Bab 10. Tidak Bisa Membayangkan

1046 Words
Happy reading. Typo koreksi. ____ "Siapa laki-laki tadi, jawab Bianca!" Hah. Wanita di depannya terlihat kebingungan bercampur kaget, belum sempat ia mengucapkan kata apapun sosok lelaki tampan itu sudah kembali meninggikan suaranya hingga Bianca kembali berjengit kaget di tempatnya. "Ka--" "JAWAB BIANCA SIAPA LAKI-LAKI TADI. KENAPA DIA MENYENTUH KAMU." Alis Bianca tertaut heran. "Siapa maksud an--" Lagi ucapan Bianca terpotong karena dengan kilatan amarah Zavi dan gerakan cepat Zavi melangkah dan mencekal lengan wanita di depannya lalu menyentaknya mendekat membuat tubuh Bianca sampai tertarik nyaris menabraknya sosok yang berdiri tegap di hadapannya dan wanita itu pun harus mendongak untuk melihat dari jarak dekat raut merah padam marah milik Zaviar, pria yang mengunjungi toko bunganya kemarin. "Dia siapa kamu, Bianca. Jawab pertanyaan aku?" Tekan Zavi menggeram kesal, lelaki itu melupakan satu hal jika Bianca tidak mengingatnya sama sekali. Hati lelaki itu tampaknya sudah terlalu terbakar api cemburu setelah melihat kedekatan Bianca dengan laki-laki lain di depan matanya sendiri. Dan itu sungguh menyebalkan, baginya. "Ssshhh, tolong lepas, tangan saya sakit. Siapa yang anda maksud, Pak Zaviar? Laki-laki yang mana?" Ringis Bianca disela pertanyaannya. "Pria yang baru saja pergi, siapa dia? Kenapa dia berani mengusap kepala kamu hah. Kamu tidak suka di sentuh siapapun kecuali aku, lalu kenapa sekarang kamu berubah Bianca. Kenapa! Cepat jawab aku, kamu bahkan mengabaikanku sekarang. WHY! KENAPA KAMU MELAKUKAN INI SAMA AKU JAWAB?"  Bianca yang tidak mengerti menatap balik Zaviar tajam tidak suka, wanita itu menyentak lengan lelaki itu kuat hingga cekalan di tangannya terlepas menyisahkan hawa panas dari bekas merah di sana. Bianca menunjuk d**a Zaviar dengan jari telunjukkan kesal. "Seharusnya saya yang bertanya kepada anda. Anda siapa saya Pak Zaviar? Kita tidak punya hubungan apapun. LALU UNTUK APA SAYA MENGATAKAN SIAPA LAKI-LAKI YANG BERSAMA SAYA. ANDA TIDAK BERHAK IKUT CAMPUR URUSAN PRIBADI SAYA." Deg Mata Zaviar terbelalak lebar nyaris keluar dari rongganya dengan tubuh tersentak kaget, mengerjapkan matanya dan terkesiap saat tersadar dimana dirinya sekarang. Zavi masih terduduk di kursi jok kemudinya. Mendongak dan tertegun melihat pemandangan kosong di depannya. Tidak ada siapa-siapa lagi di tempat objek yang dilihatnya beberapa saat lalu, kini hanya ada para pengendara yang berlalu lalang dan pengguna jalan kaki yang melewati aspal jalan di depannya. Tidak apa pula Bianca apalagi pria yang bersama dengan wanitanya tadi. Kepala menoleh kearah toko bunga milik wanitanya, lalu terkekeh miris menertawakan dirinya sendiri. Astaga, sialan apa-apan itu tadi. Zaviar mengusap wajahnya kasar bersama helaan napas keluar kasar dari mulutnya. Astaga, kenapa dirinya bisa melamun bahkann sampai membentak Bianca sampai membuat wanita itu akhirnya marah kepadanya juga. Pikirnya masih menertawakan kelakuannya sendiri hitungan detik lalu. "Tapi siapa laki-laki tadi, kenapa dia terlihat dekat sekali dengan Bianca. Apa dia kekasih Bianca yang sekarang? Benarkah seperti itu, Bi? Apa kamu benar-benar sudah melupakan aku, Bi? Apa kita tidak bisa kembali bersama?" Gumamnya bertanya miris. Zaviar menghela napas panjang, menyandarkan kepalanya pada kepala jok mobil, hatinya terasa berdenyut sakit berusaha memikirakan ada hubungan apa antara Bianca dan sosok tadi. Sial. Umpat nya dalam hati. Jujur, Zavi tidak berani membayangkan jika Bianca memang sudah bahagia bersama orang lain. Drrtt drrt. Papa is calling. Ponsel Zavi berdering, nama ayahnya tertera di layar. Lelaki itu mendesah pelan sebelum menekan tombol terima di layar ponsel genggamnya. "Hallo, Pa." "Hallo, Nak. Papa dengar dari Deka kamu kemarin tidak jadi ke tempat mamamu? Ada apa?" Benar saja, ayahnya pasti akan menanyakan perihal ketidakberangkatannya kemarin ke makam ibunya. "Papa tidak mendengar penjelasan Deka ke papa tentang Zavi kemarin?" Zavi balik bertanya. "Nak, papa mau mendengarnya langsung dari kamu. Karena papa tahu kamu belum mau bercerita ke papa, dan papa pikir pasti Deka tahu alasan kamu tidak jadi ke tempat mamamu. Benarkah dengan apa yang di katakan Deka ke papa? Lalu sekarang apa yang akan kamu lakukan? Bagaimana cara kamu mengurus ini semua?" Zavi terdiam beberapa saat, memikirkan apa yang harus ia jawab kepada ayahnya. Roy, ayahnya pasti sudah tahu semua akan semakin sulit baginya setelah mengetahui jika Bianca tidak mengenalnya lagi. Apa dirinya harus memberi kenangan masa lalu tentang mereka agar Bianca kembali mengingatnya. Tidak, ia tidak boleh ceroboh. Bisa-bisa reaksi Bianca akan seperti lamunannya tadi. Huh. Sekarang ia harus bagaimana. "Zavi, belum tahu harus bagaimana pa. Tapi Zavi akan berusaha untuk tidak menyakitinya. Zavi mengerti semua tidak akan mudah seperti harapan Zavi selama ini pa. Semua sudah tidak sama, lagipula selama dia bahagia Zavi tidak akan mengganggunya pa." "Nak, papa tidak tahu harus mengatakan apa. Jika kamu masih ingin membuat dia kembali ke sisi kamu, lakukan hal yang bisa membantu hubungan kalian dekat dan baik saja, jangan bertindak gegabah. Meski sulit mengembalikan ingatan seseorang tapi papa yakin semua pasti akan baik-baik saja." "Pa, aku takut Bianca akan membenci kedatangan Zavi kalau dia sadar siapa Zavi. Karena Zavi sendirilah, orang yang sudah membuat dia mengalami hal itu. Zavilah orang yang harus bertanggung jawab di sini," bisiknya pelan. "Nak, semua itu murni kecelakaaan. Jangan membuat hati kamu kembali tidak terkendali karena selalu menyalahkan diri seperti dulu. Jangan merasa sendirian, karena papa akan selalu ada untuk kamu, papa akan membantu dia kembali sama kamu." "Terima kasih, pa. Zavi benar-benar berterima kasih, papa masih ada sekarang." "Tidak perlu bicara seperti itu, nak. Papa senang kalau kehadiran papa berguna untuk kamu. Lagipula apa yang harus papa katakan nanti sama mendiang mamamu kalau papa tidak bisa memastikan anak papa bahagia." Terharu, hati lelaki itu menghangat mendengar perkataan ayahnya. Roy, ayahnya selalu ingin membahagiakannya sejak mengetahui masa lalu Zavi bersama Bianca kekasihnya. Pria paruh baya itu juga ingin menebus semua rasa bersalahnya sejak perceraian beliau dengan mendiang ibunya tersebut. "Jangan lupa ke makam mamamu hari ini ya, setelah itu kamu bisa fokus tentang masalah kamu. Kasihan Deka pekerjaannya jadi semakin banyak karena kamu cuti mendadak. Papa mau siap-siap dulu, see you son." "Baik, pa. See you," sahut Zavi dengan raut sedikit tidak lebih tenang dari sebelumnya. Tut. Sambungan pun terputus, Zavi kembali melihat kearah toko Bianca sebelum menarik perseneling dan melajukan mobilnya pergi dari sana. Setidaknya hari ini, Zavi harus benar-benar berkunjung ke tempat peristirahatan ibunya. Sebelum benar-benar fokus menyelesaikan masalah tentang Bianca dan juga mencari tahu apa yang sebenarnya sudah terjadi selama ini. Jika Bianca tidak mengingatnya, maka Zavi akan membuat wanita itu mengingatnya dengan cara perlahan. Tidak menyakiti wanita itu lagi karena tindakannya seperti masa lalu mereka. ______ Bersambung...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD