First Sight

1020 Words
Ayara masih berada di dalam kamar di atas kapal pesiar ketika waktu sudah menunjukkan pukul delapan malam. Acara dansa itu mungkin akan dimulai sebentar lagi, tapi ia masih berada di kamar dengan tuan Andrew yang sudah lebih dulu pergi ke sana karena menerima telepon dari salah satu rekan bisnisnya tadi. Ayara akan memberikan penampilan terbaik yang dia punya. Dia juga kembali mematut penampilannya, Ia memakai sebuah gaun yang indah, menampilkan lekuk tubuhnya yang begitu sempurna dan mempesona. Kali ini, rambutnya tak ia biarkan tergerai, tapi ia gelung sedemikian rupa sehingga membuat penampilannya semakin cantik. Leher jenjangnya membuat siapapun ingin menggigitnya. Dia juga terlihat mempesona, dengan riasan make up yang natural usia Ayara yang memang masih muda. Ia baru berusia dua puluh tahun namun kelihaiannya saat melayani pelanggan sudah tidak perlu diragukan. Setelah memastikan penampilannya sempurna tanpa ada cacat sedikitpun, Ayara segera melangkah, dengan sepatu tinggi yang ia kenakan ia semakin jenjang. Tubuhnya yang mulus dan putih terekspos dengan gaun ketat yang melekat. Namun, ketika semilir angin datang melewatinya, ia jadi urung untuk pergi melangkahkan kaki ke lantai dansa. Semilir angin yang menghasilkan aroma kelopak mawar membuatnya bergerak keluar bagian dalam kapal. Pelataran kapal yang begitu luas saat ini terasa sepi, hanya ada beberapa pengunjung dan tamu yang sedang bersantai menikmati semilir angin malam. Ayara lantas menyandarkan tangannya di pagar pembatas kapal itu, ia melihat para lumba-lumba yang sedang berenang. Cahaya lampu kapal memantulkan keindahan dari dalam permukaan laut. Semakin dia hirup semilir angin itu, aroma kelopak mawar malah semakin tercium indah dalam penciumannya Ia membuka mata lalu melihat beberapa kelopak mawar yang ditaburkan di atas permukaan air laut. Ayara mengerutkan kening, siapa yang kiranya sedang menaburkan kelopak bunga di malam hari seperti ini? Sebuah prosesi aneh yang tidak pernah ia lihat sebelumnya. Ayara menoleh, ia melihat seorang lelaki yang sedang menabur bunga mawar di atas laut. Salah satu kelopaknya terbang lalu menempel di tangan halus Ayara, membuat Ayara mendekat kepada lelaki itu. "Maaf Tuan, salah satu kelopak mawar itu menempel di lenganku." Ayara berkata dengan lembut dan membuat lelaki yang telah selesai menaburkan bunga itu, menoleh ke arahnya. Saat lelaki itu menoleh, Ayara jadi terkesiap. Pandangan lelaki itu begitu mempesona. Siapa gerangan lelaki tampan pemilik mata indah itu? Ayara jadi bertanya-tanya dan kenapa pula ia menabur bunga di malam hari begini? Lelaki itu meraih satu kelopak bunga yang menempel di lengan Ayara lalu kembali melemparkannya ke laut lepas. Kemudian ia terbenam lagi dalam lamunannya, nampak sekali kesedihan di mata indah lelaki itu. Gurat tegas dari rahang wajah yang sedikit mengeras membuat Ayara bertanya-tanya lagi, apa yang sebenarnya dilakukan lelaki ini? "Apa yang Tuan lakukan? Aku tidak melihat orang lain menaburkan bunga di tempat ini selain Tuan." Ayara bertanya dengan kening berkerut, sebab ia memang merasa aneh dengan hal yang sedang dilakukan oleh lelaki tampan itu. Sembari bertanya, matanya memandang lelaki itu dari atas sampai bawah tapi dengan tatapan yang tidak kentara. Ia tidak ingin lelaki itu tahu bahwa dirinya sedang mengagumi lelaki itu diam-diam saat ini. Merasa tak ada jawaban dari lelaki itu, akhirnya membuat Ayara menarik nafas panjang. Untuk pertama kalinya Ayara merasa dikacangi. Ia akhirnya melangkah. Suara ketuk sepatu tingginya hampir hilang dari pendengaran tapi kemudian langkah Ayara terhenti ketika lelaki itu bersuara. "Aku sedang menaburkan bunga untuk mengenang kematian istriku empat tahun yang lalu. Ia meninggal di laut ini ketika kami sedang berlibur di atas kapal pesiar ini pula." Ayara yang akhirnya mendapatkan jawaban dari pertanyaannya juga mendapatkan perhatian dari lelaki itu akhirnya kembali berbalik dan mendekat. Menatap lelaki yang sedang terlihat sedih itu dengan pandangan lain. Bukan seperti seorang perempuan yang meremehkan lelaki yang akan berlutut di hadapannya selama ini, tapi ia benar-benar memandangnya dengan cara yang lain. Ayara rasanya ingin menenangkan lelaki yang sedang bersedih itu. "Maafkan aku, Tuan, kalau karena pertanyaan barusan, akhirnya membuat kau harus mengenang tentang perasaan dukamu hari ini." Ayara menunduk, itu membuat lelaki itu tak sengaja melihat pemandangan indah dari dua benda yang padat di depannya. Lelaki itu kemudian tersenyum kecil lantas ia mengangguk. Tidak heran orang lain atau semua orang akan bertanya mengapa ia melakukan hal itu. Namun, itulah kenyataannya, lelaki itu akan kembali setiap setahun sekali untuk mengenang kematian istrinya di atas kapal pesiar itu empat tahun yang lalu. Ia akan selalu menabur kelopak bunga mawar sebagai tanda ia masih berduka. "Siapa namamu, Nona?" tanya lelaki itu. "kyoko Ayara. Tuan bisa memanggilku Ayara, seperti para pria-pria lainnya." Ayara bahkan tak ragu mengatakan tentang pria pria lain yang seolah menegaskan siapa dia sebenarnya. Ayara memang tidak akan menutup apapun dari orang lain, ia akan menunjukkan siapa dirinya sebenarnya, tidak perlu ada yang ditutupi. Awalnya, lelaki itu nampak kecewa. Sama seperti yang ia duga sebelumnya bahwa Ayara tak lebih dari seorang perempuan penghibur yang saat ini sedang menemani seorang lelaki berlibur. Mengapa pula memandang Ayara yang begitu teduh, ia merasa begitu nyaman untuk sesaat? Bahkan ia bisa melupakan kesedihannya karena istrinya yang sudah meninggal. "Victor Giovanni Grazallendra." Pria itu mengulurkan tangannya dan segera disambut hangat oleh Ayara. "Senang berkenalan denganmu. Aku akan segera ke lantai dansa karena tamuku sudah menungguku di sana. Datanglah, jika kau ingin bergabung bergabung bersama kami." Ayara membungkukkan tubuhnya sekali lagi di depan Victor sebagai tanda penghormatan kepada lelaki tampan itu. Kemudian ia berjalan menuju ke dalam ke lantai dansa lalu menghampiri tuan Andrew yang sudah menunggunya. Saat ini, ia masih bisa merasakan getaran hatinya ketika tadi berada di depan Victor. Tak hanya Ayara orang yang merasakan hal yang sama, sebab Victor merasakan hal yang demikian pula. Ketika melihat Ayara barusan, ia juga merasakan hal yang aneh. Sebuah getaran tidak pernah ia rasakan selama ini. *** Aku tidak pernah menatap mata sebening itu, seolah aku bisa melihat telaga ketulusan yang begitu nyata dari makhluk Tuhan bermarga perempuan. Kuntum bunga yang aku tebar malam ini, sebagai bentuk kesakitan dan kehilangan sosok yang pernah menghuni hati kini sedikit terusik dengan angin semilir yang mengirimkan bau wangi tubuh perempuan yang baru saja menjadi tempat salah satu kelopak mawarku yang sempat singgah di jemarinya yang lentik. Perempuan itu, mengapa matanya masih tertinggal di mataku sendiri? Seolah memberikan kesan yang tak ingin hilang dan pergi? -Pada Pandangan Pertama - Elegi Victor.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD