Lingkungan yang Baru bagi Dana

1625 Words
Dr. Haris memandang interaksi dr. Sakti yang notabene adalah salah satu dokter muda berbakat di rumah sakit kecil ini dengan dokter wanita Korea yang baru saja ia temui. Terlihat ada rasa amarah dan kekesalan yang diperlihatkan dokter muda itu. “Sepertinya kalian sudah berinteraksi duluan sebelum saya memperkenalkan kalian,” kekeh dr. Haris. “Bukan seperti itu, dok,” elak Sakti membuat Dana semakin menunduk. “Bagaimanapun. Aku minta bantuanmu untuk mengajarinya dengan baik, dokter Sakti,” kekeh dr. Haris menepuk pundak Sakti, lalu menatap Dana dengan ramah. “Belajar darinya. Biar sedikit menyebalkan, dia guru yang baik. Dr. Dana, semoga betah di rumah sakit kecil ini. Annyeong,” ucap dr. Haris menggunakan sedikit bahasa Korea membuat Dana tersentak, lalu terkekeh. “Annyeongi gaseyo,” balas Dana menundukkan kepala, lalu tersenyum. Senyuman yang Dana perlihatkan memudar bersamaan dengan kepergian dr. Haris. Wajahnya kembali takut saat dokter yang baru ia ketahui bernama Sakti itu menatapnya dengan tajam. Semoga betah di rumah sakit kecil ini. Dana terkekeh dalam hati mengingat perkataan dr. Haris tadi. Betah? Bagaimana ia bisa betah kalau pertama kali bertemu saja, atasannya sudah memberi tatapan kebencian. Dana semakin menundukkan kepalanya bersiap menerima amarah dan teriakan dari dr. Sakti. Telinga Dana menjadi semakin  peka saat mendengar helaan napas dalam dari atasannya. “Ikut aku!” Dana menggerakkan telinganya saat mendengar ucapan bernada perintah yang diucapkan dr. Sakti sesaat sebelum berjalan. Antara ilusi atau kenyataan. Langkah dr. Sakti yang melambat dan seakan ingin berhenti membuat Dana tersadar dan mengikuti dokter itu dari belakang. ***** “Bujuran nah, Astah...[1]” “Pengeramput[2].” “Bujuran. Takoni ja Hilman wan Faisal, buhannya umpat mendangani.[3]” “Kada percaya aku. Ikam tu pengeramput, pembaen.[4]” “Tesarah ae mun kada percaya. Yang pasti dokter yang jarnya dari Korea tu bujuran bengkeng. Harau muhanya  mirip lawan yang main dengan Song Joong Ki di Nice guy tu nah. Moon Geun Young.[5]” “Moon Chae Won, keleus. Moon Geun Young itu yang main di Cinderella’s step sister.” Obrolan para perawat yang menggunakan bahasa Banjar langsung menyapa pendengaran Dana saat kembali memasuki ruangan IGD. Mustika, perawat muda yang tadi membantunya sedang berada di depan meja administrasi, sedang bergosip dengan dua perawat lain. Dada Dana bergemuruh. Perasaannya mengatakan bahwa orang yang sedang mereka bicarakan adalah dirinya. Ia mendesah, baru hari pertama ia sudah digosipkan seperti itu, apalagi hari-hari lainnya selama tiga bulan ke depan. “Kalian ke sini untuk bekerja atau hanya untuk bergosip?!” teguran bernada keras yang Sakti ucapkan membuat ketiga perawat itu tersentak, termasuk Mustika yang langsung mundur begitu melihat wajah galak Sakti. “Kenapa kamu belum pulang. Shift kamu seharusnya sudah selesai, kan?!” tanya Sakti pada Mustika sehingga membuatnya menunduk diam tanpa bisa berkata apapun. “Wali pasien kecelakaan motor tadi sudah datang?” “S-sudah, dok,” ucap Mustika takut-takut. “Daftar nama pasien IGD mana?” tanyanya lagi membuat kedua perawat yang ada dibalik meja bergegas mencari map dan memberikan kepadanya. Dana tersentak saat Sakti membalikkan tubuhnya sehingga membuat mereka berhadapan. “Pasien tadi pasien pertama kamu. Kamu bertanggung jawab atas pemeriksaan berskala lanjutan dan apa saja tindakan IGD, lalu ini...” Sakti menghentakkan map berwarna merah ke tangan Dana yang terkejut. “Periksa semua grafik pasien yang masih ada di ruang IGD, beri rekomendasi apakah mereka sudah boleh beristirahat di rumah atau harus di opname sesuai penyakit mereka. Bisa?” tanya Sakti penuh aura intimidasi membuat Dana seketika mengangguk lemah Dana menatap 10 ranjang pasien yang hampir semuanya penuh. Ia mendesah, bagaimana mungkin ia mendapatkan banyak pekerjaan seperti ini di hari pertama ia bekerja. “Helen, Resti sama Tika bakalan bantu kamu kalau ada yang nggak dimengerti.” Dana mengangguk melihat ketiga perawat yang menatapnya tanpa kedip. Dana kembali menatap atasannya yang menatapnya penuh intimidasi. “Besok saya akan bagi jadwal kamu. Tau kan kalau dokter di IGD adalah dokter paling repot?” tanyanya sontak membuat Dana mengangguk. Ia tau betapa sibuknya dokter yang menangani emergency room. Iapun pernah mendapat tugas yang sama selama internship di Korea.  “Bersedia mendapat shift malam 5 hari dalam seminggu, kan?” “Hah.” Mata Dana melotot tak percaya dengan pertanyaan yang baru saja diucapkan oleh dr. Sakit. Shift malam 5 hari dalam seminggu. Ini bukan kerja dokter tapi kerja rodi. Setaunya, peraturan rumah sakit memberikan maksimal 3 shift malam. Dan sekarang, di rumah sakit kota kecil ini, ia mendapat 5 shift malam. Itu sama saja ia akan menghabiskan hidupnya selama 3 bulan ini di rumah sakit. Dana dapat melihat senyum tipis yang atasannya perlihatkan, seolah tugas malam yang ia dapatkan adalah hukuman atas kesalahannya pagi tadi. Dana menundukan kepalanya lesu, saat Sakti berjalan meninggalkannya. “Ah, iya.” Suara berat itu kembali terdengar membuat Dana mengangkat kepalanya dan melihat Sakti membalikkan badan dengankedua tangan sudah berada di kedua kantong celananya. “Ubah gaya berpakaian dan rambut kamu sehingga kamu terlihat seperti dokter sesungguhnya, bukan artis Korea yang lalu lalang di koridor rumah sakit.” Ucapan bernada sarkatis yang diucapkan Sakti membuat Dana memperhatikan penampilannya. Rambutnya memang sengaja ia cat berwarna coklat layaknya wanita berusia 20an di Korea. Blouse putih lengan panjang dengan ornamen pita yang diikat di bagian leher, terlihat biasa saja. Tatapan matanya membeku saat melihat celana model kulot pendek berwarna hitam yang ia kenakan. Kembali mendesah dalam meruntuki kebodohannya. Bagaimana mungkin ia bisa lupa bahwa sekarang ia bukan berada di Korea yang bisa dengan mudahnya mengenakan celana pendek seperti ini untuk bekerja. Ia baru tau bahwa bekerja dengan mengenakan celana pendek seperti ini merupakan hal yang taboo bagi sebagian masyarakat kota ini. “Maklumin aja, dok. Dr. Sakti emang cenderung kasar dan dingin kepada bawahannya,” ucap Tika, perawat yang membantunya pagi tadi. Dana hanya tersenyum lalu mengangguk. Tau bahwa ia harus lebih bersabar ataupun harus menutup telinga dan hatinya agar tidak sakit hati dengan perkataan kasar dokter itu. “Chogi[6]...” Dana tersadar menggunakan tanpa sengaja menggunakan bahasa Korea saat kedua orang perawat muda lainnya memekik mendengar ucapannya. “Kampungan,” cibir Tika pada yang lain membuat Dana mengernyitkan kening. “Maaf, dok. Mereka emang rada-rada,” ucap Tika memutar jarinya di samping kening, seolah memberi kode kegilaan kedua rekan kerjanya. “Kenapa, dok?” “Wali dari pasien yang tadi saya tangani ada dimana?” “Saya antar, dok. Tadinya saya mau antar dr. Sakti ke sana. Tapi, karena pasien ini sudah dilimpahkan ke dokter, jadi saya antar dokter ...” Tika menggantungkan ucapannya. “Dana.” “Iya, dr. Dana ke sana,” ucapnya riang. Dana hanya mengangguk dan tipis, masih merasa kikuk di lingkungan baru yang belun pernah ia tempati. “Ah, iya dok. Ini jas dokter sama stetoskop. Dr. Dana nggak mungkin kan bertemu pasien dengan pakaian seperti itu.” Dana mengambil jas yang disodorkan Tika lalu memakainya, memasukkan stetoskop ke kantong kanan, mengucapkan salam santun sebelum mengikuti Tika berjalan ke arah ruang IGD. Langkah Dana terhenti saat melihat ranjang pasien sma yang tadi pagi ia tangani. Di sisi rajang terlihat ibu-ibu mengenakan gamis dengan jilbab panjang berwarna shocking pink sedang menatap remaja itu dengan penuh air mata. Tangannya bergerak ingin menggenggam tangan anaknya, namun terhenti saat melihat luka di tangan kanannya dan infus di tangan kirinya. Air mata tak henti-hentinya mengalir wajah putih dengan bercak kemerahan, yang mungkin karena krim muka yang digunakan ibu itu. Sedangkan, di depan ranjang terlihat pria dewasa berumur pertangahan 40 tahun dengan seragam berwarna hijau tua sedang menatap remaja itu dengan tatapan sedih. “Permisi, Pak, Bu.” Salam Tika membuat sepasang suami-istri itu tersadar dan bergegas mendekati Tika. “Anak saya nggak pa-pa kan, Mbak?” tanya ibu itu cepat. “Untuk itu, ibu bisa tanya sama dr. Dana langsung.” Ibu itu langsung mengalihkan pandangan ke arah Dana. Meneliti pakaian yang dikenakan Dana lalu mengernyitkan kening menandakan ketidaksukaannya. “Nggak ada dokter lain, Mbak. Dia tidak terlihat seperti dokter yang baik untuk merawat anak saya,” ucap ibu itu frontal. Dana hanya bisa terdiam, tanpa bisa membalas perkataan ibu itu. Masih belum terbiasa dengan kebiasaan masyarakat Sampit yang memandang status bahkan keterampilan seseorang hanya dengan pakaian yang mereka kenakan. Walaupun merasa sedikit sakit hati, ia mencoba untuk mengerti karena lingkungan barunya sekarang begitu berbeda dengan lingkungannya dulu. “Maaf, Bu. Tapi kami tidak bisa mengganti dokter yang sudah diperintahkan untuk merawat pasien. Lagipula, seharusnya ibu berterima kasih kepada dr. Dana karena kalau tidak ada dr. Dana yang bertindak cepat, keadaan anak ibu akan lebih parah dari sekarang.” Ucapan Tika membuat ibu itu terkejut lalu menunduk malu. Matanya menatap tak nyaman kepada Dana atas komentarnya tadi. Dana hanya tersenyum tipis memaklumi kekhawatiran ibu itu. “Maaf, dok,” “Nggak papa, Bu. Lagipula, sepertinya saya mengenakan pakaian yang salah di hari pertama saya bekerja,” ucap Dana mencoba terkekeh. “Bagaimana keadaan anak saya, Dok?” tanya suami ibu itu yang bergerak mendekati Dana. “Kami harus melakukan pemerikasaan lanjutan. CT Scan untuk memastikan tidak ada perdarahan dalam. Rumah sakit kita bisa CT Scan kan?” tanya Dana pada Tika yang langsung mengangguk. “Ada, Dok. Nanti saya minta bagian radiologi untuk mempersiapkannya.” Dana menatap nanar ibu itu yang kembali tersedu mendengar penjelasannya. Diraihnya tangan ibu itu yang bergetar lalu menatapnya ibu itu lembut. “Anak Ibu akan baik-baik saja. Saya akan berusaha semaksimal mungkin untuk menyembuhkannya,” ucap Dana mengusap tangan ibu tersebut membuatnya tersenyum lega dan menatap Dana penuh rasa terima kasih.              [1] Beneran ini, Astaga [2] Pembohong [3] Beneran. Tanya sama Hilman dan Faisal, mereka ikut membantu [4] Nggak percaya. Kamu itu tukang tipu. [5] Terserah kalau nggak percaya. Yang pasti, dokter yang katanya dari Korea itu beneran cantik. Wajahnya mirip dengan lawan main Song Joong ki di Nice guy. Moon Geun Young.”   [6] Permisi
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD