“Dia kenapa?” tanya Dana menatap ke arah bapak-bapak yang membawa siswa sma tadi. Sedangkan, siswa sma itu terlihat berteriak kesakitan, saat beberapa perawat laki-laki ikut membantu memindahkannya ke ranjang perawatan.
Dana meringis saat melihat darah yang merembes di seragam sekolah siswa laki-laki itu, dia kembali menatap bapak yang panik.
“Jatuh dari motor. Motornya tadi keserempet sama mobil. Dia jatuh, terus kakinya tertusuk sama tinjankan motor.”
Dana mengerenyitkan kening tak mengerti dengan apa yang bapak itu ucapkan “Tinjakan?”
“Iya. Yang ada di sebelah kanan motor, digunakan untuk menghidupkan motor selain starter.” Dia mencoba mengingat-ingat maksud dari bapak itu, sebelum mengingat saat benda yang Lani tinjak untuk menghidupkan motornya. Dana mengerti, lalu menatap bercak besar darah pada celana abu-abunya, “Helmnya?”
“Nggak tau siapa yang melepas.”
Dana panik, melihat keadaan siswa tadi yang terlihat lumayan parah. Ia takut tulang lehernya cedera atau bahkan patah karena beberapa orang terkesan sembarangan saat melepas helm yang digunakan siswa tadi.
“Kamu,” tunjuk Dana pada perawat muda tadi membuatnya semakin panik, “Ambilkan penyangga leher, alkohol, Betadine sama peralatan untuk pertolongan pertama.”
“S-saya tidak berwenang. Lagipula, dokter yang jaga pagi ini masih belum kembali, nggak ada yang bisa menanganinya,” ucap perawat muda itu takut-takut
“Saya yang akan menanganinya. Kamu ingin kita berpangku tangan dan melihat dia terus merintih kesakitan!” teriak Dana kesal saat perawat itu tidak sigap dalam menangani pasien.
“Tapi...”
“Saya dokter yang akan bertugas di rumah sakit ini mulai hari ini. Jadi cepat!” perintah Dana sedikit berteriak membuat Perawat muda itu bergegas melakukan apa yang Dana perintahkan.
“Kamu ukur detak jantung dan tekanan darahnya!” perintahnya lagi pada seorang perawat pria yang langsung mengikuti perintahnya.
“Hwanjabun[1]...” panggil Dana tanpa sengaja mengucapkan bahasa Korea. Ia menggelengkan kepala saat sadar kesalahannya. “Adek ... adek, bisa mendengar saya,” panggil Dana saat melihat pergerakan dari siswa tersebut.
“Kepalanya jangan coba digerakkan dulu,” pintanya pada siswa itu yang masih merintih mencoba menggerakan kepalanya.
“I-ini dok,” ucap perawat muda itu memberikan apa yang diminta Dana tadi.
Dana mengangguk, mengambil penyangga kepala itu, “Kalian bisa mengangkat kepalanya. Pelan-pelan, tahan jangan sampai ia bergerak!” perintah Dana pada perawat laki-laki yang berada di kanan dan kirinya. Kedua laki-laki itu mengangguk kemudian mengangkat kepala siswa itu dengan begitu berhati-hati, membuat Dana dengan cepat memasak penyangga lehernya agar cederanya tidak semakin parah.
Dengan begitu cekatan, Dana memakai sarung tangan lateks dan mulai memeriksa keadaan siswa korban kecelakaan itu. Sedikit meringis saat melihat berbagai luka yang masih mengeluarkan darah. Matanya menatap celana abu-abu panjangnya yang penuh dengan darah. Diraihnya gunting, lalu merobek celana itu hingga ke daerah luka. Alkohol yang sengaja ia tuangkan dalam jumlah besar ke atas lukanya membuatnya memekik kesakitan. Dana ikut meringis saat membersihkan luka itu.
Luka yang cukup panjang dan dalam sehingga membutuhkan beberapa jahitan untuk menutupnya. “Kalian bisa membersihkan luka ringan yang ada di wajah sama sikunya, kan?” tanya Dana pada salah satu perawat laki-laki yang sedari tadi hanya bingung melihatnya. Teguran yang dilakukan Dana membuat mereka ikut mengenakan sarung tangan dan mulai membersihkan luka siswa itu.
Suasana yang awalnya terlihat tegang mulai berangsur kondusif. Beberapa keluarga pasien lainnya yang melihat betapa paniknya Dana dan beberapa perawat masih berada di sekitar dokter cantik itu. Melihat dan terkagum-kagum saat kepanikan dokter tadi berubah menjadi sikap tenang saat merawat pasiennya. Wajahnya terlihat serius saat menjahit luka yang cukup dalam pada paha siswa SMA tadi.
Dana memotong ujung benang terakhir, lalu meletakkan gunting ke tempat stainless yang sudah dipenuhi cairan alkohol. Membubuhkan Betadine di bagian bawah luka itu, lalu menutup luka dengan beberapa lapis kasa steril.
“Sudah menghubungi ehm...” Dana berpikir keras mengingat kata yang tepat untuk menggambarkan keluarga pasien. “ehm.. Wali. Iya. Wali pasien.”
“B-belum.”
“Kenapa?” tanya Dana menatap perawat muda itu yang terkesan ketakutan. “Orang yang membawanya tadi?”
“Sudah pergi setelah memberikan tas siswa itu.”
“Kamu bisa mencari handphone siswa itu di tasnya, lalu mengabarkan kepada keluarganya kalau anak mereka ada di rumah sakit.”
“T-tapi...” perawat itu terlihat memainkan jemarinya ketakutan.
“Tapi apa?” tanya Dana mengernyitkan kening.
“... Prosedur pertolongan pertama rumah sakit ini tidak seperti itu,” ucap Perawat itu pada akhirnya.
“P-prosedur?” tanya Dana bingung.
Perawat itu mengangguk dan ingin menjelaskan kembali saat mendengar suara hentakan sepatu pantofel yang terdengar mendekati mereka. Wajah ketakutan yang diperlihatkan perawat itu semakin ketara menatap siapa pemilik dari suara sepatu itu.
Dana mengangkat kepalanya, melihat seorang pria tampan dengan kulit khas Indonesia. Kemeja dengan berlapis jas berwarna putih khas dokter membingkai tubuhnya yang terlihat atletis. Tatanan rambutnya sedikit cepak, tidak seperti dokter-dokter Korea pada umumnya yang bertantanan rambut rapi atau rambut berantakan yang diatur sedemikian rupa. Gurat-gurat di wajahnya menunjukan umur dokter itu berada di pertengahan hingga akhir dua puluh tahunan. Rahang yang kokoh dan matanya yang tajam memperlihatkan sikap tegas dan penuh wibawa.
“Ada apa sampai salah satu dari kalian berlari mendatangi saya yang ada di parkiran.” Suara berat dan penuh wibawa yang dikeluarkan dokter pria itu membuat semua perawat bungkam dan menundukkan kepalanya.
“Pasien kecelakaan, dok. Trauma pada siku, beberapa bagian kaki dan luka sedalam 3 sentimeter. Bagian leher dikhawatirkan cidera sehingga diberikan penyangga,” jelas perawat perempuan itu membuat dokter pria tampan itu bergerak melihat pasien yang sudah tertidur akibat obat penenang.
“sudah minta tanda tangan dari wali untuk melakukan perawatan?”
“I-itu..,” ucap perawat itu ragu.
“Kalian yang melakukannya?!” tanya dokter itu dengan nada sedikit keras membuat ketiga perawat yang membantu Dana tadi menggeleng. Kedua tangan dokter itu yang berada di pinggang membuat mereka semakin ketakutan. Ketiga dari mereka memberanikan diri menatap Dana yang berada tepat di belakang dokter tampan itu.
Dokter itu mengikuti arah pandangan ketiga perawat itu dan melihat Dana yang masih mengenakan sarung tangan lateks. Dokter itu terlihat terkejut saat melihat wanita berperawakan Asia timur berada di depannya.
“WHO ARE YOU?!” Dokter itu setengah berteriak membuat pergerakan terganggu dari pasien yang baru saja Dana rawat. Seolah mengerti ucapannya mengganggu pasien yang sedang istirahat dokter tampan itu menatap tajam Dana.
“Follow me!,” ucapnya tegas membuat Dana menundukkan kepala lalu berjalan mengikuti langkah dokter tampan itu.
Langkah Dana ikut berhenti saat dokter itu berhenti di selasar rumah sakit. Aura intimidasi yang dikeluarkan dokter itu membuatnya ciut. Tangannya berpilin. Dadanya terus bergemuruh ketakutan, seolah apa yang barusan ia lakukan adalah sebuah kesalahan besar.
Sakti, dokter pria tampan sekaligus kepala departemen IGD terus menatap Dana tajam, menelaah penampilan wanita di depannya. Dilihat dari wajahnya, ia tak yakin bahwa wanita itu adalah wanita keturunan Cina yang banyak ada di Sampit. Wajah cantiknya lebih terlihat seperti wajah artis Korea yang sering ditonton para perawat di waktu senggang mereka.
“Who are you? How dare you do that thing without my permission?” tanya Sakti tajam mengunakan bahasa Inggris agar wanita di depannya mengerti.
“Itu bukan sesuatu. Saya hanya melakukan pertolongan pertama saat melihat seorang pasien yang sedang kesakitan.”
Sakti terkejut saat wanita itu berbicara dengan bahasa Indonesia yang fasih. Sedikit lega karena ia tak harus berbicara bahasa Inggris agar wanita itu mengerti ucapannya. Matanya terus menatap tajam wanita itu. “Pertolongan pertama?” tanya Sakti memastikan ucapan wanita itu.
“Apa yang kamu lakukan itu bisa dikatakan sebagai pertolongan lanjutan dan kamu melakukannya tanpa memenuhi prosedur dari rumah sakit ini. Apa penjelasan kamu?”
“I-itu... itu...” Dana meruntuki dirinya tak dapat menjawab. Dia baru sadar sekarang bahwa apa yang ia lakukan tadi salah karena tidak mendapat izin dari dokter yang bertanggung jawab. Melihat seragam SMA yang sama dengan yang dikenakan Lani tadi membuatnya panik. Pikirnya jika Lani yang mengalami kecelakaan seperti itu, sedangkan dokter jaga tidak berada di tempat. Ia tak tau apa yang akan terjadi kepada Lani setelah itu.
“Siapa kamu sebenarnya?!” teriak Sakti berkacak pinggang memandang Dana penuh amarah.
“Dana Lee?” sapa seseorang dari belakang membuat Sakti dan Dana mengalihkan pandangan ke belakang dan melihat pria paruh baya dengan jas putih yang sama dengan yang dikenakan dokter muda itu.
“Dana Lee?” tanya dokter itu lagi membuat Dana menundukkan kepalanya lalu mengangguk.
Dana mengangkat kepala saat melihat dokter paruh baya dengan kemeja batik yang ada di dalam jas putih dokternya menyapanya, “Yah... Saya tidak tau kalau dokter dari Korea Selatan akan semuda dan secantik kamu. Apa semua wanita Korea secantik ini?” puji dokter paruh baya itu membuat Dana tersipu.
“Bagaimana perjalananmu... menyenangkan?” tanya dokter itu ramah membuat Dana tersenyum kikuk lalu mengangguk. Menatap bingung dokter paruh baya ramah yang langsung mengenalinya.
Dokter itu tertawa melihat tatapan kebingungan Dana, “Oh iya, saya belum memperkenalkan diri. Saya dr. Haris. Direktur rumah sakit ini.”
“Selamat pagi, Pak,” ucap Dana dalam bahasa Indonesia yang fasih membuat dr. Haris tercengang.
“Bahasa Indonesia-mu terlalu sempurna untuk orang dari Korea selatan,” puji dokter itu.
“Terima kasih atas pujiannya. Sepertinya setelah ini saya harus mentraktir kedua sahabat saya karena berhasil mengajarkan bahasa Indonesia dengan baik dan benar kepada saya,” ucap Dana ramah membuat direktur rumah sakit itu terkekeh.
Sakti menatap bingung atasannya yang terlihat begitu akrab dan wanita Korea selatan yang sudah membuat kegaduhan di departemennya. Dr. Haris yang melihat kebingungan Sakti mendekati bawahannya itu.
“Sakti, ingat saat saya mengatakan akan ada dokter dari Luar negeri yang akan bekerja di rumah sakit kita?” tanya dr. Haris membuat Sakti mengangguk ragu.
“Perkenalkan, dia Dana Lee. Dokter dari Korea selatan yang akan membantu rumah sakit kita, sekaligus akan berada dalam pertanggung jawabanmu di Instalansi Gawat Darurat.”
Dana dan Sakti tidak dapat menyembunyikan keterkejutannya saat mendengar perkataan terakhir yang diucapkan dr. Haris. Mereka saling bertatap lama sebelum akhirnya sama – sama mengalihkan pandangan.
Dana menutup mata sembari menghela napas. Bagaimana mungkin ini bisa terjadi? Kekacauan yang baru saja ia buat di emergency room tadi membuatnya yakin, dokter sekaligus orang yang akan menjadi penanggung jawabnya nanti tidak akan suka dengan keberadaannya di sana.
[1] Panggilan untuk pasien.