Alfaraz sudah resign dari tempat kerjanya di Jerman dan pulang ke Indonesia mendirikan firma arsiteknya sendiri setelah kontraknya yang terakhir habis. Usahanya semakin pesat. Ia merekrut banyak arsitek dan desainer muda yang lebih fresh dalam ide dan kreatifitas sehingga firmanya banyak mendapatkan proyek-proyek besar yang lebih mengedepankan desain futuristik.
Masa-masa menyusun tesis adalah masa yang paling berat. Setiap weekend Al datang ke Sydney membantu Fara menyelesaikan tesisnya. Pengalamannya yang juga mengambil magister dan bekerja bertahun-tahun di negeri orang sangat membantu Fara. Singkat kata, akhirnya ia dapat wisuda dengan nilai sangat memuaskan di dua gelar secara bersamaan. Sebuah pencapaian luar biasa yang ia gapai dengan keringat dan air mata.
Waktu berjalan dengan cepat, terlalu cepat malah. Tidak terasa sudah hampir tiga tahun Fara di Australia. Setelah lulus kuliah, Fara langsung diterima bekerja di sebuah biro arsitek terkenal yang merekrut banyak anak muda berbakat.
Fara sedang berleyeh-leyeh di kamarnya ketika bel apartemennya berbunyi.
Mbok Nur tengah pergi ke hypermart terdekat membeli beberapa bahan makanan yang sudah habis di kulkas. Wanita tua itu sangat betah tinggal di sana. Mbok Nur yang sudah menjanda sejak lama dan anaknya pun sudah besar-besar itu selalu senang hati berbelanja, sekalian ngecengin bule ganteng, katanya.
Sementara Sam sedang pergi ke Royal Botanical Gardens membawa Rafael jalan-jalan di akhir pekan.
Fara berjalan dengan malas lalu membuka pintu apartemen. Matanya menyipit melihat seorang wanita yang tidak ia kenal tengah berdiri disana, menatapnya dengan pandangan datar.
"Hallo, calon adik ipar!" Sapa wanita itu membuat Fara mengerinyitkan kening.
"Hai, aku Liona." Wanita itu mengulurkan tangannya yang disambut Fara dengan banyak tanda tanya di benaknya.
"Mbak, pacarnya Sam?"
Liona mengangkat bahunya. "Bisa dibilang begitu."
"Silahkan masuk, Mbak." Ajak Fara mempersilahkan tamunya masuk.
Liona mengayunkan langkahnya diiringi oleh Fara. Wanita itu melemparkan pandangan matanya ke beberapa pigura foto Sam dan Rafael yang terpajang di dinding.
"Mana Sam?" Tanyanya sesaat setelah Fara menyodorkan minuman dingin.
"Oh, dia pergi dengan Rafael." Jawab Fara dengan senyuman tipis.
Fara menyapukan pandangannya pada Liona yang tengah duduk di depannya. Wanita itu mengenakan dress putih selutut yang sedikit kurang cocok dikenakan di penghujung musim gugur yang mulai dingin, membungkus tubuh indahnya dengan baik. Cantik, dan ehm seksi!
Kesan pertamanya terhadap Liona adalah gadis itu sangat angkuh. Fara mendapati Liona memandangnya dengan tatapan meremehkan sekaligus menyelidik membuat Fara tidak nyaman.
Wanita ini, benar pacarnya Sam? Kakak gue yang baik hati dan tidak sombong, kok punya pacar modelan begini sih?
"Kemana?"
"Ke taman." Jawab Fara singkat.
"Kenapa anakmu tidak pergi denganmu? Kenapa harus dengan Sam?"
"Maksudnya?" Fara menaikkan sebelah alisnya, kaget dengan pertanyaan Liona.
"Aku tahu ini bukan urusanku, Fara. Tapi tidak kah kamu kasihan dengan kakakmu? Kamu menjadikannya disini sebagai pengasuh anakmu dan ia rela melepas karirnya demi kamu."
"Aku tidak..."
Liona menyilangkan kedua tangannya bersidekap di d**a.
"Posisinya selangkah lagi menuju puncak sewaktu dia memutuskan resign. Kenapa sampai saat ini ia masih belum kembali? Sudah hampir tiga tahun dan kamu masih belum puas merenggut masa depannya?" Liona melanjutkan dengan nada dingin.
"Rafael memang keponakannya. Tapi Sam punya masa depan sendiri. Suatu hari kami akan menikah dan mulai dari sekarang dia harus menata hidupnya kembali. Benar begitu, kan?" Wanita itu menatap tajam pada kedua mata Fara yang membola mendengar fakta yang keluar dari mulut wanita itu.
Fara terdiam. Lidahnya kelu tidak mampu berkata-kata mendengar ucapan sinis Liona yang sangat menohok. Hingga saat perempuan itu pamit tanpa mencicipi minuman yang ia hidangkan, Fara masih terdiam tak bicara.
Sepeninggal Liona, Fara terhenyak di tempat duduknya. Dadanya sesak dan napasnya memburu.
Bagaimana ia begitu egois dan naif. Sam berkorban banyak hal untuk mendampinginya selama di sini. Sam mengorbankan karir dan masa depannya yang gemilang.
Memang benar Sam masih bekerja, hanya saja bagian IT Development bukanlah bidangnya. Fara yakin ia pindah ke bagian itu semata-mata karena hobi nya mengotak atik komputer dan internet sejak lama hingga ia punya skill yang mumpuni dalam bidang tersebut walaupun dia memang punya latar belakang pendidikan resmi bidang itu.
Berapa lama kau mengenalnya Fara?
Samudera sedari kecil adalah seorang anak yang punya otak cerdas dan deretan prestasi brilian. Sejak SMP ia sudah menyabet berbagai penghargaan dan piala hasil mengikuti olimpiade kesana kemari. Saat SMA Sam ikut jalur akselerasi hingga dapat lulus satu tahun lebih cepat dan mendapat nilai terbaik di angkatannya, melampaui siswa lain yang lulus dengan jalur normal. Sam selalu menjadi kebanggaan papa dan bundanya.
Ia kuliah di luar negeri pun lewat beasiswa yang ditawarkan pemerintah Singapura dan meraih dua gelar sarjananya hanya dalam waktu empat tahun di universitas paling bergengsi disana.
Kemudian ia mengambil gelar magisternya pun dengan beasiswa penuh. Studi nya sukses, dan karirnya melejit.
Lalu ketika malapetaka itu datang, Sam rela melepas semua kemapanan dan masa depannya hanya untuk menemaninya dan Rafael di luar negeri. Niatnya menyembuhkan lukanya sendiri malah menyeret orang lain ke dalam pusaran takdirnya.
Mata Fara mulai terbuka. Selama ini mereka tidak pernah membahas masalah karir Sam. Ia mengira semua baik-baik saja karena laki-laki itu masih bekerja. Fara pernah memintanya mengurus working visa dan mencari pekerjaan di Australia yang ditolak oleh Sam dengan berbagai alasan.
Bagaimana kau begitu tega, Fara? Kau mengejar pendidikan dan karirmu dengan mengorbankan masa depan kakakmu sendiri? Apa yang Sam lalukan selama disini? Memasak? Mengasuh Rafael? Mengantar jemput dirinya kesana kemari? Ya Tuhan! Samudera juga sudah seharusnya memikirkan masa depannya sendiri dengan berumah tangga.
Fara mengakui dirinya tidak menghabiskan waktu yang cukup dengan Rafael. Ia sibuk mengejar pendidikan dan karirnya, melewatkan banyak fase dalam tumbuh kembang anaknya. Rafa lebih dahulu memanggil Daddy daripada Mommy yang membuatnya saat itu merenggut kesal.
Ambisi itu juga yang membuat Rafael malah lebih lekat dengan Sam yang ngotot memanggil dirinya Daddy ketimbang dirinya sebagai Ibu. Anak itu tidur dengan Sam. Apa-apa dengan Sam. Fara hanya diangggap makhluk yang jika kehadirannya tidak ada, tidak apa-apa bagi Rafa. Tapi jika Sam yang menghilang, anaknya ribut bukan main mencari Daddynya.
Setiap weekend, Sam juga yang rajin membawa Rafa jalan-jalan entah kemana. Mereka sering menghabiskan waktu camping sekaligus memancing berdua di berbagai cagar alam di sekitar Sydney sementara dirinya beristirahat penuh dirumah.
What the hell have I done?
Fara memeluk kedua lututnya dan menangis terisak-isak. Ia terpukul ditampar rasa bersalah teramat besar yang mengoyak jantungnya.
***
"Mommy!" Pekik Rafael saat mereka dua laki-laki berbeda generasi itu memasuki dapurnya tatkala Fara tengah mengaduk adonan donat dengan perasaan tak menentu.
"Hi, Darl! How was your trip? Was it fun?" Sambut Fara sambil menciumi seluruh wajah Rafa dengan gemas.
"Yes, I got a fish!" Jawab Rafa dengan lidah cadel dan aksen sengaunya.
"Really? Have you been a good boy?"
"Yes, Mom. Daddy bought me chocolate."
"Oh please. Mommy bilang apa soal coklat?"
"Just one piece, please."
Fara melemparkan tatapan sebal pada Sam yang hanya di balas cengiran lebar oleh lelaki itu sambil mengedikkan bahunya.
Fara kemudian meninggalkan adonannya yang harus ditunggu sampai mengembang sembari mengajak Rafa mandi.
Malam itu hingga hari Kamis berikutnya ia habiskan dalam diam.
Sam yang melihat adiknya lebih sering diam termenung jadi bertanya-tanya sendiri.
"Ara?"
Fara tidak menjawab. Pikirannya entah dimana.
"Ara, hey!" Seru Sam menjentikkan jari jempol dan telunjuknya di depan mata Fara hingga wanita itu tergagap.
"Eh?"
"Kok bengong?"
"Nggak apa-apa."
"Are you ok?" Tanya Sam dengan pandangan menyelidik.
"I'm fine." Jawabnya datar.
"Jangan bohong. I know you so well."
"Aku nggak apa-apa. Dengar nggak sih?" Balas Fara ketus dan berlalu menuju kamarnya. Meninggalkan Sam dan Mbok Nur saling melempar pandangan bingung
Ini cewek lagi PMS kali ya?
***