Bab 17. Kembali Bertemu

1028 Words
Happy reading. Typo koreksi.. ____ Area tempat makan PizzaNut semakin ramai, Zaviar mendengus sebal seraya memutar bola matanya malas saat melihat Deka yang terlihat santai makan sendirian di hadapannya. "Masih lama?" "Sabar dong Zav, kapan lagi makan beginian. Gue kangen rasa pizza buatan Indonesia, kalau di ingat-ingat kapan terakhir kita makan ini ya?" Lelaki berkacamata itu terlihat senang seperti anak kecil di kursinya, mengabaikan raut tidak suka Zavi sejak tadi. Zavi tidak suka pizza, karena itu Deka tampak bahagia mengerjai sahabatnya itu. "Zav, elo nggak mau." Tawar Deka dengan tampang sok polos menggelikan di mata Zaviar. Lelaki itu berdiri, lalu melempar kotak tissue ke tangan Deka membuat lelaki itu tergelak. "Makan sekalian tuh tissu, sialan banget elo Ka," dengkus Zavi sadis. Deka tertawa menatap punggung sahabatnya yang menjauh dengan suara gelak tawa geli. "Dasar bocah, di ajakin makan pizza malah nggak mau," ucapnya menggeleng-geleng kepala, lalu kembali memakan pizza yang hanya tingal tiga slice lagi. Zavi memilih keluar dari resto pizza tersebut, lelaki itu membuka kancing kerah atas kemejanya lalu duduk di kursi kayu yang ada di luar resto, tangannya merogoh saku dan mengeluarkan kotak rokok dan menarik seputung rokok dengan menggunakan bibirnya, menyalakan korek dan memantik nikotin kecil terselip diantara jari telunjuk dan tengahnya. Zavi menghembuskan napas membuat asap keluar dari hidung dan juga mulutnya secara bersamaan. Terdengar lonceng pintu di buka dari dalam, seorang pria keluar dengan tangan yang menggenggam sebuah ponsel dan di apit ketelinga. "Hallo," suara itu terdengar sangat bass dan berat. "...." "Aku yang bawa anak-anak Bi, maaf ya aku lupa kasih tahu kamu." Tubuh Zavi seketika duduk tegap, menajam telinganya tanpa sengaja lelaki itu menguping pembicaraan dari sosok yang berdiri memunggunginya sekarang dengan si lawan di telepon. "Iya, iya, maaf ya Bi. Besok aku jemput anak-anak lagi ya. Aku sudah janji mau ajak mereka main ke mall. Iya, aku janji Bi. Iya, baik Bianca." Deg. Jantung Zavi berdentum hebat, kepalanya mendongak dengan kedua bola mataya membola tepat ketika sosok di hadapannya membalikkan badan.  Dia, dia laki-laki yang bersama Bianca waktu itu. Zavi memperhatikan lelaki itu dengan sorot mata dingin, batang rokok di tangannya sudah patah dan terjatuh ke samping sepatu pantopelnya. Lelaki itu berdiri menjulang menghadang langkah sosok ternyata adalah Darren. Di tempatnya alis Darren terangkat naik keatas, melihat tindakan lelaki yang tidak di kenalnya. "Maaf, Mas. Ada apa?" tanya sopan mencoba ramah. "...." Tidak ada tanggapan, Darren jadi menatap Zavi bingung. "Maaf Mas boleh saya lewat," ucap Darren lagi. "Ah, iya. Maaf." Meski merasa heran dokter tampan itu mengangguk melewati bahu Zavi dan kembali masuk kembali ke dalam. Membalikkan badannya, Zavi menatap punggung Darren yang menjauh dengan sorot mata menelisik. Zavi cepat-cepat masuk ke dalam, mengikuti langkah sosok Darren pergi. Dengan cepat Zavi duduk kembali di kursinya tepat memunggungi lelaki yang membuatnya penasaran. Di depannya Deka terlihat mengkerutkan keningnya dalam, Zavi mengabaikan rasa ingin tahu sahabatnya. Tangan Zavi bersidekap, kembali menajamkan indra pendengarannya. "Ulan mau tambah lagi, Bagas kamu juga mau tambah lagi, Nak?" Suara lelaki gagah itu kembali terdengar masuk dapat di dengar oleh seorang Zaviar Alstair. "Nggak Pa." "Nggak Om," seru suara anak kecil menyahut, zavi menolehkan kepalanya miring ke samping dan kedua matanya seketika membelalak lebar tepat mengarah pandangan kearah seorang anak kecil perempuan yang pernah di temuinya. Anak perempuan yang memanggil Bianca wanita yang dicintainya itu dengan sebutan 'bunda'. Deka yang heran mengikuti arah pandangan sahabatnya, lelaki berkacamata itu semakin mengkerutkan dahinya dalam. "Zav," "...." yang dipanggil tidak menyahut, menggeleng heran menatap sikap Zavi yang aneh. "Sudah kenyang?" Suara Darren kembali terdengar, Bagas yang merasa ada yang memperhatikan mereka pun mendongak kearah samping tubuh ayahnya menatap Zavi yang akhirnya tersadar datar dan curiga. Berdehem, Zaviar segera membuang arah pandangan kearah lain."Ekhm, Deka kalau udah selesai ayo balik," selorohnya tiba-tiba berdiri dan jalan lebih dulu membuat Deka jadi menahan raut geli dan herannya secara bersamaan. "Dasar aneh," gumam Deka kemudian mengikuti Zavi yang sudah keluar lebih dulu. "Zav, nggak masuk ke mobil?" Bukannya menjawab Zavi justru menoleh lagi ke tempat makan tadi sekilas. Lalu mendesah gusar. "Kenapa sih? Elo kenal anak-anak kecil tadi?" "Entah," jawab Zavi sedikit ragu. "Kok jawaban elo gitu Zav." Zavi berdecak kesal, Deka sangat cerewet. "Ck, bawel banget elo Ka," Tuk. Zavi melempar kunci mobilnya ke d**a Deka geram. "Elo yang nyetir." Brak. Zavi juga membantu pintu dan duduk di kursi penumpang membuat Deka mendengkus di tempatnya berdiri. "Dasar Bossy," cibirnya. Mobil keduanya pun pergi meninggalkan area parkir PizzaNut dengan cepat. Hening. Tidak ada percakapan apapun yang terjadi selama perjalanan kembali menuju kantor keduanya. "Gue tahu pasti ada yang mengganggu pikiran elo kan, Zav. Cerita aja Bro, gue siap dengerin." Sosok Deka yang dewasa muncul setiap Zavi merasa membutuhkan pendengar. "...." "Zav gue sama elo udah lama kenal, nggak mungkin gue nggak sadar kalau elo daritadi ngeliatin meja di belakang punggung elo tadi kan? Emang mereka siapa? Elo kenal?" Helaan napas pendek terdengar. "Gue nggak kenal mereka tapi gue pernah ketemu mereka di toko Bianca." "Apa? Beneran?" Heboh Deka. Zavi mengangguk, menyandarkan punggungnya lelah. "Gue nggak tahu ini kebetulan atau apa? Yang ada di pikiran gue sekarang, apa cowok tadi itu ayah dari anak yang manggil Bianca bunda kemarin? Gue nggak ngerti, Ka. Kenapa semakin gue mau mencari tahu tentang keadaan Bianca selalu muncul pertanyaan di benak gue." "Kenapa nggak pake jasa detektif aja Zav. Bukannya gue meragukan feeling elo yang sekarang. Cuma biar pasti aja, kita bisa sewa jasa mereka buat cari tahu kebenarannya. Atau satu-satunya cara ya elo turun secara langsung ke mereka, cari tahu sendiri." Zavi terdiam berpikir cukup lama sebelum menoleh dan menatap Deka dengan sorot mata yang sulit di jelaskan. "Ka, gue kira elo bodoh. But, thank you, Deka atas sarannya." "Sialan elo menghina gue Zav!" Pekik Deka kesal berenggut. "Sedikit," balas Zavi dengan senyum simpul. Deka menyumpah serapah di kursi setir kemudinya. Di sampingnya Zavi melihat keluar jendela lurus. Maafin aku Bi, kehidupan kamu yang sekarang membuat aku penasaran. Ijinkan aku mencari tahu semua kebenaran tentang kamu Bi. Begitu banyak hal yang terlewati oleh ku tentangmu, membuat aku semakin tidak percaya diri jika menunjukkan siapa diriku di kehidupanmu yang sebenarnya. Kisah masa lalu kita akan menjadi tidak berarti jika aku kembali menyakiti kamu nanti. _____ Bersambung....
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD