4. HELLO, BABY BOY!

1219 Words
Biasanya di Indonesia, ibu-ibu hamil suka berjalan pagi-pagi keliling komplek menjelang hari persalinan. Namun tidak demikian dengan Fara yang sudah malas keluar rumah berhubung suhu sudah mulai turun menyambut musim dingin. Dua minggu menjelang hari perkiraan kelahiran, Fara sibuk mondar-mandir di apartemen menggerakkan tubuhnya. Ia tiba-tiba rajin mengepel, menyapu dan berberes perabotan untuk membuat tubuhnya tetap aktif. "Sarapan dulu, yuk!" Sam menyodorkan sepiring nasi goreng yang ia buat sendiri tadi subuh. Fara tengah duduk berselonjor kaki yang ia tumpangkan ke atas meja. "Pinggangku pegal." Jawabnya lalu mengambil piring tersebut sambil meringis. "HPL nya besok kan?" "Iya." Jawabnya singkat. Sudah dua hari ini Fara mendapati flek di celana dalamnya. Dan sudah seminggu juga ia merasa bagian bawah perutnya ngilu. Pinggang serta pinggulnya pegal luar biasa hingga ia kesulitan untuk tidur. Sebentar-sebentar ia terbangun lalu merubah posisi yang tidak berpengaruh banyak pada kenyamanannya. Sam banyak membantu. Disela-sela pekerjaannya yang sibuk dengan laptop dan video call dengan atasannya di Singapura, dia setia memijit kaki Fara dan memukul-mukul lembut pinggang Fara dengan kepalan tangannya. Dia tidak pernah membersamai ibu hamil sebelumnya, dan melihat Fara tidur gelisah dengan perasaan tidak nyaman sering membuatnya iba. "Kita kerumah sakit?" Tanya Sam sambil terus memukul-mukul lembut pinggang Fara. Fara menggeleng. "Belum waktunya." Siang menjelang, perutnya mulai mulas dengan jarak satu jam sekali, dan berangsur menjadi lima belas menit sekali menjelang sore yang masih diabaikan oleh Fara. Ia membaca berbagai artikel di laptopnya juga email berisi tugas-tugas yang menumpuk, yang harus ia kumpulkan satu bulan lagi. Ketika ritme mulasnya semakin sering di malam hari, Fara sudah tahan lagi. Ia memanggil Sam di kamarnya. "Kenapa?" "Kita ke rumah sakit." "Hah? Udah mau brojol?" Sam bertanya panik, lalu mengambil jaket tebal Fara dan memasangkannya. "Santai saja, Sam. Heran, aku yang mau lahiran kok kamu yang panik?" "Santai apanya? Nanti kalau kececer gimana?" "Apanya yang kececer?" "Ya bayinya, lah." "Kamu kira melahirkan secepat itu?" Dengus Fara dengan mata melotot. "Mana aku tahu? Baru juga kali ini aku menemani ibu-ibu mau melahirkan." Jawabnya sebal sambil mencubit kedua pipi Fara yang makin chubby seiring tubuhnya yang kian membengkak. Sikap santai Fara menghadapi kelahiran si bayi membuatnya gemas sekaligus cemas. Sam mengambil kunci mobilnya dan menenteng tas jinjing berisi keperluan bayi yang sudah mereka siapkan sejak jauh-jauh hari. Mereka tiba dirumah sakit yang telah di booking sebelumnya tepat pukul sepuluh malam. Fara disambut ramah oleh para bidan dan perawat yang bertugas malam itu. Ia dibawa ke brangkar dan menjalani pemeriksaan. Hampir pukul dua belas malam ia dipindahkan ke Private Maternity Suite yang dipesan khusus oleh Sam sebelumnya. Fara meringis menahan kontraksi yang menyiksa tubuh bagian bawahnya. Malam itu, ia hanya tidur sebentar-sebentar sedangkan Sam tidak tidur sama sekali. Fara terus merengek kesakitan membuatnya tidak tega. "Dioperasi saja kenapa sih, Ra? Aku nggak tega lihat kamu kesakitan begini." Ujarnya iba. "Aku mau normal, Sam." "Tapi sakit, lho!" "Memangnya operasi nggak sakit?" "Kan ada biusnya. Nggak mungkin kan kamu di belek tanpa bius." "Ya, tapi abis itu juga sakit. Aku nggak ada indikasi medis yang mengharuskan untuk di operasi." Fara kembali meringis sambil terus berzikir. "Tapi, Ra..." "Aku maunya normal! Cerewet amat sih?" Ketusnya pada Sam yang kemudian menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Terserahlah. Tapi jangan mewek terus kalau milih normal." "Mana ada orang kesakitan ga mewek? Udah ah, berisik!" Bentaknya. Sam mengurut d**a melihat kekeras kepalaan adiknya. Semalaman itu ia habiskan dengan memijit-mijit pinggang Fara yang terus meringis tertahan. Setelah pagi datang, Fara berteriak kesakitan membuat Sam terbirit-b***t memanggil perawat yang kemudian malah mengajak Fara berjalan-jalan. "Don't you have a wheelchair?" Tanya Sam ketus. Orang kesakitan kok disuruh jalan-jalan, sih? "Semakin banyak bergerak, semakin bagus untuk memperlancar kelahiran, Sir." Jawab perawat itu dengan sabar. Hari semakin siang dan Fara semakin tidak tahan. Air mata berlelehan di pipinya. Dokter memutuskan untuk melakukan induksi karena pembukaan jalan lahir yang tidak bertambah setelah sekian jam lamanya. Fara berbaring miring ditemani Sam yang duduk disamping kepalanya. Pria itu tidak bisa kemana-mana karena Fara mencengkram ikat pinggangnya erat-erat. "Sakit, Sam!" "Iya, Sayang. Sabar yah." "Sabar sabar melulu!" "Lah, terus aku mau gimana dong?" "Bantuin." "Mau dibantuin apa? Kalau bisa sakitnya dipindahin, aku rela." Jawab Sam berkaca-kaca. Ia sungguh tidak tega, tetapi Fara tidak mau di operasi dan memilih melahirkan normal yang kontraksinya saja membuat Sam meringis membayangkan bagaimana sakitnya. Belakangan Sam mengetahui, melahirkan dengan operasi di negeri kangguru tersebut tanpa ada indikasi medis akan ditolak mentah-mentah oleh rumah sakit. Ia mengelus-elus rambut Fara dan mengusap keringat yang terus bermunculan di wajah wanita itu untuk memberikan kekuatan. "Sakit, ya Allah! Bunda, sakiiit!" Erang Fara memanggil bundanya dan menangis terisak-isak. Air mata Sam jatuh. Ia ikut teringat akan sang bunda yang telah tiada. "Tahan sebentar ya, Dek. Sabar." "Don't you have something for her? She's so much in pain!" Teriak Sam gusar pada bidan yang datang memeriksa Fara yang disambut dengan senyuman tipis oleh wanita bule tersebut. "This is the process of vaginal birth every woman should through, Sir. It's normal." Sam menghela dan membuang napas kasar. Fara terus-terusan berteriak dan menyebut asma Allah yang terlintas di benaknya. Sekujur tubuhnya sakit. Wanita itu belum diperbolehkan mengejan karena pembukaan jalan lahir yang belum lengkap, sementara di bawah sana sang bayi sudah tidak sabar lagi ingin lahir ke dunia. Pada tarikan napas terakhir, Fara sudah tidak tahan lagi. Ia pasrah dengan keinginannya untuk mengejan. Apa yang terjadi, terjadilah. "Sam, sudah keluar." Ucapnya pelan beberapa detik kemudian. "Apanya?" "Bayinya." "Heh?" Sam melongo tidak percaya. "Masa sih?" Sam memanggil seorang bidan dan menyuruhnya mengecek keadaan Fara. Bidan tersebut memanggil teman-teman sejawatnya, begitu juga dengan dokter yang menangani Fara. "How could he just get out like that?" Bidan itu menatap takjub pada Fara yang terlihat lemas. Bayinya keluar begitu saja tanpa ada adegan mengejan dramatis seperti yang biasa ia saksikan di televisi. Anaknya baru menangis nyaring ketika sudah berpindah ke gendongan bidan yang dengan sigap hendak membawa bayi tersebut ke d**a Fara untuk Inisiasi Menyusui Dini. Fara lega, semua rasa sakit yang melandanya semenjak kemarin malam telah terangkat. Lalu tubuhnya terasa amat ringan. Ia kedinginan dan melemah, melayang di awang-awang. Dokter dan rekan-rekannya disana sigap bergerak melihat Fara yang terus menggigil dengan gigi gemeletuk hebat. "Ara!" Sam mengguncang tubuh Fara yang tengah berada di ambang batas kesadaran. Samudera panik ketakutan. Jantungnya berpacu bertalu-talu. Susah payah mereka menyeretnya keluar hingga seorang perawat menyodorkan bayi laki-laki yang beberapa menit lalu lahir dari rahim Fara ke pangkuannya. Sam menatap bayi mungil yang ada di gendongannya dengan mata berbinar. Seketika kepanikannya teralihkan melihat bayi tampan nan rupawan yang mewarisi mata bening dan bibir tipis berwarna merah milik ibunya. Sam tak kuasa menahan rasa haru yang meluap-luap di dadanya. "Hello, baby boy!" Bisiknya lirih. Pria itu seketika telah jatuh cinta. Setelah mengazani bayi tampan tersebut, ia disuruh masuk kembali ke kamar Fara. Wanita itu telah stabil dan melewati masa-masa kritis yang disebabkan tekanan darahnya menurun tiba-tiba. Sam mendekati Fara yang tengah tersenyum lemah. Sebuah jarum infus menancap di punggung tangannya. "Hey, how does it feel?" Sapanya lembut lalu mengelus rambut Fara yang terurai berantakan menutupi keningnya dengan sebelah tangannya. "I'm ok. Thank you, Sam." Jawab Fara pelan. Sam tersenyum lega. "He's amazing. Ganteng banget." Ujar Sam lalu membawa si bayi yang telah dibedong ke pelukan Fara. Fara menyambut bayinya dengan mata berkaca-kaca. Sedetik kemudian ia mematung. Wajahnya memucat setelah sekilas melihat wajah bayinya. "Bawa dia pergi, Sam." Ujarnya memalingkan muka. "Ara?" "PERGI!!!"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD