahku berdesir, serasa ada kupu-kupu berterbangan mengelilingi wajahku. Aku bahagia? Tentu saja, rasanya ingin sekali aku selalu dimomen seperti ini. ~ Ku susuri lorong rumah sakit hingga tibalah aku didepan pintu ruangan rumah sakit dimana Mbak Lisa dirawat, ku putar knop pintu sambil menggendong Hellina, ku dekati tubuh kurus yang sudah setahun ini terlelap diruangan ini. Ku letakkan tubuh mungil Hellina yang sibuk dengan mainannya, disamping Ibunya. "Mbak Lisa, kapan bangun?". "Masih betah tidur terus?". "Gak kangen sama Hellina, sama Mas Andrew, sama Mama, sama Papa, sama aku?". "Gak pengen kumpul sama keluarga Mbak?". "Keluarga Mbak hangat, aku iri banget Mbak". "Jangan lama-lama tidurnya Mbak". "Aku udah rasain rasanya jadi istri Mbak, walaupun cuman sementara tapi aku cukup bahagia". "Kalau Mbak masih pengen kumpul sama keluarga Mbak bangun, kalau gak kuat kasih tau kami Mbak, jangan tidur terus". "Kalau Mbak kuat, bangun. Biar aku bisa pergi sekarang". "Aku takut jatuh cinta lagi dan lagi pada pesonanya Mbak, aku takut sakit lagi, aku capek, Mbak tau kan rasanya gak diharapkan, dibutuhkan hanya untuk sementara? Aku sekarang ada diposisi ini Mbak. Aku kesiksa sendirian". "Seandainya aku egois, aku bisa minta hak aku juga setelah bercerai, tapi aku gak sejahat itu, meskipun aku disakiti terus dan terus, aku bisa memaafkan". "Tapi hatiku tidak sekuat itu, aku juga bisa lelah kan Mbak?". "Mbak aku cuman pengen bilang sesuatu..". Ku usap wajah mulus yang tirus itu lembut, air mataku sudah tidak bisa dibendung lagi, pertahananku kemarin sudah tidak bisa ku sembunyikan, aku berada diposisi yang tidak ku inginkan sama sekali. "Aku juga mencintai Mas Andrew sama seperti kamu.." batinku. Tubuhku lemas, aku terduduk dilantai, entah kenapa kaki ini sulit untuk kuat diajak berpijak. Duduk sambil menangis disamping Mbak Lisa, adalah sebuah tindakan yang sangat memalukan bagiku, apalagi aku mengucapkan kata cinta padanya. Dan.. Orang yang ku cinta adalah cinta dalam hidupnya sekarang, orang yang menunggu kembalinya ia kerumah, orang yang selalu mendo'akannya segera sadar, orang yang mencintainya. ~BERSAMBUNG~
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD